IPTEK LINGKUNGAN & KESEHATAN

Fasilitas ”Hot Cell” Batan Beroperasi

Reaktor Bandung Diubah Mirip Reaktor Serpong
Setelah berhenti beroperasi beberapa tahun, fasilitas hot cell di Instalasi Radiometalurgi Badan Tenaga Nuklir Nasional beroperasi kembali. Fasilitas uji bahan bakar reaktor nuklir itu memungkinkan Indonesia menguji elemen bakar nuklir secara mandiri hingga bisa menghemat dan mendatangkan devisa negara.
Hot cell atau ruang penahan radiasi nuklir adalah salah satu fasilitas di Instalasi Radiometalurgi (IRM) Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBBN) Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Indonesia menjadi satu-satunya negara ASEAN yang memiliki fasilitas itu. Di Asia, fasilitas serupa hanya ada di Jepang, Korea Selatan, China, dan India. Fasilitas itu digunakan untuk menguji elemen bahan bakar nuklir yang sudah diiradiasi sebelum dimasukkan ke dalam reaktor. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mensyaratkan sertifikat data uji sebagai syarat mutlak agar bahan bakar nuklir bisa digunakan di reaktor. ”Jika tak diuji, bahan bakar itu berisiko terjadi kebocoran hingga menimbulkan masalah di reaktor,” kata peneliti PTBBN Batan, Sungkono, di Kawasan Nuklir Serpong, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Tangerang Selatan, Kamis (23/11). Fasilitas hot cell IRM beroperasi sejak 1991. Namun, manipulator atau tangan robotik di bagian fasilitas uji tak merusak mengalami kerusakan pada 2003. Pada 2013, Batan membeli seperangkat tangan robotik baru dari Jerman dan meningkatkan kompetensi peneliti serta perekayasanya hingga menguasai teknologi tangan robotik. Setelah tangan robotik baru terpasang, Batan meredekontaminasi fasilitas hot cell yang rusak. Pembersihan dilakukan dengan membuang semua limbah yang tertinggal, membungkusnya ke dalam wadah khusus berlapis timbal, dan mengirimnya ke Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif Batan. Pembersihan itu juga membuat sejumlah peneliti dan perekayasa masuk ke dalam hot cell. Namun, aspek keselamatan mereka menjadi perhatian utama. ”Setelah dinyatakan layak, fasilitas hot cell bisa dioperasikan kembali,” kata Sungkono.
Tak masalah
Selama kerusakan, proses uji bahan bakar nuklir untuk Reaktor Serbaguna GA Siwabessy Serpong tak bermasalah karena bahan bakar yang diuji masih digunakan di reaktor. Selain itu, jika diperlukan, uji bisa dilakukan dengan fasilitas uji merusak. ”Selama tak ada perubahan bahan bakar, sertifikasi elemen bahan bakar sebelumnya tetap berlaku,” kata Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto. Selain itu, perbaikan dilakukan dengan menambah kapasitas yang ada. Dengan demikian, fasilitas itu bisa digunakan untuk menguji bahan bakar reaktor lain selain Reaktor Serpong. Dengan demikian, saat Reaktor Triga MARK Bandung yang akan diubah jadi seperti Reaktor Serpong beroperasi atau reaktor daya eksperimental yang akan dibangun di Serpong pada 2020 beroperasi, fasilitas hot cell IRM bisa menguji bahan bakarnya. Fasilitas itu juga bisa untuk menguji bahan bakar pascairadiasi reaktor negara lain. Bahkan, fasilitas itu bisa dipakai untuk pendidikan dan pelatihan hot cell bagi peneliti dan perekayasa dari negara lain. ”Ini tidak hanya menghemat devisa negara, tetapi juga mendatangkan devisa negara,” kata Kepala PTBBN Batan Agus Sumaryanto. Sebagai perbandingan, proses uji pascairadiasi bahan bakar nuklir di Kazakhstan yang paling murah butuh biaya 320.000 euro atau sekitar Rp 5,1 miliar.
Reaktor Bandung
Batan berencana mengubah Reaktor Bandung menjadi seperti Reaktor Serpong karena jenis bahan bakar yang digunakan di reaktor itu sudah tak diproduksi lagi. Reaktor itu juga disiapkan untuk bisa memproduksi radioisotop yang banyak digunakan rumah sakit maupun industri. ”Pengubahan itu untuk menjamin keberlanjutan pasokan radioisotop yang selama ini bergantung pada Reaktor Serpong,” ucap Djarot. Reaktor Bandung beroperasi sejak 1964. Jenis reaktor yang digunakan di sana amat hemat dan efisien bahan bakar. Namun, reaktor itu masih memiliki sejumlah bahan bakar yang belum terpakai. Sisa bahan bakar itu akan digunakan oleh Batan untuk mengembangkan Reaktor Kartini Yogyakarta.[Sumber:Kompas,Jumat 24 November 2017|Oleh:MZW]

