NUSANTARA
Semilir dan Sejuknya
Hutan Bakau Cilacap
DEBU kendaraan
bermotor serta truk-truk tronton mengudara di jalan-jalan utama di Cilacap,
berjuluk Kota Bercahaya, yang terletak di pesisir selatan Jawa Tengah. Terik
matahari seolah membakar kulit pada Sabtu (9/9) siang itu.Namun, memasuki pelataran parkir Wisata Hutan Payau di Desa
Tritih Kulon, Kecamatan Cilacap Utara, angin segar terasa semilir dari
rimbunnya pohon bakau. Gapura selamat datang gagah menjulang tinggi menyapa
pengunjung di hutan bakau dengan luas areal yang mencapai 20 hektar. [...]
↺⇅↻
(*_*)
Tersihir Pesona Tebing Sungai Nif
... oo ...
Indonesia Dalam Sepetak Kebun
೧೦೧
HD Farm, Kreativitas
Petani Cinyurup
Kampung Cinyurup di Kecamatan Karangtanjung, Kabupaten
Pandeglang, Banten, kini penuh geliat kreativitas. Kampung yang dulu terlupakan
itu, sekarang menawarkan alternatif bagi orang kota untuk melepas penat dan
mencari damai.
Cinyurup berjarak 25 kilometer atau sejam perjalanan dari
Serang, ibu kota Banten. Jarak Cinyurup-Jakarta sekitar 100 km dengan waktu
tempuh sekitar 2,5 jam. Mungkin, terasa jauh. Namun, wisatawan yang datang
dijamin tak kecewa. Di Kampung Cinyurup yang terletak di lereng Gunung Karang,
wisatawan bakal dimanjakan panorama hijau hutan dan hawa sejuk pegunungan.
Sayup-sayup suara alat musik tiup tradisional toleat yang dimainkan petani
membuat wisatawan terlena. Pengunjung akan disambut gapura selamat datang di HD
Farm Cinyurup. Jalanan sedikit menanjak. Namun, jaraknya hanya 50 meter dari
pelataran parkir. Suasana asri perdesaan pun terasa. Rumahrumah penduduk dari
gedek (anyaman bambu), genteng tanah liat, dan kayu berjejer rapi. Selepas dari
jalur dibeton yang diapit rumah-rumah penduduk, wisatawan disuguhi pemandangan
indah. Lembah hijau, pepohonan tinggi dan rimbun. Dari ketinggian, perumahan,
jalan, dan kantor di Kabupaten Pandeglang terlihat jelas. Jika tak terhalang
kabut, wisatawan bisa menatap Gunung Salak sebagai latar belakang. Beranjak ke
bawah, menuruni undak-undakan, wisatawan akan disambut kandang domba, kelinci,
dan sapi. Ada 40 domba dalam empat kandang yang mengembik bersahutan. Panjang
setiap kandang sekitar 15 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 3 meter. Menurut
pengelola HD Farm, Madhadi (45), dulu nyaris tak ada yang unik di kampungnya.
Sebagian besar masyarakat Cinyurup menjadi petani sayur. Mereka menanam, antara
lain, wortel, bawang merah, labu siam, seledri, dan talas. Tahun 2004, sejumlah
petani berkumpul dan berinisiatif untuk beternak. Mereka menilai, Cinyurup
memiliki potensi untuk menjadi peternakan domba terpadu. Kotorannya bisa
dijadikan pupuk. Bonusnya tak terduga. Empat tahun kemudian, aroma khas kandang
domba mengundang banyak pengunjung ke Cinyurup. ”Awalnya, beberapa pembeli
domba yang datang ke Cinyurup terpukau menyaksikan pemandangan alam. Lalu
menyebar dari mulut ke mulut. Ada kawan dan keluarga pengunjung ikut datang.
Sejumlah mahasiswa pernah kuliah kerja nyata di Cinyurup,” kata Madhadi.
Dikelola mandiri
Menyadari ada peluang bisnis menggiurkan, warga berinisiatif
untuk mengelola secara lebih baik. Mereka mendirikan HD Farm pada 2015. ”HD
bukan singkatan. Nama itu dilafalkan hade. Dalam bahasa Sunda artinya bagus atau
baik. Sedangkan farm adalah peternakan,” kata Madhadi. Jumlah pengunjung HD
Farm sekitar 200 orang pada hari kerja dan 300 orang pada akhir pekan (Sabtu
dan Minggu). Tarif masuk HD Farm Rp 3.000 per pengunjung. dewasa ataupun anak.
Sementara tarif parkir Rp 10.000 untuk mobil dan Rp 3.000 untuk sepeda motor.
