TEROPONG

INDONESIA - TAIWAN
Dari Batu Bata hingga Semikonduktor
Add caption
INDONESIA dan Taiwan memiliki hubungan ekonomi sejak zaman kolonial yang sama, yaitu ketika pernah sama-sama diduduki Belanda. Belanda pernah mengekspor batu bata dari Jawa untuk mendirikan benteng di wilayah barat daya Taiwan.
Batu bata tersebut asli dan diimpor Belanda dari Batavia, sekarang Jakarta,” kata Elisa Lu, pemandu wisata dari Universitas Tunghai, Taiwan. Elisa menunjukkan tembok batu bata kepada wartawan dari sejumlah negara yang mengunjungi Benteng Anping di Tainan, kota di barat daya Taiwan, Sabtu (14/10). Tembok batu bata peninggalan Benteng Zeelandia—nama benteng Anping ketika diduduki Belanda—bertinggi tiga kali tinggi orang dewasa dan setebal hampir 1 meter tersebut hanya tinggal sebagian kecil. Lebarnya tinggal sekitar 20 meter. Perusahaan Dagang Hindia Timur Belanda atau Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) berdiri 20 Maret 1602 dan menjadikan Batavia sebagai pusatnya. VOC mulai menduduki Pulau Formosa—sekarang Taiwan—tahun 1624 sebagai tempat transit perdagangannya. VOC membangun benteng tersebut selama 10 tahun hingga tahun 1634. Struktur benteng tersebut dibuat dari batu bata dari Jawa yang disusun dengan adukan pasir dan kerang yang dicampur beras ketan dan gula. Benteng Zeelandia menjadi benteng pertahanan sekaligus menjadi tempat transit kapal-kapal dagang dari Eropa, India, Nusantara, hingga menuju Jepang dan China. Namun, tahun 1661, benteng ini direbut loyalis dari Dinasti Ming sehingga berada di bawah kekuasaan China. Tahun 1683, seperti tercatat dalam dokumen Kementerian Luar Negeri Taiwan, Dinasti Qing mengambil alih kekuasaan atas wilayah barat dan utara Taiwan. Tahun 1885, Taiwan dideklarasikan sebagai provinsi Kekaisaran Qing. Dalam perkembangan politik berikutnya, kaum nasionalis China memberontak terhadap pemerintahan Dinasti Qing di Wuchang pada 10 Oktober 1911. Kaum nasionalis membentuk Republik China di China Daratan 1 Januari 1912. Tanggal 10 Oktober atau yang dikenal sebagai peristiwa 10-10 diperingati setiap tahun sebagai Hari Nasional Taiwan, yang pada 10 Oktober 2017 sudah memasuki usia ke-106. Namun, dapat dikatakan Taiwan baru dapat membangun setelah Pemerintah Republik China pindah ke Pulau Formosa bersama 1,2 juta penduduk dari China Daratan tahun 1949. Taiwan meluncurkan Rencana Pembangunan Ekonomi Pertama tahun 1953. Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 dan tahun ini memasuki usia 72 tahun. Saat ini penduduk Taiwan berjumlah 23 juta jiwa. Penduduk Indonesia berjumlah 262 juta jiwa.
Inovasi

