TERAS KITA

KOMUNITA PASIEN CUCI DARAH

Berjuang demi Kesehatan


Tak banyak komunitas pasien yang giat berjuang agar mendapatkan hak-haknya. komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) bisa menjadi contoh gerakan itu.
Sebanyak 28 pengurus KPCDI se-Indonesia, mulai dari ketua umum, sekretaris jenderal, bendahara, sampai pengurus cabang, yang semuanya adalah pasien cuci darah, bahu-membahu untuk membuat sesama pasien mendapat layanan kesehatan sesuai aturan. Tak hanya memikirkan diri sendiri. Mereka juga memberika nedukasi kepada masyarakat agar hidup sehat sehingga terhindar dari wajib cuci darah seperti mereka.
Kondisi mereka nyaris tak berbeda dengan orang pada umumnya. Secara fisik-kecuali Sekjen KPCDI Petrus Hariyanto yang harus membawa tongkat-delapan pengurus KPCDI yang Minggu (26/.11) mengadakan pertemua di kawasan Mataram, Jakarta, tampak sehat.
Bahkan, tubuh ketua Departemen Informasi dan Komunikasi Donny Marojahan Nainggolan terlihat segar. "Padahal, kami semua pasien cuci darah," ujar Eva Saulina Tampubolon, sang bendahara, diiringi derai tawa pengurus lain dari Jakarta dan Bekasi.
”Padahal, kami semua pasien cuci darah,” ujar Eva Saulina Tampubolon, sang bendahara, diiringi derai tawa pengurus lain dari Jakarta dan Bekasi. Meski tampak sehat, sebenarnya kondisi mereka rentan. Keadaan fisik pasien cuci darah bisa berubah menjadi kurang sehat. Itu terjadi, misalnya, ketika kadar hemoglobin di dalam darah turun atau denyut jantung tiba-tiba lebih kencang daripada seharusnya. Pada pokoknya, mereka sangat menggantungkan diri pada mesin cuci darah beserta sejumlah obat-obatan. Itulah sebabnya, ketika ada kebijakan merugikan pasien cuci darah, KPCDI mencari solusi terbaik bagi pasien. 
”Posisi sebagai pasien sering kali lemah. Kami kerap tak tahu banyak urusan medis berkaitan dengan penyakit kami. Kalaupun tahu, juga tak berani mempertanyakan kebijakan yang keliru. Di sini KPCDI yang mengurus kepentingan kami,” tutur Thomas Ndun, pasien cuci darah yang juga anggota KPCDI.
Beberapa persoalan yang pernah pengurus selesaikan antara lain kasus di unit hemodialisis sebuah rumah sakit di Jakarta yang memakai tabung cuci darah hingga 30 kali. Padahal, maksimal pemakaian alat hanya tujuh kali. Jika keadaan itu dibiarkan, nyawa pasien terancam karena kinerja alat dalam membersihkan darah menentukan mutu darah yang keluar dari alat itu. 
Kasus lain, masih ada rumah sakit atau klinik yang mengutip biaya kamar bagi pasien cuci darah peserta BPJS beserta obat bagi mereka. Sesuai aturan pemerintah, biaya yang ditanggung BPJS sudah termasuk kamar yang digunakan pasien plus obat semisal untuk menaikkan kadar HB dan lain-lain. Ketua Umum KPCDI Tony Samosir (34) menyatakan, selama ini kasus yang menimpa pasien bisa diselesaikan secara mediasi. ”Belum ada yang harus lewat jalur somasi. Kami bersyukur, pihak rumah sakit dan BPJS mau duduk bersama dengan kami untuk menyelesaikan persoalan secara baik-baik dan cepat,” ujarnya.
Awalnya berdua
Sejarah pembentukan KPCDI unik. Awalnya, suatu hari Tony bertemu Petrus Hariyanto di sebuah klinik hemodialisis. Keduanya sedang menjalani cuci darah. Tony sudah sembilan tahun menjalani cuci darah, sedangkan Petrus sudah cuci darah selama empat tahun. Dalam perbincangan tersebut, mereka sepakat membuat komunitas untuk menampung dan memperjuangkan kepentingan pasien cuci darah.
Petrus dan Tony, yang membentuk KPCDI pada 15 Maret 2015, sekaligus menggagas keberadaan departemen advokasi, informasi, edukasi. Kini, anggota komunitas ini sekitar 1.500 orang. Pengurus rata-rata berusia muda, 25 hingga 30-an tahun, dengan latar belakang profesi bermacam-macam. Tanpa bayaran, justru harus sering keluar uang pribadi, mereka membuat banyak program untuk edukasi dan advokasi bagi sesama pasien dan masyarakat umum. Di tengah kesibukan bekerja dan berkeluarga, pengurus harus siap membantu anggota yang butuh pendampingan atau bantuan uang. Toh, mereka bersukacita melakukannya. ”Komunitas ini memberi energi bagi saya,” kata Petrus. Donny menambahkan, dirinya bisa tertawa melepas kegalauan hati saat berkumpul di KPCDI. ”Kalau aku sedang mengeluhkan kondisi badan, orang rumah hanya bisa bilang sabar. Di sini, bisa bertemu kawan yang paham keadaan kita. Galaunya bisa hilang,” tutur Donny.[Sumber:Kompas, Selasa, 28 November 2017|oleh:TRI]

Comments

Popular Posts