Warga menyediakan lahan parkir di sekitar HD Farm. Daya tampung HD Farm 300
orang. Menurut pengelola HD Farm lain, Muhamad Utin (42), tempat itu buka pukul
08.00-17.30. HD Farm seluas 4.000 meter persegi itu dilengkapi mushala.
Pariwisata di Cinyurup dikelola warga secara mandiri. Beragam makanan bisa
dinikmati di Cinyurup, antara lain cilok, nasi dan lauk pauk, mi, bakwan, serta
tahu goreng. Wisatawan bisa membeli talas beneng seharga Rp 800 per kilogram.
Berat setiap talas sekitar 10 kg. Talas dalam bentuk gaplek juga dijual dengan
harga Rp 7.000 per kg. Semuanya karya warga setempat. Bahtiar (32), wisatawan
asal Jakarta, mengatakan, Cinyurup mengasyikkan. Suasananya mirip kawasan
Puncak, Bogor. ”Saya tahu Cinyurup setelah mengakses internet. Di Banten,
sedikit sekali tujuan wisata di gunung,” ujarnya. Berbagai informasi membuat
Bahtiar tertarik berkunjung ke Cinyurup. ”Di sini bisa santai menyeruput
minuman dan menyantap hidangan hangat. Enak,” ujarnya sambil menikmati mi rebus
dan kopi panas di tengah udara dingin Cinyurup. Meghat Rakawinanggi (26) dari
Kota Serang mengatakan, pemandangan di Cinyurup sangat bagus dan hawanya sejuk.
”Angin sering berembus sehingga tidak terasa panas meski siang hari. Panorama
Cinyurup bagus buat foto-foto,” katanya. Hanya saja, menurut Meghat yang datang
dengan tiga kawannya, jalan menuju Cinyurup tak terlalu lebar. Pengemudi sepeda
motor tidak ada masalah. Namun, jika ada dua mobil berpapasan, pengemudi harus
melambatkan kendaraan.
Festival ”toleat”
Di tengah keterbatasan infrastruktur, warga Cinyurup terus
berkreasi. Kini para pemuda menjadi inisiator sekaligus penyelenggara Festival
Toleat. Festival Toleat Cinyurup 2017 memainkan toleat di Desa Juhut, Kecamatan
Karangtanjung, Kabupaten Pandeglang, Banten, Minggu (1/10). Toleat adalah alat
musik tiup tradisional yang biasa dimainkan petani dan gembala di daerah
setempat. Untuk pertama kali, Festival Toleat digelar tahun ini. Berlangsung
pada 1 Oktober. Puluhan peniup toleat dari sejumlah daerah hadir meramaikan
ruang udara Cinyurup. Toleat merupakan alat musik tiup dari bambu. Mirip
seruling, bedanya seruling punya tujuh lubang, sedangkan toleat hanya lima
lubang. ”Tulilulutttt... tulilutttt...,” begitu toleat berbunyi, nadanya lebih
panjang dan nyaring ketimbang seruling. Ketua Panitia Festival Toleat Cinyurup
2017 Muhamad Samsu mengatakan, toleat kerap dimainkan petani saat beristirahat
setelah menggarap ladang. Selain sebagai pelepas lelah, nada toleat yang tinggi
ampuh men- jadi pengusir burung di sawah. Samsu mengatakan, pesona toleat tak
hanya saat festival. Pemuda Cinyurup tengah membuat paket wisata anyar bertema
toleat. Direncanakan toleat tidak hanya sekadar dinikmati bunyinya. ”Wisatawan
akan diajak membuat toleat. Toleat buatan sendiri akan menjadi oleh-oleh dan
kenangan tersendiri bagi mereka yang pernah datang di Cinyurup,” katanya. Dari
dataran tinggi Banten, kreativitas warga Cinyurup berpotensi meninggalkan jejak
panjang. Bunyi toleat kini tak sekadar mengusir hama, tetapi juga untuk
mengundang wisatawan dan menyejahterakan warga. [Sumber : Kompas, Jumat 3 Nov
2017 | Oleh DWI BAYU RADIUS]
↻
Optimalkan Lahan Rawa Lebak
Petani membawa hasil panenan padi di
lahan rawa lebak, Desa Banua Hanyar, Kecamatan Daha Selatan, Kabupaten Hulu
Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, menggunakan perahu, Rabu (15/11). Lahan
rawa lebak untuk pertanian terus dioptimalkan dalam upaya mewujudkan ketahanan
pangan.
Pemerintah mengajak petani
optimalkan lahan rawa lebak untuk mewujudkan ketahanan pangan. Luas lahan rawa
lebak di Indonesia yang potensial untuk pertanian sekitar 10 juta hektar. Lahan
tersebut akan digarap secara bertahap dengan mekanisasi pertanian agar bisa
panen tiga kali dalam setahun. Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam panen
padi di lahan rawa lebak di Desa Banua Hanyar, Kecamatan Daha Selatan,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Rabu (15/11), mengatakan,
potensi lahan rawa lebak untuk pertanian luar biasa. Karena itu, harus segera
digarap supaya Indonesia jadi negara pengekspor beras. ”Kita sudah swasembada.
