METROPOLITAN
Menyesap Kesejukan di Antara Pepohonan
Kehadiran taman menjadi pemanis wajah kota, menggantikan hiruk-pikuk dengan keramahan. Warna hijau dedaunan menyegarkan, desau angin semilir di antara dedaunan menyejukkan, dan kicau burung menambah cerita indah yang dapat mengalihkan kebisingan deru kendaraan.[...]
Flying Deck di tepian Sungai Cisadane, Jalan Kali Pasir, Kota Tangerang, Banten, Rabu (1/11) |
⇚⇟⇟⇛
Beringin Soekarno hingga Anggrek Kim Il-Sung
MENJELAJAH Kebun Raya Bogor di Kota
Bogor, Jawa Barat, sesungguhnya tidak hanya mendapat keteduhan dan segarnya
udara, tetapi juga kisah persahabatan antarnegara di balik koleksi floranya.
Kisah-kisah itu universal, tentang indah dan hangatnya kasih sayang dan
persahabatan.
Pohon yang
ditanam Perdana Menteri Australia Kevin Rudd dan istri (atas). Prasasti
Kimilsungia, penanda kunjungan Presiden Korea Utara Kim Il-Sung di KRB, yang
menerima anggrek jenis dendrobium dari Presiden RI Soekarno, kala itu.
Sejak dulu
sudah ada tradisi menanam pohon dari para tokoh negara atau pemerintahan
bersama sahabat atau tamu negara, atau keluarganya. Menanam pohon itu
memperingati sesuatu. Bahkan, juga yang bersifat pribadi. ”Presiden pertama
Soekarno menanam pohon beringin di sini ketika putra pertamanya lahir. Pohonnya
masih ada, di pinggir Sungai Ciliwung dekat Jembatan Surya Lembayung. Pak Andi,
karyawan Kebun Raya Bogor (KRB), yang turut menyaksikan penanamannya,” tutur
Sugiarti Rachman, staf Hubungan Masyarakat KRB, Jumat (3/11). Kemarin siang,
kami duduk di antara Danau Gunting dan Jalan Kenari. Dari bangku kami
berbincang, Sugiarti menunjuk beberapa pohon kayu besar tumbuh di dekat bibir
danau. Pohon itu jenis Calophyllum macrophyllum Scheff asal Halmera, Maluku
Utara, yang ditanam Ny Therese Rein, Juli 2013, saat bersama suaminya, Perdana
Menteri Australia Kevin Rudd, berkunjung ke Bogor. Ny Rein menanam pohon itu
ditemani Ny Ani Yudhoyono. Masih di dekat Danau Gunting, ada pohon Diospyros
buxifolia, yang tingginya bisa mencapai 30 meter. Pohon itu ditanam Pangeran
Benrhard dari Belanda, pada tahun 1994. Namun sayang, nama penanamnya tidak
tercantum. Pohon yang ditanam para tokoh memang belum semua diberi keterangan,
setelah papan penanda sebelumnya rusak atau hilang. Data yang didapat Kompas,
ada pohon yang ditanam Pangeran Akishino dari Jepang pada tahun 1992, kemudian
pohon yang ditanam Perdana Menteri Hun Sen dari Kamboja pada tahun 1999. Juga
ada pohon yang ditanam pejabat-pejabat lain dari negara anggota ASEAN. KRB yang
tahun ini berusia 200 tahun sedang berbenah. Tidak jarang, para tokoh dan
pengunjung yang datang ke KRB ada yang menanyakan pohon yang dulu ditanam ayah
atau kakek mereka saat ke KRB. ”Waktu Pangeran Akishino berkunjung, beliau
menanyakan pohon yang pernah ditanam ayahnya, Kaisar Akihito, di sini. Lokasi
pemakaman tua di KRB juga sering ditanyakan oleh wisatawan asing karena,
katanya, kakek buyutnya dimakamkan di situ,” tutur Sugiarti atau Ugi. Waktu
itu, pihak KRB tidak bisa menunjukkan kepada Pangeran Akishino pohon yang
ditanam ayahnya. Namun, beruntung bagi Putri Astrid dari Belgia yang datang
pada Maret 2016 berhasil menemukan tanaman yang ditanam leluhurnya. Saat itu,
Sang Putri senang sekali menyaksikan indahnya bunga kana (Canna hybrida) di jalur
Jalan Astrid, yang ditanam pada tahun 1929, di lokasi itu. Itu memperingati
kunjungan kakek-nenek Putri Astrid, Raja Leopold III-Ratu Astrid, saat berbulan
madu ke KRB pada 1929. Di Jalan Astrid, tepatnya di kanan jalan itu dari arah
Pintu III KRB, kini juga ada rumpun bambu yang ditanam Putri Astrid. Bambu yang
ditanam adalah Bambusa lako Widjaja, tanaman bambu endemik Timor. Cucu-nenek
itu, kini benar-benar mempunyai kenangan emosional di KRB. Namun, tak semua
kisah indah cucu-nenek itu bisa dengan mudah dijumpai. Perlu waktu lama sebelum
diketahui mana saja pohon yang ditanam para tokoh. Untuk sementara, mari amati
dulu pohon yang sudah ada penanda penanamnya. Ditanam presiden Dari bangku kami
berbincang itu, jika melihat ke arah Istana Bogor, terlihat dua pohon Diospyros
andamanica asal Sulawesi, tak jauh dari Monumen Reinwardt. Dua pohon itu
ditanam Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Ny Ani Yudhoyono pada
29 November 2012. Kedua batang pohonnya tegak berdaun rimbun. ”Semua pohon yang
ditanam para tokoh memang pohon-pohon kayu yang tampilan fisiknya besar dan
kekar. Pohon yang ditanam kami yang pilih, karena KRB adalah kebun konservasi
eks-situ. Pak SBY dan Ibu menanam pohon tidak ada acara khusus. Beliau ketika
selesai rapat di Istana Bogor jalan-jalan ke sini dan ingin menanam pohon,
karena beliau berdua hobi menanam, lalu kami siapkan pohonnya,” tutur Ugi.
