Menggerakan Warga Bersihkan Tukad Bindu
Sekitar delapan tahun I Gusti Rai Ari Temaja atau Gung Nik bergerak serta mengajak warga untuk membersihkan Tukad (Sungai) Bindu. Kini, air Bindu, yang bebas sampah itu, selain dimanfaatkan sejumlah subak untuk persawahan, juga menjadi tempat rekreasi keluarga perkotaan. Sebagai Kepala Lingkungan Banjar Ujung, Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali, Gung Nik mengajak warga untuk mengembalikan paras cantik Tukad Bindu.
KINI, Tukad Bindu yang bersih mengalir di tengah padatnya
Denpasar itu telah menginspirasi sejumlah warga perkotaan lainnya di luar Bali.
Gung Nik berhasil menggugah kesadaran masyarakat sekitarnya lewat Yayasan Tukad
Bindu. Demi alam yang semakin baik dan bersih, warga empat banjar pun bersatu.
Tukad Bindu dengan panjang 1,5 kilometer berada di empat banjar, yaitu Banjar
Ujung, Banjar Abinangka Kaja, Banjar Abinangka Kelod, dan Banjar Dukuh.
Menurut Gung Nik, tantangan bermula dari tawaran
Pemerintah Kota Denpasar melalui program kali bersih (prokasih) pada tahun 2010
untuk membersihkan Tukad Bindu yang kotor. ”Tawaran itu benar-benar menyadarkan
saya,” kata Gung Nik sambil memandangi sejumlah anak-anak yang berenang di
sungai itu.
Delapan tahun lalu dia pun bertekad harus bisa
mengubah sungai kotor itu bersih kembali seperti saat masa kecilnya. Warga
perlu kembali menjadikan sungai menjadikan pekarangan rumahnya. ”Jika warga
sekitar sungai itu memahami pekarangan itu semestinya indah, segalanya pasti
mudah,” katanya.
Tukad Bindu memang sungai yang mengaliri sejumlah
subak-subak kota hingga pinggiran. Terdapat satu pintu air yang selalu dijaga
debitnya oleh petugas pintu air dari kantor Balai DAS Denpasar. Hanya saja,
saat itu sungai serta bantarannya penuh sampah. Pepohonan liar tumbuh di
pinggiran sungai dan tak bakalan orang mau mandi atau sekadar berjalan-jalan di
Bindu.
Ajakan Gung Nik ternyata bersambut oleh tiga rekannya
sesama kepala lingkungan dari tiga banjar lainnya. Ajakan gotong royong untuk
membersihkan sungai pun bergulir.
Namun, tidak semuanya mulus. Kepemilikan tanah-tanah
di bantaran sungai itu hampir semuanya hak milik pribadi. ”Saya tidak memaksa
siapa pun untuk ikut. Saya hanya mencoba menggugah kesadaran masyarakat untuk
kembali menjadikan sungai ini bersih dan asri. Bebas sampah, bebas banjir,
bebas penyakit,” ujarnya.
Gung Nik sering mendapati warga membuang dan membakar
sampah dengan sesuka hati di kebunnya sendiri. Namun, saat Gung Nik menawari
warga itu menyewakan lahannya untuk pembuangan sampah warga sekitar, warga
pemilik kebun itu menolak. ”Apa bedanya. Sama-sama menjadi pembuangan sampah.
Tanggung kalau hanya untuk pembuangan sampah dari dirinya saja,” ujarnya.
Belakangan warga itu tidak lagi membuang dan membakar
sampah di kebunnya. Kebun itu pun berubah menjadi taman yang indah.
Hal itu membuat Gung Nik lega karena semua pada
akhirnya menyadari pentingnya membersihkan sampah dari pandangan di aliran
Bindu dan sekitarnya. Lambat laun kesadaran warga lainnya pun bertumbuh. Gung
Nik tak ingin melawan siapa pun, ia hanya ingin merangkul dan bersama-sama
sadar.
I Gusti Rai Ari Temaja
Demi kebersamaan
Warga sekitarnya pun akhirnya bersepakat membantu Gung
Nik untuk bersama-sama membangun lingkungan yang bersih. Sejumlah warga menjadi
sukarelawan dan membentuk Relawan Tukad Bindu. Sukarelawan-sukarelawan ini
datang dari berbagai profesi. Mereka ngayah (gotong royong membantu tanpa
bayaran). Sama halnya dengan Gung Nik, ia pun tak hanya ngayah tenaga, tetapi
juga gaji sebagai kelian banjar diberikan untuk kebaikan Tukad Bindu.