Selanjutnya, kita bangunkan ’raksasa tidur’, yaitu lahan rawa lebak, lahan
pasang surut, dan lahan tadah hujan supaya bisa menjadi negara pengekspor beras
di Asia Tenggara,” katanya. Tahap pertama 2018, kata Amran, ada 500.000 hektar
(ha) lahan rawa lebak di Sumatera Selatan, 300.000 ha di Kalimantan Tengah, dan
100.000 ha di Kalimantan Selatan ditanami padi organik. Pemerintah memberikan
bantuan alat mesin pertanian untuk menggarap lahan. ”Untuk menggarap lahan rawa
lebak, kami menyiapkan 200-300 unit ekskavator dan 3.000-4.000 unit traktor
besar. Paket pekerjaannya mulai dari menggali, membuat kanal dan tanggul untuk
menjadikan lahan pertanian yang bisa panen tiga kali dalam setahun,” tuturnya.
Jika berhasil menggarap 1 juta ha lahan rawa lebak saja, produksi padi
dipastikan meningkat signifikan. Dengan produktivitas rata-rata 6 ton gabah kering
giling (GKG) per hektar dan panen tiga kali, dalam setahun bisa menghasilkan 18
juta ton GKG. ”Kita bisa ekspor,” ujar Amran. Kepala Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Kalsel Fathurrahman mengatakan, luas lahan rawa lebak di
Kalsel lebih dari 100.000 ha, tetapi yang digarap belum sampai 100.000 ha.
”Dari luasan tersebut, yang sudah dua kali panen dalam setahun baru 5 persen
dengan produktivitas lebih dari 5 ton GKG per hektar,” ujarnya. Bupati Hulu
Sungai Selatan Achmad Fikry mengatakan, pihaknya sangat mendukung pengembangan
sektor pertanian. ”Daerah kami sudah surplus beras. Mudah-mudahan dengan
dukungan Bapak Menteri Pertanian, daerah kami bisa menyuplai beras ke daerah
lain,” katanya. Untuk menggarap lahan rawa lebak di Hulu Sungai Selatan,
Menteri Pertanian memberikan bantuan 4 traktor besar, 10 traktor tangan, serta
mengerahkan 4 ekskavator untuk membuat tanggul.
Stok beras
Curah hujan yang berlebih sepanjang
tahun berdampak positif pada pertanian tanaman pangan di Sulawesi Selatan. Produksi
gabah kering giling sudah 5,7 juta ton. Diperkirakan mencapai 6 juta ton pada
akhir tahun. Kondisi ini membuat Pemerintah Provinsi Sulsel optimistis cadangan
pangan cukup untuk dua tahun. ”Sampai sekarang tidak ada sawah yang tidak
tertanami secara optimal. Lahan produktif, terutama yang beririgasi teknis,
berkontribusi bagus. Ini membuat kami yakin stok pangan cukup hingga dua
tahun,” kata Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Sulsel, Rabu.
Syahrul mengemukakan itu di sela-sela rapat koordinasi ketahanan pangan Sulsel.
Selama ini, Sulsel berkontribusi sebagai pemasok beras terbesar keempat di
Indonesia. Kepala Dinas Pertanian Sulsel Fitriani MP mengatakan, tahun ini
hujan yang berlebih berdampak positif pada sektor pertanian. Lahan tadah hujan
yang biasanya ditanami setahun sekali, tahun ini bisa dua kali. Selain padi,
tahun ini hasil panen jagung juga lebih dari 2 juta ton. Meskipun produksi
aman, pengamat pertanian dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Ambo Ala,
mengingatkan pemerintah untuk mengubah persepsi ketahanan pangan hanya dari
sisi produksi. Seharusnya, ketahanan pangan juga melihat berbagai aspek lain,
seperti pola konsumsi masyarakat, aspek lingkungan, dan sosial.[Sumber :
Kompas, Kamis 16 November 2017 Oleh
:JUM/REN]
೧೦೧
Pernah melihat air gambut? Kalau belum, gampang membayangkannya. Air gambut persis seperti air seduhan teh kental, berwarna merah kecoklatan. Bedanya, air yang berasal dari tanah sisa-sisa pelapukan tumbuhan setengah membusuk itu rasanya asam dengan pH sekitar 3.5. Makanya, air gambut tidak layak dikonsumsi. Bagaimana kalau tidak ada air selain air gambut yagn bisa dikonsumsi? Desi [...]
Comments