Tahun 1991, Presiden ke-2 RI, Soeharto, dan Ny Tien Soeharto juga menanam
pohon. Keduanya menanam pohon kayu hitam atau eboni (Diospyros celebica Bakh)
ketika KRB ulang tahun ke-174 sekaligus memperingati Indonesia Emas (HUT Ke-50
RI). Lokasinya tak jauh dari Taman Aracea atau Gedung Konservasi LIPI dari
gerbang utama. Pohon itu kini tingginya sekitar 10 meter. Waktu itu, Pak Harto
melepas para peneliti KRB/LIPI untuk long march sambil eksplorasi hutan
Jambi-Bengkulu. ”Kami semangat sekali saat itu. Bu Tien saat itu tak memakai
kain kebaya, tetapi tetap berkonde. Pohon atau bibit yang ditemukan saat
eksplorasi itu dibibitkan di sini,” kata Ugi. Kisah anggrek Pembibitan satu
tanaman yang berkaitan dengan kegiatan tokoh ada di Griya Anggrek, tidak jauh
dari Pintu III KRB. Tanaman itu adalah Anggrek Iriana Joko Widodo, yang
diserahkan Ibu Negara RI Iriana Joko Widodo kepada KRB, lima hari setelah
menerima dari National Orchid Gardens Singapura, Juli 2015. Menurut Yuniar,
pengawas koleksi anggrek, anggrek Iriana Joko Widodo adalah anggrek persilangan
Dendrobium christabella dengan Dendrobium Haldis Morterud. Tanaman anggrek ini
tinggi dengan bunga tegak mekar semimelengkung berukuran rata-rata 5,6
sentimeter. Saat mekar, bunga anggrek itu pada bagian pinggir berwarna
kemerahan, ungu muda dan ungu gelap pada bagian tengah, dengan kelopak bunga
berwarna putih dan kuning kecoklatan. Bunga Angrek Riana Joko Widodo ini dapat
dilihat di rumah kaca koleksi anggrek. Namun, saat ini tak sedang berbunga.
Anggrek yang hanya satu pot itu dirawat hati-hati dengan harapan tumbuh tunas
baru sehingga bisa diperbanyak. Yang juga sedang diteliti dibiakkan di KRB adalah
anggrek Tien Soeharto (Cymbidium hartinahianum), spesies yang ditemukan
peneliti anggrek Rusdi Nasution tahun 1976. Penelitiannya dilakukan di
laboratorium sehingga pengunjung tidak bisa melihat. Koleksi anggrek lainnya
yang menyangkut tokoh adalah anggrek kimilsungia (Dendrobium kimilsung), bunga
nasional Korea Utara (Korut), yang diberikan Presiden Soekarno kepada Presiden
Kim Il-Sung yang berkunjung ke Bogor pada 13 April 1965. Menurut Suprih
Wijayanti, pengawas Griya Anggrek, anggrek kimilsungia hanya ada di KRB dan di
pembiakan kedutaan Korea Utara. Angrek yang ada di KRB juga disuplai dari sana.
