Dari Perusak Menjadi Pelestari Lingkungan

Sungai Klampok yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Jragung mengalir di Kelurahan Ngempon, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (7/8). Organisasi Pelestari Sungai Indonesia dari Kelurahan Ngempon terus mendorong kelestarian Sungai Klampok. Sebagian daerah aliran sungai itu berada di kawasan industri di Kabupaten Semarang.
Sungai yang mengalir di antara belantara pabrik di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, kian pekat menghitam. Hal itu membuat sekelompok pemuda tergerak. Mereka yang sekian lama mengeruk ikan tanpa aturan kini beralih jadi patriot lingkungan. Industri digandeng agar berhenti mencemari kali.
Terik surya seperti mencakar kulit kepala saat Nur Iman (30) menyusuri pematang sawah menuju bantaran Sungai Klampok di sekitar Candi Ngempon, Desa Ngempon, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, pertengahan Agustus lalu. Sejenak dia berhenti sambil memandang papan di tepi kali bertuliskan ”Lestarikan Sumber Daya Ikan” beserta sejumlah aturan pemerintah di bawahnya. Ingatannya melayang ke awal 2000-an. ”Kala itu, di sungai ini, ikan melimpah. Warga memancing menggunakan jala dan obat,” ujar Iman. Bahkan, dia pernah menyaksikan langsung ada warga bisa membawa pulang ikan air tawar sebanyak tiga karung setelah memancing seharian. Namun, dampak dari pengambilan ikan besar-besaran itu dirasakan oleh warga Ngempon beberapa tahun terakhir. Lama-kelamaan, ikan susah didapat. Ngastawi (40), warga Ngempon lain, pernah mengambil ikan dengan jala hingga mendapat 3 kilogram. ”Mancing setengah hari bisa dapat lebih dari 3 kilogram. Kami waktu itu enggak mikir ikan bakal habis. Lama-kelamaan baru merasakan sendiri makin sulit mendapat ikan,” tuturnya. Selain akibat pengambilan ikan tanpa batasan dan dengan cara yang tidak sesuai kaidah konservasi, pembuangan limbah cair dari pabrik-pabrik di sekitar Sungai Klampok juga semakin merusak ekosistem sungai dan membuat populasi ikan makin menyusut. Padahal, Sungai Klampok yang menjadi bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Jragung yang berhulu di Gunung Ungaran memiliki peran penting mengaliri sawah-sawah di Kabupaten Semarang. Sadar akan hal itu, warga berhenti mengambil ikan secara brutal. Para petani, pemancing, serta elemen masyarakat lain mendirikan Organisasi Peduli Sungai Indonesia (OPSI) Sungai Klampok pada Oktober 2007. Tujuannya adalah menjaga kelestarian sungai yang sekian lama menghidupi mereka. Muhammad Amin, pengurus OPSI Sungai Klampok, mengatakan, aktivitas menangkap ikan sebenarnya menjadi tradisi di lima desa yang dilewati Sungai Klampok. ”Lama-kelamaan, kami bertanya-tanya, kenapa ikannya tidak ada. Kami pun sadar ada yang salah. Dan kini kami memiliki moto, lestari sungai, lestari alamku,” ujar Amin.
”Virus” konservasi
Setelah berulang kali digelar dialog dari hati ke hati, pemahaman warga mulai terbuka. Mereka menjadi sadar pentingnya pelestarian lingkungan. Yang pertama dilakukan warga, menghentikan penangkapan ikan dengan obat-obatan dan jala. Warga hanya menangkap ikan dengan alat pancing. Selanjutnya, mereka memasang sejumlah papan peringatan untuk mencegah pencemaran dan ajakan pelestarian lingkungan di sekitar sungai. Pelestarian sungai dilakukan dari hal-hal kecil, di antaranya melakukan pembersihan di sejumlah ruas Sungai Klampok. Mereka juga saling menegur jika ada warga yang masih nekat mengambil ikan dengan jaring. Para anggota OPSI tak lelah menyebarkan ”virus” kesadaran lingkungan ke desa-desa lain. OPSI yang awalnya dibentuk di Desa Ngempon