↢↡↣

Mengintip Perkembangan Mobil Listrik di Thailand dan Singapura


TEKNOLOGI yang menyentuh sektor otomotif, utamanya terkait konsumsi bahan bakar, emisi, serta lingkungan, terus berkembang pesat. Mobil listrik (electric vehicle), salah satunya. Kendaraan minim emisi ini tak hanya berkembang di Eropa dan negara-negara maju. Sejumlah negara Asia Tenggara pun terus fokus mengembangkan kendaraan ramah lingkungan.
Thailand menjadi salah satu negara yang fokus terhadap perkembangan mobil listrik. Toyota, merek asal Jepang, menginvestasikan dana triliunan rupiah untuk memproduksi mobil listrik di Negeri Gajah Putih ini. Seperti yang diberitakan Bangkokpost, produsen otomotif ini akan mengeluarkan dana 19 miliar baht atau Rp 7 triliun lebih untuk menciptakan mobil listrik.
Nantinya, di negara ini akan diproduksi mobil listrik untuk segmen mobil penumpang, bus, dan truk. Selain itu, Thailand menjadi basis produksi global untuk mobil kompak, tanpa kecuali mobil-mobil model masa depan berteknologi hybrid electric vehicle (HEV).
Seperti diketahui, kendaraan berjenis HEV telah tersedia di Thailand sejak 8 tahun lalu dan mendapat sambutan hangat masyarakat dan pemerintah setempat. Jadi, tak perlu heran apabila negara dengan luas 513.120 kilometer persegi ini semakin kuat industri otomotifnya sehingga dikenal dengan julukan “Detroit of the East”.

Bagaimana dengan Singapura? Seperti yang dirangkum dari berbagai sumber, Negeri Singa ini juga ikut melirik kendaraan listrik. Dendrobium, julukan bagi hypercar listrik di negara tersebut, belum lama ini tengah diuji coba di ruas jalan.

Kendaraan bertenaga listrik ini dikembangkan oleh Vanda Electrics, perusahaan asal Singapura yang berfokus pada pengembangan alat transportasi berbasis mobil listrik. Selain menciptakan mobil ramah lingkungan, perusahaan ini juga mengembangkan teknologi penyimpanan baterai yang digunakan pada kendaraan.

Dukungan

Semua tentu akan berjalan mulus bila mendapat dukungan semua pihak, termasuk pemerintah yang memegang regulasi. Seperti yang dikatakan Direktur Pemasaran dan Pelayanan Purnajual PT Honda Prospect Motor Jonfis Fandy kepada media ini, kejelasan regulasi penting karena pengembangan teknologi membutuhkan investasi besar.
Dikemukakan pula bahwa kebijakan mengarah kepada pengembangan kendaraan berfokus emisi dan konsumsi bahan bakar merupakan tindakan tepat. Pemangku kepentingan juga harus cermat dan menyiapkan berbagai hal terkait pengembangan teknologi yang semakin mutakhir.
Sementara itu, terkait jumlah penjualan mobil listrik, Honda telah menjual lebih dari 2 juta unit di seluruh dunia. Jepang menjadi negara dengan volume penjualan tertinggi sebanyak lebih dari 1,5 juta unit.

Indonesia
Indonesia, yang disebut-sebut bakal menyaingi industri otomotif Thailand sudah sepatutnya ikut ambil bagian, bahkan harus terus berinovasi menciptakan mobil-mobil yang tidak hanya aman dan nyaman, tetapi juga ramah lingkungan.
Meski terkesan agak lambat dibandingkan negara-negara tetangga, Indonesia yang sedang giat membangun infrastruktur juga ikut memperhitungkan teknologi pada kendaraan, khususnya yang berdampak pada lingkungan.
Dalam rangka memajukan industri otomotif dan menjaga lingkungan, pemerintah, pada akhir tahun ini, akan menjalankan program kendaraan beremisi rendah (low carbon emission vehicle (LCEV). Nantinya regulasi tersebut akan memayungi kendaraan berteknologi terkini, seperti hibrida, bahan bakar listrik, gas, dan hidrogen.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, berharap, regulasi itu akan mendorong tersedianya mobil rendah emisi, sehingga teknologi ini akan cepat berkembang. Indonesia juga memiliki potensi besar mengembangkan bahan bakar hidrogen lantaran sumber daya alam yang tersedia sangat mendukung.
Selain itu, Airlangga mengungkapkan, pada 2025, pemerintah akan menggenjot penjualan mobil rendah emisi sekitar 20 persen dari total produksi 2 juta unit. Dengan upaya tersebut, negara ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak.
Semoga rencana-rencana tersebut dapat terealisasi dengan baik sehingga negara ini dapat menyalip Thailand sebagai negara industri otomotif terbesar di Asia Tenggara. [BYU]
◦◊◦

Comments

Popular Posts