”Banyak anggrek ungu beredar di pasaran atau masyarakat, tetapi itu bukan
kimilsungia. Jika mengerti anggrek, pasti tahu bahwa kimilsungia memiliki warna
ungu yang sangat terang dan khas. Dari jauh pun ungunya terang,” katanya. Di
rumah kaca juga ada Prasasti Kimilsungia buatan 14 April 2007 untuk mengenang
persahabatan dua pemimpin. Dibuat di sana karena Presiden Korut itu pernah
singgah dan diberi anggrek oleh Soekarno. Setiap 14 April, warga Korut
merayakan Festival Bunga Nasional-nya di sini, mengenang pemimpin dan
persahabatan kedua pemimpin. Di KRB, menanam dan membiakkan pohon sekaligus
merawat dan mengenang persahabatan, kehangatan sahabat, serta ikatan keluarga.
Kasih sayang universal itu semoga ditangkap dan dicontoh para
pengunjungnya.[Sumber : Kompas Sabtu 4 November 2017 | OLEH : RATIH P
SUDARSONO]
⇚⇚⇟⇟⇛⇛
Ancaman dari Udara di Ibu Kota
= 0 =
PASAR ASEMKA | Jaya Palawija, Semrawut Pasar Tumpah
Karena rapuh
sering dilanda banjir, Batavia mulai ditinggalkan warganya pada tahun 1790.
Sembilan tahun kemudian, kongsi dagang Belanda di Hindia Timur (Vereenigde
Oostindische Compagnie/VOC) bangkrut. Daendels lalu membongkar tembok kota pada
1808, dan menggeser pusat kota
ke Weltevreden.
Herman
Willem Daendels adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 1808-1811. Ia
tercatat mengubah tata kota Jakarta dengan memindahkan pusat kota ke
Weltervreden, kawasan di jantung Jakarta Pusat sekarang. Ia membangun istana
pemerintahannya, kini Gedung Kementerian Keuangan, di sisi timur Lapangan
Waterloo yang sekarang dikenal sebagai Lapangan Banteng. Kalangan elite Eropa
pun beramai-ramai pindah ke Weltevreden. Namun, tidak demikian dengan kalangan
pedagang besar Tionghoa. Mereka tidak mau beranjak dari kota lama. Bahkan,
sebaliknya, mereka mengembangkan pasar gelap palawija dan rempah yang menempel
di tembok kota lama sisi selatan bagian luar, menjadi Pasar Pagi (lama) yang
permanen. Julukan sebagai pasar gelap palawija sirna. Di kemudian hari, pasar
ini cikal bakal pasar tumpah Asemka. ”Nenek saya pernah bercerita, ketika
beliau muda, ia masih sering melihat kapal tongkang yang membawa bermacam
palawija dan rempah dari luar Jawa, masuk dari Kali Besar menuju Kali Krukut
dan sandar dekat Pasar Pagi,” ungkap Wiyono (53), Ketua RW 002 Kelurahan Roa
Malaka, Tambora, Jakarta Barat, saat ditemui, Sabtu (28/10). Sejak era VOC,
kapal pengangkut palawija dan rempah dari luar Jawa yang tiba di Pelabuhan
Sunda Kelapa (Jakarta Utara) masuk dan bongkar-muat barang di Kali Besar. Kali
ini diapit Jalan Kali Besar Timur dan Jalan Kali Besar Barat. Di kedua jalan
ini berderet kantor perusahaan besar perdagangan, dan bank, sementara deretan
gudang rempah milik mereka dibangun menyebar, antara lain di Jalan Teh, Jalan
Kopi, Jalan Lada, dan Jalan Kunir di Jakarta Barat hingga Kampung Bandan di
Jakarta Utara. Ketika kota lama ditinggalkan, kegiatan bongkar-muat di Kali
Besar reda. Tidak demikian dengan kegiatan bongkar-muat di Kali Krukut di
sekitar Pasar Pagi. Kegiatan bongkar-muat di sana justru semakin ramai. ”Saya
belum menemukan bukti arkeologis dan catatan sejarah mengenai Pasar Pagi,
tetapi jika merujuk toponimi nama Jalan Petongkangan, bisa jadi benar, pada
awal abad ke-19 itu, kapal-kapal tongkang di Kali Krukut bongkar-muat dekat
Pasar Pagi,” kata arkeolog Candrian Attahiyat yang dihubungi terpisah, Sabtu
(28/10). Karena belum ditemukan catatan sejarah Pasar Pagi, Andrian menduga,
awalnya Pasar Pagi ini cuma pasar gelap palawija dan rempah. ”Tampaknya para
pedagang besar Tionghoa, yang melihat perdagangan palawija dan rempah mulai
ditinggalkan Pemerintah Hindia Belanda, mengambil alih bisnis ini,” kata
Candrian. Wiyono sambil mengajak berkeliling Pasar Pagi menunjukkan, bangunan
di pasar itu umumnya memanjang tembus sampai Jalan Telepon Kota. Bagian depan
Ruko (rumah toko berlantai dua dengan arsitektur berlanggam Tiongkok) berada di
Pasar Pagi, sedang bagian belakang Ruko berupa gudang, menghadap Jalan Telepon
Kota. ”Dulu, gerobak pembawa palawija dan rempah, ramai keluar masuk memadati
Jalan Telepon Kota,” ungkap Wiyono. Pasar Pagi di Jalan Pasar Pagi, terletak di
sisi Jalan Petak Baru yang sejajar dengan Jalan Petongkangan.