Bagaimana perkembangan kedua bangsa tersebut saat ini setidaknya dari indikator ekonomi? Produk domestik bruto (PDB) nominal Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2016 senilai Rp 12.406,8 triliun atau setara 910 miliar dollar AS yang berada di urutan ke-16 dunia. PDB per kapita Indonesia 3.605,06 dollar AS atau setara Rp 47,96 juta yang berada di urutan ke-117 dunia. Berdasarkan data Pemerintah Taiwan tahun 2016, PDB Taiwan secara nominal senilai 529 juta dollar AS yang berada di urutan ke-22 dunia. PDB per kapita Taiwan senilai 22.530 dollar AS atau setara Rp 305,75 juta yang berada di urutan ke-37 dunia. ”Ekonomi (PDB) kami ditunjang industri jasa. Indonesia lebih rendah industri jasanya,” kata Darson Chiu, peneliti Taiwan Institute of Economic Research. Menurut data tahun 2016, PDB Taiwan ditunjang jasa 63 persen, industri 35 persen, dan pertanian 1,8 persen. ”Ekonomi kami berbasis inovasi,” ujar Connie Chang, Direktur Jenderal Departemen Perencanaan Menyeluruh Dewan Pembangunan Nasional. Untuk mengembangkan inovasi tersebut, Pemerintah Taiwan membangun tiga taman sains di Taiwan utara, tengah, dan selatan. Dalam taman sains tersebut, peneliti dan industri bekerja sama mengembangkan berbagai produk berbasis inovasi. Hasilnya, Taiwan menjadi produsen nomor satu dunia untuk produk semikonduktor, kain kaca serat, sepeda mewah, tekstil fungsional, alat navigasi personal, dan suplemen kesehatan chlorella. Menurut data Kementerian Keuangan Taiwan, struktur ekspor Taiwan pada periode 1985-2015 berubah drastis. Ekspor berbasis teknologi rendah yang tahun 1985 mencapai hampir 50 persen dari keseluruhan ekspor turun hingga tinggal sekitar 5 persen dari total ekspor tahun 2015. Sebaliknya, ekspor berbasis teknologi tinggi yang tahun 1985 sebesar 18,8 persen dari total ekspor meningkat menjadi 52,2 persen tahun 2015. Hal itu ditunjang dengan anggaran penelitian dan pengembangan Taiwan yang sebesar 1,01 persen dari PDB tahun 1985 menjadi 3 persen dari PDB tahun 2014. Sekadar perbandingan, anggaran riset Indonesia, sesuai data Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, tahun 2014 sebesar 0,09 persen dari PDB. Tahun 2016 menjadi 0,2 persen dari PDB. Porsi terbesar negara tujuan ekspor Taiwan adalah China Daratan, yaitu 40 persen, diikuti Amerika Serikat 11,9 persen, Uni Eropa 8,7 persen, Jepang 6,9 persen, dan sisanya negara lain. Salah satu dari negara tujuan ekspor Taiwan adalah Indonesia. Ekspor Taiwan ke Indonesia senilai 2,745 miliar dollar AS berupa bensin, diesel, bahan tekstil, mesin, produk kimia, dan besi tahan karat. Ekspor Indonesia ke Taiwan senilai 4,326 miliar dollar AS berupa batubara, gas alam cair, mineral, bubur kertas, dan komoditas lain. Dengan demikian, perdagangan mencatatkan surplus bagi Indonesia, yaitu 1,587 miliar dollar AS tahun 2016. Hubungan ekonomi Indonesia dan Taiwan dimulai secara resmi tahun 1971 dengan pembentukan Kantor Perdagangan dan Ekonomi di setiap negara. Hubungan ekonomi Indonesia-Taiwan tersebut tahun-tahun ke depan akan lebih erat karena Presiden Taiwan Tsai Ing-wen sejak tahun 2016 meluncurkan kebijakan yang disebut Kebijakan Selatan Baru. Presiden Tsai menegaskan kembali kebijakan tersebut dalam pidato peringatan Hari Nasional 10 Oktober 2017. Kebijakan Selatan Baru juga untuk meningkatkan hubungan masyarakat di negara-negara tetangga di selatan, termasuk Indonesia, di berbagai bidang. Orang Indonesia dan Taiwan dipermudah untuk saling berkunjung dengan tersedianya 86 penerbangan Taiwan-Indonesia setiap minggu. Hasilnya, berdasarkan data hingga April 2017, tercatat 252.341 orang Indonesia bekerja di Taiwan. Sebanyak 5.074 mahasiswa belajar di sejumlah perguruan tinggi di Taiwan selama tahun ajaran 2016. Wisatawan Taiwan yang berkunjung ke Indonesia tahun 2016 sebanyak 209.369 orang. Wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Taiwan tahun 2016 sebanyak 188.720 orang, naik 6,18 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di antara wisatawan Indonesia ada juga yang berkunjung ke Benteng Zeelandia melihat-lihat batu bata dari Jawa.[Sumber :Kompas, Rabu , 1 November 2017 | Oleh: SUBUR TJAHJONO]

(*-)

