Entah dimana di Nusa Penida
Persiapan pebmakaran jasad di dekat dermaga tempat jukung berlabuh
Siang terindah di pantai berbatu dalam terik yang menyengat kulit tubuh dalam bentangan langit biru dan suasana sepi...
Rekuiem Burung Mati
sebelum tikar kubentangkan
lonceng terakhir dalam dirimu
kurayakan ranjangmu hari ini
sebelum tidur kehilangan tidur
setiap malam kudengar
gaung lonceng masa sekolah
suara samar burung malam
yang melayang di seberang jendela
seseorang datang ata upergi
menyerupai langkah hantu dini hari
begitu lembut jejaknya menjauh
dari halaman rumah
sebelum tidur kehilangan tidur
kurayakan ranjangmu malam ini
bersama nyanyian abadi burung mati
tubuh ktia yang senyap
hidup kita yang senyap
serupa dasar kolam yang gelap
2016_ Warih Wisatsana tinggal di Denpasar, Bali
Kaki Candi
hamparan dinding ini penuh pahatan tak selesai
atau sengaja ditinggalkan penciptanya
agar waktu kelak menyempurnakannya
bung padma menggengan dalam telaga
wajah welas asi hsunyi semadi di tepi
raja hening dalam bayang purnama
bagaimana memahami ini
prasasti kikis oleh hari
sebagian huruf lenyap
sebagian siratan senyap
hanya perahu tanpa layar terpancang lengang
dalam balutan lumut meruagn di dinding
menungguku berlayar ke masa lalu
di mana segala mula luluh mewaktu
namun bukan patung singa tau naga
membayangi ingatan sepanjang pulang
hanya seekor katak melayang hampa di udara
juga sebatang pohon menua tinggal rangka
2016_ Warih Disatsana tinggal di Denpasar, Bali
SITUS
riak sungai siak bagai baris sajak
menyeruku pulan kepadamu
dari hulu ke muara
dari mantra ke mula kata
candi dalam diri
tak terkikis hari
panggil dengan seruan itu
ikan di lubuk penyu di payau
enggang di sarang datanglah datang
menyelam kedalaman malam
sehening batuan berdiam
bersama ikan kecil tak bermata
berserah doa hingga fajar tiba
seruan penyair melipur umur
ingin pulang menemu ibu
setelah lintas lima benua
mengharu biru kemilau dunia
datanglah datang wahai sayap kata
membumbunglah setinggi mantra
sebab batu tak mau tersedu dikutuk waktu
riak sungai siak bagai baris sajak
menyeruku plang kepadamu
2016_ Warih Wisatsana tinggal di Denpasar, Bali.
Mimikri
Sehijau apa pun aku sembunyi
masih terlacak jejak
dari semak hingga pucuk
sekalian daun samaran diri
Sebab segenap kata sudah terbaca dari semula
siasia kiasan bila tak melampau diri yang percuma
maka kau tak mengenakan topeng batang pisang
berpura bisu sepenuh waktu meniru hening batu
atau ke dalam cermin mengelabui diri, mematut-matut hati
mengudga bahwa setiap wajah pastila hberlapis wajah lain
mungkin aku pangeran burnonan atau hanya penjahat kambuhan
berpura ringan batin, menjerat siapa saja dengna janji peruntungan
sebelum lumat akhirnya terlilit jaring laba-labaku yang kesepian
Sebab sayap tak harus kepak atau sekedar ungkapan terbang
demikian pun kupu-kupu bukan melulu ulat dalam kepompong
bebas lepaskan ingatan dari rundungan kenangan seharian
barulah mungkin hujan semalaman sungguh terasa kyupkan badan
kini aku menari melayang serupa serngga tak bersarang
sepenuh riang membujuk bunga lelehkan wangi dan madu
tapi ini buka nmanisan kata bukan pula pelipur rasa semata
makan mungkin aku laba-laba samaran dirimu
pun kupu-kupu sekalian ulat dalam kepompong
namun jangan kelabui bening pandang itu
dengna kiasan srupa terbang atau hanya melayang
Sebiru apa pun aku menyamarkan diri, masih lapangkah langit menaungi
2017_Warih Wisatsana tinggal di Denpasar, Bali
Comments