kini mampu merangkul 18 desa dan kelurahan dari tiga kecamatan, yakni Bergas, Pringapus, dan Bawen. ”Berikutnya, kami juga menyasar siswa sekolah agar kepedulian akan sungai tertanam sejak dini,” kata Amin. Menurut dia, dalam waktu dekat akan ditandatangani kerja sama antara OPSI dan Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang terkait rencana sosialisasi tersebut. Dengan kesepakatan itu, OPSI akan melakukan sosialisasi kesadaran konservasi sungai di sejumlah sekolah, mulai dari TK hingga SMP. Setelah membenahi perilaku warga, OPSI berupaya ikut menanggulangi pencemaran sungai dari limbah industri. Pencemaran dari limbah pabrik dinilai cukup masif karena air sungai yang dulu jernih kini berubah menjadi hitam, bahkan terkadang bercampur warna kemerahan dan kuning. Limbah cair itu berasal dari berbagai macam pabrik, termasuk industri garmen, di sekitar sungai. Amin mengatakan, pihaknya berupaya mengawasi pembuangan limbah tersebut. Saat ada pencemaran, misalnya, anggota OPSI melaporkan sejumlah pabrik ke kepolisian, mulai dari tingkat polsek, polres, hingga polda. ”Dalam perkembangannya sempat alot. Ancaman dari pihak industri kerap terjadi,” kata Amin mengenang. Namun, hal itu mereka maknai sebagai konsekuensi dari upaya konservasi yang dilakukan. Akhirnya, melalui serangkaian dialog, OPSI dan perwakilan industri bersepakat untuk sama-sama menjaga kelestarian lingkungan dengan difasilitasi Pemerintah Kabupaten Semarang. Hal ini diawali dengan terbentuknya Forum Komunikasi Aliran Sungai Klampok pada 2016. Pada tahun 2017, pembentukan forum itu diresmikan bupati lewat surat keputusan. Forum ini berisi perwakilan OPSI dari masyarakat, industri, dan pemerintah. ”Lewat forum tersebut, kami dapat duduk bersama untuk mencari solusi. Pada intinya, semua sepakat untuk bersama-sama menjaga agar Sungai Klampok lestari,” kata Amin.
Strategis
Amin menuturkan, pelestarian Sungai Klampok sepanjang 48 kilometer mempunyai peran strategis karena merupakan jantung dari DAS Jragung. Meski hanya 16 persen dari total DAS Jragung, Sungai Klampok mengaliri sejumlah daerah lain, seperti Kota Semarang, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan. Kiprah OPSI mulai mendapat apresiasi setelah menjadi salah satu perwakilan Jateng dalam Lomba Petugas Operasi dan Pemeliharaan Irigasi, Bendungan, Daerah Irigasi, dan Komunitas Peduli Sungai Tingkat Nasional di Semarang, Juli 2017. Kini, lomba tersebut masih dalam tahap penilaian. Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Kabupaten Semarang Budi Santosa mengapresiasi gerakan konservasi yang digagas OPSI karena sepenuhnya bermula dari kesadaran masyarakat. Bahkan, kesepakatan dengan pihak industri pun terbangun secara swadaya. Pemerintah hanya menjembatani. Dengan adanya forum komunikasi itu, menurut Budi, kerusakan lingkungan sungai diharapkan dapat benar-benar ditekan. Ke depan, pihaknya akan memasukkan program-program konservasi, termasuk yang dilakukan elemen masyarakat seperti OPSI, ke dalam alokasi penganggaran daerah. ”Tentu, seiring peningkatan jumlah penduduk, kondisi tidak akan bisa sama seperti dulu. Tetapi, setidaknya kerusakan ekosistem tidak bertambah parah,” ujar Budi. Kendati pertambahan penduduk, perubahan pola iklim, dan alih fungsi lahan menjadi keniscayaan, kesadaran warga merawat sungai menjadi modal kuat pelestarian alam. Sudah saatnya kebiasaan mencemari dan merusak diakhiri karena warga di sekitarnya yang bakal pertama kali merasakan dampak saat sungai tak lagi lestari.[Sumber :Kompas 27 September 2017 | Oleh ADITYA PUTRA PERDANA]

Comments

Popular Posts