”Tak apa demi kebersamaan. Toh, saya masih memiliki
penghasilan lainnya bukan hanya sebagai kelian banjar,” ucapnya.
Menurut Gus Nik, urusan kebersihan sungai itu harus berawal
dari siapa yang tinggal di sekitarnya. Tak bisa mengandalkan dari pemerintah
saja. Pada awalnya, setiap pekan hanya beberapa orang yang bergotong royong membantu Gus Nik
membersihkan sungai, membabat pohon
liar, memotong rumput, hingga membersihkan sungai dari sampah. Mereka
menyisakan beberapa pohon yang dianggap memperindah lingkungan secara alami.
Pemerintah Kota Denpasar pun mengapresiasi Komunitas
Tukad Bindu. Gung Nik dan warga lainnya dianggap berhasil membangunkan
kesadaran warga sekitar sungai untuk hidup bersih selama sekitar tujuh tahun.
Tahun 2017, Tukad Bindu pun resmi menjadi obyek wisata unggulan Kota Denpasar.
Kios-kios makanan yang dikelola warga pun disediakan dan dimanfaatkan warga
tanpa dipungut biaya.
Inovasi pun tak berhenti menjadikan Tukad Bindu obyek
wisata. Sukarelawan-sukarelawan itu terus memberikan edukasi kepada masyarakat
untuk menjaga alam. Sekolah sungai digelar beberapa kali untuk memperkenalkan
wajah sungai yang baru dan manfaatnya.
Gus Nik pun menawarkan kerja sama penggarapan
lahan-lahan bantaran kepada beberapa kampus. Tanggapan dari kampus ternyata
bagus dan menjadikan Bindu sebagai laboratorium kampus, mulai dari soal
pertanian hingga pembangkit listrik tenaga hidro mikro. Misalnya, laboratorium
pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar dan Politeknik Negeri Bali.
Politeknik Negeri Bali memanfaatkan derasnya air
sungai Tukad Bindu untuk membuat pembangkit listrik tenaga hidro mikro (PLTHM).
Hasilnya, PLTHM itu saat ini mampu menghasilkan 7.500 watt listrik. Tukad Bindu
menjadi kawasan yang dilengkapi dengan wahana energi baru terbarukan (EBT)
bernama Harmoni Energi Nusantara Indonesia (HENI) Mikro. Pada HENI Mikro yang
terpasang satu unit kincir angin dengan kapasitas 7.500 watt atau setara dengan
7,5 KVA ini sudah melebihi kebutuhan di kawasan Tukad Bindu.
Bukan hanya Pemerintah Kota Denpasar yang
mengapresiasi perjuangan warga setempat untuk terus berdaya. Pemerintah pusat
pun, di antaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan
Nasional Penanggulangan Bencana, dan CEO World Bank Kristalina Georgieva,
menjadikan kawasan Tukad Bindu sebagai contoh bagaimana sungai di tengah
perkotaan padat mampu menjadi pekarangan yang indah.
Gung Nik pun didaulat untuk berkunjung ke sejumlah
lembaga dan beberapa instansi dan kampus untuk berbagi tips kesuksesan serta
memotivasi warga sekitar tempat tinggalnya untuk menghargai lingkungan dan
menjaga kebersihan. ”Ya, saya harus berbagi. Semakin banyak generasi, semakin
maksimal propaganda bersih sungai ini menyebar ke mana-mana,” kata Gung Nik.
I Gusti Rai Ari
Temaja
Lahir: Denpasar, 23 April 1973
Istri: Luh Made Ernayani
Anak:
1. I Gusti Suryabrata Satrya Cahaya Natha
2. I Gusti Mukti Subhukti Satrya Baghaskara Natha
Sekolah:
-SD Saraswati 2 Denpasar
-SMP PGRI 2 Denpasar
-SMA Negeri 3 Denpasar
-Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa, Denpasar
Pekerjaan:
– Kepala Lingkungan Banjar Ujung, Kota Denpasar
– Pengawas Yayasan Tukad Bindu
– Konsultan properti
Penghargaan, antara lain:
1. Apresiasi Spesial kepada Komunitas Peduli Sungai
Tukad Bindu dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (April 2018)
2. Penghargaan Inovasi Penyelenggaraan Pembangunan
Infrastruktur untuk Pertumbuhan dan Pemerataan Kementerian PUPR kepada Komunitas
Peduli Sungai Tukad Bindu (Desember 2018) [Sumber : Kompas, |Oleh:]
Comments