Karangsong Terus Dikembangkan
Pelestarian Mangrove Masuk Kurikulum Sekolah
INDRAMAYU — Setelah menjadi pusat pengembangan mangrove
wilayah barat Indonesia 2015, kawasan Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat, kini menjadi pusat penelitian mangrove. Programnya fokus pada
pelestarian mangrove, konservasi keanekaragaman hayati, ekowisata, perubahan
iklim, dan pemberdayaan masyarakat. Hal itu dideklarasikan Badan Penelitian
Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Balitbang
dan Inovasi KLHK) bersama Pemerintah Kabupaten Indramayu, Sabtu (28/10), di
Karangsong. Kepala Balitbang dan Inovasi KLHK Henry Bastaman mengatakan,
penetapan Karangsong sebagai pusat penelitian mangrove karena warga yang
tergabung dalam Kelompok Pantai Lestari mampu menangani abrasi cukup parah satu
dekade lalu. Sejak dikembangkan tahun 2008 dengan bantuan tanggung jawab sosial
PT Pertamina RU VI Balongan, lebih dari 20 hektar lahan sekitar pantai telah
tertutupi mangrove. Warga Karangsong juga mencoba mengembalikan mangrove
Indramayu yang kini tersisa 103,19 hektar. Sepuluh tahun lalu luas hutan
mangrove 17.782 hektar. ”Peneliti kami akan melihat mengapa masyarakat di
Karangsong bisa melakukan hal ini. Pelajaran menjelajah kawasan hutan mangrove
di Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (28/10). Badan Penelitian
Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan
kawasan tersebut sebagai pusat penelitian mangrove. Sejak dikembangkan pada
2008, Karangsong kini menjadi tempat 49 spesies burung dan 22 jenis mangrove.
ini akan disebarkan ke daerah pesisir lain, terutama yang sudah rusak,” ujar
Henry. Henry mengatakan, program tersebut menindaklanjuti arahan Menteri KLHK
Siti Nurbaya yang mencanangkan Karangsong sebagai pusat pengembangan mangrove
wilayah barat Indonesia dua tahun lalu. Penegasan itu dilakukan pada Karangsong
Mangrove Festival yang digelar Kompas bekerja sama dengan PT Pertamina
(Persero). Pusat mangrove wilayah timur lebih dulu ditetapkan di Bali. Di
Karangsong, berbagai jenis mangrove dikembangkan antara lain pidada, api-api,
dan berbagai jenis mangrove lain. Rimbunan pokok mangrove yang mencapai tinggi
4 meter itu menjadi tempat 49 spesies burung. Peneliti Utama Puslitbang Hutan
Balitbang dan Inovasi KLHK Hendra Gunawan mengatakan, hasil penelitian di
Karangsong terkait keanekaragaman hayati, ekowisata hingga pemberdayaan
masyarakat akan ditularkan ke daerah pesisir lain. Apalagi, tutupan hutan
mangrove di Indonesia semakin turun, dari 3,5 juta hektar tahun 1990 menjadi
2,9 juta hektar pada 2016. Padahal, Indonesia menyumbang 26-29 persen dari mangrove
dunia. Salah satu kendala pengembangan mangrove, menurut Hendra, adalah
pembuatan tambak yang tidak mempertimbangkan dampak abrasi. ”Padahal, ada cara
agar masyarakat tetap jadi petambak, tetapi tidak menebang mangrove. Ini akan
dikembangkan,” katanya.
Masuk kurikulum
Balitbang dan Inovasi KLHK bersama PT Pertamina dan Dinas
Pendidikan Indramayu memasukkan pelajaran mangrove dalam kurikulum sekolah
dasar. Saat ini, ada 11 SD percontohan menerapkan mata pelajaran itu, seperti
SDN 1 Pabean Udik. Ada buku khusus mangrove yang ditulis Balitbang dan Inovasi
KLHK bersama guru. ”Mewariskan hutan mangrove saja tidak cukup. Harus ada ilmu
melestarikan,” ujar Hendra yang ikut menyusun buku tersebut. Ali Sodikin, Ketua
Kelompok Pantai Lestari, berharap, penetapan Karangsong sebagai pusat
penelitian mangrove bermanfaat bagi masyarakat, termasuk petambak. Menurut dia,
sejak dicanangkan sebagai pusat pengembangan mangrove wilayah barat Indonesia
dua tahun lalu, belum banyak hal konkret yang dilakukan pemerintah. ”Abrasi
parah dulu itu kesalahan pemerintah. Waktu itu, ada pengalihan aliran Sungai
Cimanuk sehingga memicu abrasi di daerah Karangsong,” ujarnya. Kepala Dinas
Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Indramayu Odang Kusmayadi mengatakan, pihaknya
menjadikan Karangsong sebagai tempat wisata unggulan Indramayu. Head Safety
Environment Advicer PT Pertamina RU VI Balongan Nana Rusdiana berkomitmen
mendukung pengembangan mangrove di Karangsong. Pihaknya juga menggandeng
masyarakat membuat olahan makanan berbahan baku mangrove. Salah satunya,
pembangunan Rumah Berdikari di Jalan Raya Pantai Song. Di rumah tersebut,
dipasarkan puluhan jenis makanan/minuman olahan mangrove mulai dari sirup,
kopi, kecap, hingga cokelat. ”Agar usaha masyarakat berkelanjutan, perlu ada
wadah pemasaran,” ujar Nana. Rumah Berdikari dikelola Abdul Latif dengan
kelompoknya, Jaka Kencana, memproduksi aneka makanan olahan tersebut. ”Ada
sekitar 50 orang yang bergabung.” ujarnya.[Sumber: Kompas, Minggu, 29 October
2017| Oleh : IKI]
Comments