AVONTUR FOTO PEKAN INI
Mawarane Menerangi Desa Sikka
SUARA
gebukan empat dahan kayu yang bergantian dan terus-menerus menarik perhatian
kami yang tengah mengagumi arsitektur Gereja Tua Sikka yang dibangun tahun
1893. Berjarak 40 meter dari gereja, Wily Borda da Gomes, perempuan lanjut
berusia berumur 79 tahun, seakan tak mengenal lelah. Bergantian dengan rekannya
sesama kelompok perajin kain tenun Mawarane, Wily Borda saling menggepuk
puluhan kapas bulat di atas anyaman daun lontar hingga berbentuk pipih dan
halus ujungnya.
Proses pembuatan tenun ikat masih manual
dan mempertahankan warisan nenek moyang, seperti dituturkan Margarethis Alexa,
seorang pemandu lokal. Kapas di giling di antara dua kayu bulat untuk
memisahkan dengan biji atau biasa disebut ngeung. Kapas selanjutnya dipintal
(jata kapa) dan disambung menjadi benang, selanjutnya benang direntangkan dan
dibuatlah pola. Proses pewarnaan alami menggunakan nila untuk warna biru dan
akar mengkudu untuk warna coklat kemerahan. Proses pewarnaan inilah yang paling
lama, bisa hingga 3 tahun. Sementara proses lainnya, termasuk menenun,
dikerjakan dalam waktu 5 bulan.
Kelompok perajin kain tenun ikat
Mawarane, yang artinya bintang, berdiri sejak 2012. Total ada lima kelompok
penenun di Desa Sikka, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Manuage (ayam bertengger di atas pohon), Medang Turang (susunan kain berlapis
dua), Nape Wungong (motif tradisi), dan terakhir kelompok Naga Lalang
(kesaktian dalam hal kerajaan). Satu kelompok terdiri atas 10 penenun. Kelompok
perajin tenun itu bersepakat, setiap kelompok akan bergiliran tiap hari
menampilkan proses menenun dari awal hingga akhir kepada wisatawan yang datang.
Kelompok perajin itu mematok tarif Rp 300.000 untuk sekali tampil dan dibagi
rata dengan anggota kelompoknya.
Kendala yang dihadapi sekarang ini
adalah ketersediaan kapas dan masalah klasik pemasaran. Kain tenun ikat dengan
panjang 3 meter dan lebar 1 meter dijual Rp 1,5 juta. Penenun menjamin warna
tidak akan pudar hingga 40 tahun karena menggunakan warna alami. [Sumber:Teks
dan Foto-foto: Kompas,Minggu, 13 Agustus 2017|Oleh:Agus Susanto]
↺*↻
Kebersamaan dalam Ritual Melepas Perahu
LANIWU (60-an
tahun) khusyuk memanjatkan doa. Di atas eprahu tangannya menengadah. Mulutnay
komat-kamit. Ucapan syukur kepada Allah, memuji kebearan Tuhan pencipta alam
semesta, dan syukur ats kebesaran nikmat dan berkah yang Allah berikan meluncur
lirih. Taka lupa pula doa untuk kelancaran, kesehatan, keselamatan, dan
keberkahan juga dipanjatkan.[baca selanjutnya]
Comments