Berawal Dari Pertemuan Rahasia

Berawal dari Pertemuan Rahasia

”Ini koleksi kami yang paling berharga dan relatif baru,” kata pemandu kami di Museum Kongres Pertama Partai Komunis China, Shanghai, China, 15 Oktober lalu. Ia menunjuk buklet di dalam kotak kaca yang terlihat tua karena sudah kusam dan berwarna kekuning-kuningan. Meski kusam, judulnya masih terbaca jelas: Manifesto Komunis.
Buklet berisi 56 halaman dan bersampul wajah Karl Marx itu merupakan terjemahan pertama manifesto komunis dalam bahasa China. Hanya ada 9 buklet versi aksara China yang tersisa di seluruh negara itu, dari 1.000 buklet cetakan pertama pada 1921. Saat itu, buklet manifesto komunis disempurnakan cendekiawan multibahasa terkenal di China, Chen Wangdao, selama empat bulan, dengan merujuk pada versi Jepang dan referensi dari versi Inggris. Buklet manifesto komunis adalah salah satu dari total 200 koleksi bersejarah yang dimiliki museum seluas 1.000 meter persegi dan bernuansa merah tua itu. Koleksi buklet kusam, yang dulu menjadi salah satu sumber inspirasi terpenting para pendiri Partai Komunis China (PKC), disumbangkan pada tahun 2005. Penyumbangnya adalah pasangan tanpa nama yang tinggal di Provinsi Shanxi. Di museum ini, digelar kongres pertama PKC.
Mulai dari Perang Opium
Koleksi bertema revolusi China relatif lengkap dan dimulai dari Perang Opium pada 1840. Koleksi peristiwa bersejarah, seperti Perlawanan Taiping pada 1851, juga dipamerkan. Ada pula subtema imperialisme dan penindasan di China. Salah satu pameran yang mendapat banyak perhatian dari pengunjung—termasuk rombongan kami yang meliputi 25 pekerja media dari 18 negara— adalah diorama dengan patung lilin berukuran manusia sebeJAKARTA, narnya. Lewat diorama, ditampilkan situasi rapat PKC pada waktu itu. Menurut catatan pada papan informasi, 13 orang hadir dalam rapat pertama yang diselenggarakan secara rahasia pada 23 Juli 1921. Di antara mereka, ada Mao Zedong yang kemudian menjadi pemimpin China. Ada pula tokoh pendiri PKC, seperti Dong Biwu dan Chen Tanqiu. Ditambah lagi, dua warga asing yang salah satunya agen intelijen Rusia, Vladimir Abramovich Neiman, perwakilan komunis internasional. Rapat diadakan di ruang tengah dengan luas 18 meter persegi. Rumah itu milik Li Shuceng yang disewa saudaranya, Li Hanjun, salah satu anggota PKC. Rumah tersebut kemudian dijadikan museum pada 1952. Museum baru dibuka lagi tahun lalu setelah direnovasi, diperluas, dan ditambah dengan sentuhan teknologi multimedia selama beberapa waktu.
Kawasan ”abu-abu”
Pada masanya, rumah ini terletak di antara perbatasan konsesi Perancis, Tembok China, dan permukiman internasional Shanghai (bekas konsesi Inggris). Kawasan ini seperti wilayah abu-abu tanpa pengawasan. Meskipun demikian, setelah sekitar satu minggu berlangsung, rapat itu dibubarkan polisi Perancis. Rapat lalu dipindahkan dan diakhiri di atas perahu di Danau Nanhu di Jiaxing, Provinsi Zhejiang. Di sini, disepakati pembentukan partai politik baru, PKC, 2 Agustus 1921. Setelah PKC bertahun-tahun berjuang, berdiri Republik Rakyat China pada 1949. Mereka mengklaim memilih untuk menerapkan sosialisme berkarakteristik khas China. Sejak dibuka untuk publik 43 tahun lalu, lebih dari 10 juta wisatawan China ataupun negara lain berkunjung ke museum yang terlihat dari luar seperti rumah batu bata biasa. Saat kami berkunjung ke museum, tak hanya orang dewasa yang memadatinya, tetapi juga remaja dan anak sekolah yang datang membawa buku catatan. Nama Indonesia disebut di museum itu, yakni di ruangan pameran para tokoh partai komunis, yang antara lain dari Indonesia, Hendricus Sneevliet dan Nikolsky. Bagaimanapun, bagi Indonesia sekarang, komunisme meninggalkan catatan hitam. Jika satu per satu koleksi museum dilihat dengan saksama dan dibaca, barangkali hal tersebut tak akan bisa diselesaikan dalam waktu sehari. Tidak terasa, kami sudah hampir dua jam di dalam museum. Saat keluar dari museum, kami melihat antrean panjang menunggu giliran masuk. Terbentang waktu lebih dari 90 tahun sejak pertemuan pertama mereka, PKC kini menjadi organ politik yang mungkin paling berkuasa di dunia. Di bawah kendali mereka, ada 1,3 miliar warga China yang harus diurus. Di bawah kontrol PKC pula, ada kekuatan militer yang disegani di kawasan Asia Pasifik. Pada Rabu (18/10) lalu, PKC mulai menggelar kongres mereka yang ke-19. Sekretaris Jenderal PKC, yang juga menjabat sebagai Presiden China, Xi Jinping, dalam pembukaan kongres, berjanji membawa China masuk ke era baru sosialisme modern. [Sumber : Kompas Minggu 22 October 2017 | OLEH LUKI AULIA Dari Shanghai, China]

Comments

Popular Posts