Nissan Menyongsong Era Mobil Listrik


Mobil listrik generasi terbaru dari Nissan, New Nissan Leaf, saat diluncurkan di Gedung Konvensi Makuhari Messe di Prefektur Chiba, Jepang, Rabu (6/9). Nissan berupaya mempertahankan kepemimpinan dalam penjualan mobil listrik dunia di tengah kian tumbuhnya segmen mobil jenis tersebut saat ini.
Mobil listrk generasi terbaru dair Nissan, New Nissan Leaf, saat diluncurkan di Gedung Konvensi Makhuhari Messe di Prefektur Chiba,, Jepang, Rabu (6/9).
Tren mobil listrik perlahan tetapi pasti memperkuat lajunya di sejumlah negara. Pertanyaan tentang keberlanjutan bahan bakar fosil dan dampak lingkungannya membuat kendaraan bebas emisi itu kian dilirik sebagai alternatif jitu. Produsen pun berlomba menyongsong era baru yang disebut-sebut akan mengubah lanskap industri otomotif dunia itu, salah satunya Nissan. Gerimis tipis membasahi Prefektur Chiba, Jepang, sekitar 45 menit berkendara dari pusat Tokyo, Rabu (6/9) pagi. Di gedung konvensi Makuhari Messe, Nissan Motor Corporation, salah satu raksasa industri otomotif dunia asal Jepang, bersiap membuka tudung produk terbarunya. Ratusan wartawan dari seluruh penjuru dunia pun menyimak. Nissan meluncurkan generasi kedua Leaf, mobil yang 100 persen bertenaga listrik (electric vehicles/EV) dengan nama New Nissan Leaf. Generasi pertama yang diluncurkan pada 2010 sukses merajai pasar mobil listrik dunia dengan penjualan global mencapai hampir 300.000 unit. Sebagai pemimpin pasar dan pionir produsen mobil listrik massal abad ke-21, produk terbaru ini menjadi andalan Nissan untuk menjaga keunggulannya. Apalagi, pesaing terdekat, seperti Tesla dan Chevrolet, kian menipiskan jarak. Merek-merek besar lain juga telah memasukkan mobil listrik dalam line-up produk mereka, seperti BMW, Ford, Volkswagen, dan Hyundai. Ya, mobil listrik semakin digemari konsumen, khususnya di negara-negara maju yang telah memiliki dukungan infrastruktur dan insentif pemerintah, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan sejumlah negara di Eropa. Pertumbuhan pesat mobil listrik juga terjadi di China, yang saat ini menjadi negara dengan populasi mobil listrik terbesar di dunia (sekitar 700.000 unit). Berdasarkan data yang dipublikasi International Energy Agency melalui situsnya, penjualan total mobil listrik di seluruh dunia menembus angka 2 juta unit pada 2016. Angka itu melejit jauh dari hampir nol sebelum tahun 2010. Kondisi itu tentu saja menyuntikkan motivasi kepada produsen otomotif untuk mengembangkan mobil listrik. Apalagi, sejumlah pemerintah negara juga bersiap semakin membatasi peredaran mobil konvensional dan mendorong mobil bebas emisi. Bahkan, Perancis dan Inggris telah mengumumkan kebijakan melarang penjualan mobil berbahan bakar bensin dan solar pada 2040. CEO Nissan Motor Corporation Hiroto Saikawa, saat mempresentasikan New Nissan Leaf di panggung peluncuran, menyebutkan, dunia sedang bergeser ke era mobil listrik. Ia memprediksikan titik balik saat mobil listrik menggantikan mobil konvensional akan terjadi pada 2020-2025. ”Mobil listrik akan mengubah portofolio perusahaan-perusahaan otomotif dunia,” ujar Saikawa.
Teknologi baru
