Lukisan Pemandangan China Klasik di Desa Wolong

#Panorama alam
MUNCUL keraguan apa benar pemandangan itu benar-benar ada atau hanya imajinasi berlebihan di benak pelukisnya. Namun, semuanya terjawab kala Kompas berkunjung ke Desa Wolong, Kabupaten Wenchuan, Provinsi Sichuan, China, Minggu (24/9). Pemandangan seperti itu ternyata benar adanya dan nyata bisa dilihat di desa pegunungan tersebut. Wolong merupakan daerah yang terletak 175 kilometer ke arah barat laut dari Chengdu, Ibu Kota Sichuan. Wolong adalah daerah yang dikelilingi pegunungan berketinggian rata-rata 3.000 mdpl. Bahkan, orang harus benar-benar mendongak untuk melihat puncak-puncak pegunungan yang menjadi rangkaian pembatas Sichuan dengan Tibet tersebut. Panorama di Wolong sangat memesona. Pada pagi dan sore hari, pegunungan yang terhampar di sekeliling desa itu berselimut kabut. Suasana magis putihnya kabut berpadu serasi dengan hijau pepohonan pinus dan bambu yang membungkus pegunungan itu. Diri kian terhanyut suasana, diiringi gemercik air sungai yang mengalir dari celah-celah di puncak pegunungan hingga ke dasar-dasar lembah di bawahnya. Ya, belasan anak sungai mengalir di lembah-lembah pegunungan tersebut. Suasana tersebut mengajak orang betah berlama-lama menyendiri menikmatinya. Sangat menggoda. Lagi pula, suasana dan cuaca di Wolong cukup nyaman, sejuk dan cenderung dingin dengan suhu 10-16 derajat celsius pada September-Oktober ini.
Mdi sekitar Wolong Panda Base, di Kabupaten Wenchuan, Provinsi Sichuan, China, Senin (25/9). Pada Desember-Januari, suhu terendah bisa mencapai 0 derajat celsius, bahkan minus. Siang hari, mata pun tak lekang menatap panorama pegunungan itu. Tanpa kabut, pegunungan itu terlihat berlapis-lapis tak putus. Saat cuaca cerah, biru langit berpadu serasi dengan hijau pinus dan bambu pegunungan yang memancarkan warna maksimal karena terpapar cahaya mentari. Air sungai pun menunjukkan warna aslinya yang bening kebiruan. Para pembidik gambar pun lekas memburu foto-foto pemandangan. ”Bisa banyak dapat stok foto profil untuk sosial media, nih,” ujar Melissa Tuanakotta (31), wartawan yang ikut rombongan Taman Safari Indonesia dalam rangka menjemput dua panda raksasa untuk Indonesia.
Desa petani
Tak hanya soal pemandangan, di Wolong, pengunjung pun bisa melihat aktivitas kehidupan masyarakat yang mayoritas petani. Ya, Wolong adalah desa petani. Empat hari di sana, Kompas menyaksikan mayoritas warga merupakan petani sekaligus pedagang. Di lembah-lembah gunung itu terdapat banyak lahan pertanian. Umumnya, mereka menanam sayur dan buah. Kubis, brokoli, timun, dan wortel banyak dijual. Ada pula buah-buahan. Namun, kali itu, yang paling banyak terlihat adalah prem (plum) merah yang oleh warga setempat disebut buah lizzie. Buah seukuran tomat ini padat seperti apel. Ketika digigit, bagian dalamnya terasa seperti anggur dengan tekstur lebih keras dan rasanya manis. Para petani menjual hasil bercocok tanamnya di pinggiran jalan di desa tersebut. Mayoritas petani itu lansia yang fisiknya masih bugar. Mereka menawarkan sayur dan buah dengan harga yang relatif murah jika dibandingkan dengan di Indonesia. Menurut Melissa, yang menggemari prem, harga prem merah di Wolong hanya 10 yuan per kilogram atau sekitar Rp 20.000 per kg (1 yuan sekitar Rp 2.000 saat ini). Di Indonesia, harganya bisa mencapai Rp 100.000-Rp 150.000 per kg. ”Di Indonesia, ini buah mahal, loh,” ucap warga Jakarta tersebut. Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada 2014, ternyata China adalah penghasil prem terbesar di dunia, yakni sekitar 6,2 juta ton per tahun dari total produksi dunia 11 juta ton per tahun. Sebagian besar prem itu berasal dari pegunungan Wolong.
Tempat suci panda
Wolong sejatinya sudah sangat dikenal dunia. Sebab, daerah ini dianggap sebagai tempat suci panda raksasa. Mengingat, Wolong adalah rumah 60 persen panda liar dari total populasinya di China. Pemerintah China telah menetapkan Wolong sebagai cagar alam nasional sejak tahun 1963. Tak lama kemudian, mereka mendirikan Pusat Konservasi Panda Wolong, yang merupakan tempat konservasi panda tertua. Pusat konservasi itu terbuka untuk umum. Dengan membayar 90 yuan atau sekitar Rp 180.000 per orang, pengunjung bisa berkeliling mulai dari pukul 08.00 hingga 16.00. Di sana terdapat sejumlah kandang yang berisi panda dengan usia beragam, mulai dari bayi panda yang berusia 1-2 tahun, panda remaja berusia 2-5 tahun, dan panda dewasa yang berusia di atas 5 tahun. Kandang bayi panda menjadi tempat paling populer. Sebab, tingkah bayi panda sangat menarik perhatian. Mereka sering bertingkah konyol sehingga memicu gelak tawa, seperti tiduran sambil makan atau bergantungan di atas pohon. Tak jauh dari sana terdapat Museum Panda Raksasa yang berdiri sejak 22 Mei 2002. Pengunjung bisa masuk museum panda pertama dan terbesar di dunia itu dengan membeli tiket seharga 20 yuan atau sekitar Rp 40.000 per orang. Museum buka pukul 09.00-17.00 tiap hari. Sebelum gempa bumi 7,9 skala richter melanda Sichuan pada 2008, Wolong menyedot pelancong hingga 200.000 orang per tahun. Namun, saat ini, jumlahnya kurang dari itu. Selain karena isu bencana, akses transportasi yang sulit menjadi penyebab kunjungan pelancong tak sebaik dulu. Tidak ada transportasi umum menuju Wolong. Pelancong harus menyewa mobil untuk ke sana. Biaya sewanya relatif mahal. ”Harga sewa mobil SUV dari Chengdu ke Wolong 1.000 yuan (sekitar Rp 2 juta), sedangkan mini bus 2.000 yuan (sekitar Rp 4 juta),” kata Group Head of Marketing Taman Safari Indonesia Triyoba Nataria yang membawa rombongan wartawan meliput penjemputan dua panda raksasa untuk Indonesia. Wendy Wang dari Humas Pusat Konservasi Panda Wolong menyampaikan, Wolong sedang berbenah setelah dilanda gempa pada 2008. ”Bahkan, pusat konservasi ini baru dibuka awal tahun ini setelah renovasi karena terdampak gempa,” tuturnya. Melihat segala potensinya, tidak rugi rasanya apabila pelancong, terutama asal Indonesia, ke Wolong. Setidaknya, wisatawan bisa melihat dan merasakan langsung sensasi suasana dalam lukisan-lukisan pemandangan China klasik yang termasyhur itu. Lihat Video Terkait ”Panaroma Desa Wolong di China” di kompas.id [Kompas, Rabu, 25 October 2017 |Oleh : ADRIAN FAJRIANSYAH]


Comments

Popular Posts