Racikan Masa Kecil Sofia

Bahan-bahan segar yang dipetik dari bumi Nusantara melahirkan santapan lezat yang disajikan di Restoran Sofia The Gunawarman. Bahan segar yang diolah dengan sentuhan modern ini melahirkan hidangan yang sama sekali tidak asing. Meski disantap di restoran dengan nuansa interior klasik megah ala Eropa, kenyamanan rasa segera menyergap.

Ketika pertama kali mendengar bahan baku olahan makan seperti hati ayam atau lidah sapi, kening segera berkerut. Dalam memori ingatan sebagai orang Indonesia, hati ayam segera mengingatkan paa tusuk sate hati ayam yang disajikan di angkringan pinggir jalan atau mungkin bistik lidah sapi yang tersohor di warung tenda di solo.

Namun, di tangan Chef Partner of Syah Establishment, Chef Justina Harjono, hati dan lidah ini bertansformasi menjadi rasa yang sama sekali baru. Setiap rasa dari 12 menu yang disuguhkan dalam sajian makan malam di Restoran Sofia pada Kamis (21/10) lalu memang berangkat dari pengalaman masa kecil Justina di Indonesia maupun Inggris sehingga melahirkan menu yang akrab di lidah.

Hidangan dibuka dengan snak atau camilan popcorn dengan sergapan rasa domina asin. Popcorn ini terasa pas kareina disandingkan dengan minuman pembuka soda yang memang agak pahit di lidah. Sebagai penyeimbang rasa, tersaji pula donat nan manis. "Apa pun yang kumasak memang berdasarkan memori masa lalu, cuma dibikin beda. Sesimpel popcorn dan donat, sejak kecil pasti akrab dengan makanan ini," kata Justina.
Tak sekadar popcorn polos yang biasa dimakan sebagai teman nonton, semangkuk popcron yang dihidangkan dibalut dengna bumbu kelapa, mentega shoyu, hingga taburan keju parmesan. sidonat pun tak tampil polos sebagai roti berlubang di tengah. Donat mungil yang erdandan mirip sandwich ini dipadukan dengan isian berupa udang, cabai jalapeno, saus mayo, serta buah alpukat.

Camilan ketiga yang disajikan membawa pada petualangan rasa yang benar-benar baru. Di dalam daftar menu tertulis: chicken liver mousse, milk toast, maple, kai-ware. Chicken liver mousse alias selai hati ayam dengan taburan kecambah kai-ware ini disantap dengan teman roti. Rasanya seperti makan roti dengan selai gurih yang unik.

Klasik modern
Puas dengan camilan yang akrab sekaligus terasa baru, hidangan pembuka pun membawa sensasi yang sama. Terdiri dari chilled salmon confit, spicy sunbathing prawn, dan curly kale, makanan pembuka ini tak terasa asing. Gurih daging ikan salmon dingin berpadu dengan buah anggur hijau segera mengingatkan pada menu sashimi.
Dimasak dengan teknik dan aroma yang berbeda, udang bakar tetap tampil serupa udang bakar yang kita kenal bersama daun kari (daun temuru atau salam koja) dan jeruk nipis. Salad curly kale terdiri dari selada keriting yang uniknya dipadukan dengan gorengan kulit ayam yang renyah serta remah-remah roti. Detail-detail kecil yang ditaburkan pada makanan pembuka inilah yang terutama membawa kebaruan pada rasa makanan yang sebanarnya sudah lama kita kenal.

Makan malam yang diolah Chef Justina kali ini memang diperuntukkan sebagai menu keluarga dengan minimal pemesanan untuk empat orang. Tak heran menu yang disuguhkan cukup beragam dan bisa dinikmati oleh beragam usia. Menu utama segera membawa setiap anggota keluarga pada petualangan rasa ketika menu klasik bertemu dengan sentuhan modern.
Meski termasuk masakan Italia, menu spaghetti bolognese menjadi masakan yang sangat diakrabi mayoritas masyarakat Indonesia. Kali ini Justina menyajikan spaghetti bolognese dengan daging yang sudah dimasak selama enam jam dan taburan keju parmesan. Pilihan menu utama lainnya adalah ayam panggang, lidah sapi panggang, serta kembang kol gosong.

Lidah sapi panggang terasa lembut di lidah dan mengingatkan pada masakan ala Jepang, yakiniku. Gurihnya lidah berpadu sempurna dengan potongan lobak panggang serta bumbu wijen hingga bumbu dari Jepang yang disebut yuzukosh. Justina mengaku setiap masakannya memang sangat kental dipengaruhi oleh masakan Jepang, Italia, Amerika, serta Thailand.

Sama seperti masakan Thailand yang kaya rasa rempah, masakan Justina pun cenderung berani memakai beragam bumbu. ”Kayak mencoba mengkreasi ulang semua rasa dengan tampilan dan teknik yang berbeda. Termasuk kembang kol yang sengaja disajikan gosong,” tambah Justina.

Pengenalan menu ala Sofia kali ini, menurut Brand Manager Sofia The Gunawarman Maharani Agustine Siregar, sengaja digelar untuk memperkenalkan Justina Harjono sebagai sosok di balik konsep masakan yang diusung oleh Syah Establishments. ”Kami juga mau mengedukasi konsep makanan Sofia. Gedung kami sekilas tampak grand banget sehingga ekspektasi orang adalah sajian fine dining. Padahal, yang kami sajikan adalah comfort food,” kata Maharani.

Menu lokal
Menyatu dengan Hotel The Gunawarman, Sofia awalnya memang mengusung konsep sebagai hotel coffee shop yang menyuguhkan makanan interkontinental. Walaupun menyajikan 50 menu makanan dari banyak benua, masakan favorit di restoran ini tetaplah menu lokal seperti sop buntut, iga bakar, nasi goreng, atau ayam betutu bali. Bedanya, menu Nusantara tersebut tetap diberi sentuhan modern dari teknik pengolahan maupun bahan bakunya.
Menyajikan menu makanan mulai dari Rp 70.000 hingga Rp 350.000, nama Sofia sengaja diambil dari nama cewek Italia yang dirasa cocok dengan interior bangunan yang sangat klasik Eropa. Nama seorang perempuan menjadi penyeimbang dari nama Hotel Gunawarman yang memang sudah sangat maskulin. ”Kami ingin menonjolkan nuansa yang ramah, hangat, nyaman, dan homey,” tambah Maharani.


Masakan yang akrab di lidah dengan sentuhan modern pada menu klasiknya hingga suasana hangat dari interior gedung terbukti membuat pelanggannya betah berlama-lama di restoran yang baru berdiri sejak tahun lalu ini. Keterbukaan Sofia juga membuat konsumen datang dari beragam segmen mulai dari ibu-ibu arisan yang gemar berkunjung di siang hari hingga keluarga serta anak muda yang menghabiskan malam di restorannya.

Comments

Popular Posts