Karena itu, Nissan pun tampak serius menggarap model mobil listrik terbarunya. Keseriusan itu setidaknya terlihat dari peningkatan spesifikasi dan penyematan sejumlah teknologi baru pada New Nissan Leaf, di antaranya peningkatan jarak tempuh menjadi 400 kilometer (pengukuran standar Jepang) dengan baterai terisi penuh atau bertambah 40 persen dibandingkan dengan kemampuan generasi pertama tanpa memperbesar ukuran baterai. Generasi terbaru ini juga dilengkapi teknologi swakendara yang disebut proPILOT, proPILOT Park, dan e-Pedal. ProPILOT membantu pengendara bersantai kala melaju di jalur lurus, baik saat arus lancar maupun macet. Teknologi itu secara otomatis menjaga jarak dengan kendaraan di depan sekaligus mengendalikan setir agar mobil tetap pada jalurnya. Saat kendaraan di depan berhenti, proPILOT secara otomatis juga mengerem mobil. Sementara ProPILOT Park membantu pengendara memarkir mobil dengan secara otomatis mengontrol akselerasi, rem, setir, dan pergantian gigi untuk memandu mobil ke ruang parkir. Sementara itu, e-Pedal membuat pengendara dapat mengurangi kebutuhan menginjak pedal rem saat mengemudi. Cukup dengan melepas pedal gas, mobil dapat menurunkan kecepatan hingga berhenti. Semua keunggulan model baru itu diklaim tidak terlalu mendongkrak harga jual ketimbang model lama. Saat diluncurkan pertama kali untuk pasar Jepang pada Oktober ini, harga dasar New Nissan Leaf dibanderol 3,15 juta yen (sekitar Rp 378 juta). Vice President for Global Product Planning Nissan Motor Corporation Ivan Espinosa mengatakan, New Nissan Leaf dirancang dengan desain yang menarik, teknologi mutakhir, dan harga kompetitif untuk membuat mobil listrik dapat diakses oleh pasar yang luas. Nissan menargetkan penjualan generasi kedua ini dapat setidaknya mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan generasi pertama. Adapun proporsi penjualan mobil listrik Nissan pada tahun fiskal 2016 baru mencapai 1,1 persen (62.848 unit) dari total penjualan mobil Nissan yang mencapai 5,63 juta unit. Terkait itu, Executive Vice President of Nissan Motor Corporation Daniele Schillaci mengatakan tinggal masalah waktu sebelum mobil listrik menggantikan peran mobil berbahan bakar fosil. Ia meyakini akselerasi pasar mobil listrik akan terpicu saat biaya produksi teknologi mobil listrik sama dengan biaya produksi mobil konvensional. ”Tahun 2025 diprediksi akan menjadi titik balik mobil listrik atas mobil konvensional,” kata Schillaci.
Pasar Indonesia
Lantas, bagaimana Nissan melihat prospek menjual mobil listrik ini di pasar Indonesia? Pada Gaikindo Indonesia International Auto Show 2017, Nissan memamerkan salah satu produk hibridnya, yakni Note e-Power. Namun, Regional Senior Vice President Head of Asia and Oceania Nissan Motor Corporation Yutaki Sanada mengatakan, sampai saat ini model mobil listrik dari Nissan belum akan memasuki pasar Indonesia. Sanada menjelaskan, pihaknya masih harus melihat kebijakan pemerintah dalam mendukung mobil listrik. Ia mencontohkan, dukungan insentif, seperti pengurangan pajak atau subsidi kepada konsumen, akan membuat langkah menghadirkan mobil listrik di suatu negara lebih mudah. Di Jepang, pembeli mobil listrik, plug-in hybrid, atau diesel bersih mendapatkan subsidi harga jual dari pemerintah. Khusus Nissan Leaf (generasi pertama), nilai subsidi itu berkisar 228.000 yen-280.000 yen (Rp 27,4 juta-Rp 33,6 juta) bergantung varian. Meski belum memiliki target pasti kapan akan masuk pasar Indonesia, Sanada memberikan perkiraan dalam waktu 5-10 tahun mendatang hal itu seharusnya sudah dapat terwujud. Ia menilai, meski volume penjualan kecil, sangat penting untuk memperkenalkan mobil listrik kepada konsumen di Indonesia. Global Electric Vehicles Division General Manager Nissan Motor Corporation Hugues Desmarchelier mengatakan, pihaknya ingin memperluas pasar mobil listrik ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Selain dukungan pemerintah, ia menyatakan perlu juga kerja sama dengan pihak swasta, seperti perusahaan listrik, untuk penyediaan infrastruktur pendukung mobil listrik.[Sumber: Kompas, Rabu, 1 November 2017| Oleh:MOHAMAD FINAL DAENG]
(-*)

Comments

Popular Posts