Bongkar bangun
Perkembangan
pesat Pasar Pagi akhirnya memicu munculnya pasar tumpah di Jalan Petak Baru
ataupun Jalan Petongkangan. ”Awalnya muncul lapak-lapak pedagang ikan asin di
tengah, di antara Jalan Petak Baru dan Jalan Petongkangan. Ikan asin mereka
bawa dari Pasar Ikan, Kota Intan, Jakarta Utara. Para pedagang ikan asin ini
tergusur setelah Los Atom dibangun tahun 60-an,” ungkap Apuk (64), pemilik Ruko
di Jalan Petak Baru 5/2, Roa Malaka, Sabtu sore. Deretan kios ini menjual
bermacam pakaian dalam partai besar (grosir). Lokasinya tepat di bawah Jalan
Layang Pasar Pagi sekarang. Beberapa waktu setelah Los Atom selesai dibangun,
di Jalan Perniagaan Timur, di sisi Jalan Petongkangan, dibangun Los Kongsi
Besar. Deretan kios berdinding kayu berlantai dua ini menjual bermacam mainan.
Setelah Los Kongsi Besar dibangun, deretan kios Los Atom kios PKL yang menjual
aneka ragam barang, seperti mainan dan aksesori, terlihat di pinggir Jalan
Asemka, Jakarta Barat, Minggu (29/10) (kiri). Kali Krukut membelah kawasan
perdagangan Asemka, Jakarta Barat, Minggu (29/10). Kawasan tersebut setiap hari
selalu padat arus lalu lalang kendaraan dan perdagangan barang-barang grosir
dan eceran (kanan). diperpanjang dengan membangun Los Mini yang menjual barang
kelontong dan aksesori. Tahun 1989, para pedagang di Los Atom dan Los Mini
direlokasi ke Pasar Pagi (International Trade Centre) Mangga Dua dan Pasar
Asemka. Lahan di atas Los Atom dan Los Mini dijadikan taman. ”Saya masih ingat,
relokasi berlangsung saat Gubernur DKI-nya Wiyogo Atmodarminto,” kata Apuk.
Sepeninggal Los Atom dan Los Mini, kawasan permukiman pecinan di tepi Jalan
Petongkangan dan Jalan Petak Baru berkembang menjadi ruko, menggantikan peran
Los Atom dan Los Mini. Demikian pula kawasan permukiman di Jalan Perniagaan
Timur. Setelah Los Kongsi Besar dibongkar, para pemilik rumah di jalan ini buka
usaha yang sama, menjual bermacam mainan.
Asemka
Lokasi Pasar
Asemka yang mulai dibuka pada 1989 di Jalan Asemka masih di sekitar Jalan
Petongkangan-Jalan Petak Baru. Sejarahnya pun terkait kawasan Pasar Pagi. Nama
Asemka berasal dari bahasa Belanda, Asem Kade. Kade artinya tepian (Kali
Krukut), sedang Asem artinya pohon asam (yang tumbuh rindang di sepanjang Kali
Krukut). ”Pada era kakek saya, Asemka bukan kawasan yang populer,” ujar Wiyono.
Kehadiran pasar ini memicu menjamurnya para pedagang kaki lima yang segera
memenuhi kembali taman yang diapit Jalan Petongkangan-Jalan Petak Baru.
Lebih-lebih setelah Jalan Layang Pasar Pagi sepanjang 862 meter dibangun pada
1988. Dengan alasan suasana di kolong Jembatan Layang Pasar Pagi makin
semrawut, Gubernur DKI Sutiyoso memberi izin pengembang mendirikan 164 kios
permanen dua lantai di kolong jembatan layang tersebut dan tahun ini, deretan
164 kios tersebut kian panjang dengan dibangunnya 106 kios baru. Padahal,
sebelumnya Pemprov DKI sudah merencanakan akan membongkar 164 kios lama dan
para pedagang dipindahkan ke Pusat Grosir di Jalan Perniagaan Raya. Begitulah.
Los Atom dan Los Mini Dibongkar, terbitlah 270 kios baru. Kawasan Pasar Pagi
pun kian semrawut.[Sumber:Kompas, Senin, 30 October 2017 | OLEH WINDORO ADI]
Comments