Dunia Penggila Gambar

Sejumlah peserta memperhatikan contoh penggunaan cat air dalam menyelesaikan sket gambar pada workshop One Drawing at a Time di Chus-Chus Gallery.Denpasar,Bali,Workshop ini digelar oleh Urban Sketcher Bali.

HARAP dicatat, ini bukan gambar salinan dari foto atau duplikasi dari aplikasi. Belakangan ini tren utak-atik foto dengan aplikasi tertentu lewat telepon pintar makin beragam dan merebak di mana-mana. Gambar-gambar itu bukan karya sketcher. Karya-karya sketsa komunitas ini dirumuskan dalam satu tekad bersama bagaimana merekam peristiwa dengan sisi lain dan bukan produk fotografi. Dan, inilah yang tetap membutuhkan suatu kepekaan yang terasah untuk merekam suatu peristiwa atau keadaan secara cepat di tempat kejadian. ”Kecepatan menentukan obyek serta merekamnya di dalam gambar dengan segera merupakan bagian dari menguji dan memperkuat daya ingat. Karena tak jarang, saat asyik menyeketsa gambar, obyeknya menghilang tiba-tiba,” kata pendiri Urban Sketchers Bali, Rudy Nurdiawan (48) atau biasa dipanggil Rudy Ao, seusai memberi materi lokakarya sketcher di Chus-Chus Gallery, Denpasar, Sabtu (8/7). Rudy mencontohkan, jika daya rekam lemah dan tidak fokus, sket gambar menjadi tidak utuh. Ini, menurut dia, menjadikan gambar tersebut tak memiliki kekuatan cerita. Lebih seru lagi jika sketsa mampu menjadi beberapa gambar sehingga merupakan kesatuan dari rangkaian sebuah cerita. Modal menjadi seorang urban sketcher tidaklah mutlak bisa menggambar. Justru sebagian anggotanya para pekerja atau mereka yang latar belakangnya jauh dari gambar-menggambar. Lagi-lagi Rudy mengingatkan sket yang utuh bukan berarti gambar yang mirip atau persis seperti aslinya. ”Karena komunitas ini bukan komunitas pelukis. Ini komunitas yang mengedepankan kekuatan cerita serta kesenangan. Jangan salah, sketsa-sketsa ini jika dikumpulkan bisa menjadi bagian sejarah serta kenangan bagi si sketcher atau orang lain,” katanya bersemangat.
Berbagai profesi
Komunitas Urban Sketchers di Bali memasuki tahun kelima dari kelahirannya 10 November 2012. Hingga saat ini, anggotanya berjumlah sekitar 40 orang. Mereka berdatangan dari berbagai kalangan dan profesi. Ina Pokerattu (53) bekerja sebagai karyawan swasta di bidang penerbangan. Ia tertarik melihat karya-karya para sketcher yang menurutnya asyik dan seru. Ia suka membuat sketsa saat waktu luang, tetapi belum memiliki keterampilan yang memadai sebagai seorang sketcher. Ketika ada info workshop, Ina tanpa pikir panjang langsung mendaftar. ”Seru. Nanti saya akan bawa kawan-kawan untuk ikutan, siapa tahu mereka tertarik. Makin banyak kawan kayaknya makin seru,” katanya dengan ramah seusai acara. Sabtu itu, workshop diisi pengertian apa beda sket biasa dengan urban sketcher. Lalu, Rudy menjelaskan bagaimana cat air menjadi warna pemanis cerita sketsa agar makin hidup. Segala teknik diungkapkan. Karena meskipun konsepnya bisa menggambar di media dan alat apa saja, di mana pun berada, sketcher tetap harus memegang beberapa pedoman. ”Salah alat, gambar yang sudah selesai tiba-tiba sobek hanya karena asal menoreh cat air. Ternyata, kertasnya bukan bahan yang menyerap air. Ini menjadi petaka,” jelas Rudy. Ia memisalkan pemilihan kertas gambar menggunakan jenis yang minimal 200 gram. Ini mengantisipasi dalam penggunaan cat air, kertas tidak mudah robek serta menggembung jika terkena air. Penyerapan air pun baik dan merata sesuai keinginan. Ya, tinggal teknik-teknik permainan air dan cat warnanya saja saat memakai kuas. Rudy tertarik membangun komunitas ini di Bali setelah melihat beberapa kali orang lanjut usia yang setia berkumpul lalu beberapa orang menggambar bersama di suatu taman di Singapura. Lalu ia pun bercita-cita sepulang dari Singapura membentuk komunitas serupa urban sketcher ini. Info soal urban sketcher ini dicarinya melalui media sosial hingga bertemulah komunitasnya yang ada di Amerika Serikat. Di Bali pun lahir lima tahun lalu dan komunitas ini diakui secara sah untuk menggunakan logo sama dengan komunitas di Amerika Serikat. Dan untuk bagian Bali memiliki logo mirip gapura khas Bali. Anggota Urban Sketchers Bali sudah bisa nge-link dengan Urban Sketchers di seluruh dunia. Kalau sedang berada di negara lain yang ada link Urban Sketchers, anggota boleh bergabung dan berbagi informasi atau bergabung untuk berkegiatan di negara tersebut. Teman, pengalaman, dan ilmu menjadi lebih kaya dan kaya lagi. Bagi beberapa anggotanya, bergabung dalam komunitas ini lebih dari sekadar seru. Profesi para anggota Urban Sketchers Bali berbeda-beda, ada pengusaha bengkel, kafĂ© kopi, mahasiswa, dan ibu rumah tangga. Seru, menyenangkan, mengasyikkan, dan mendukung pekerjaan juga bagi Ketua Urban Sketchers Bali Khrishna Adithya Prajogo (32) yang seorang fotografer dan bergabung sejak awal berdiri. Neli Gunawan (35), seorang desainer busana, dan I Komang Swakarma Satwika (27), karyawan swasta bidang arsitektur, senada dengan Khrishna. Lagi-lagi, kepekaan dan daya ingat seperti terasah setiap saat. ”Isinya itu asyik, asyik, asyik. Seru banget, deh. Apalagi kalau lagi ngumpul. Ada saja cerita seru ketika sketsa bareng di suatu lokasi. Dan komunitas ini sudah melakukan sketsa bareng di 90 lokasi menarik, mulai dari pasar tradisional, ruang bermain di tempat publik, hingga ke pura yang ada di Denpasar sampai Singaraja (Buleleng),” kata Neli. Bicara soal lokasi, penentuan tempat bukan hal mudah. Sebelum menentukan suatu lokasi, beberapa anggota menyurvei dulu. Namun, ada pula yang dadakan. Namun, kalau dadakan, anggota yang ikut tak sebanyak jika disiapkan lebih matang. Nah, untuk urusan keaktifan berkegiatan, keberadaan komunitas di Bali merupakan salah satu dari enam kota yang aktif menggelar pameran maupun kumpul bareng sesama anggota. Workshop-workshop seperti Sabtu ini salah satu upaya menjaring siapa pun yang memiliki kesamaan keasyikan di bidang sketsa-menyeketsa suatu peristiwa atau lokasi. Rencananya, komunitas ini menerbitkan buku hasil karya mereka. ”Semoga tahun ini benar-benar terealisasi bukunya,” ujar Khrishna bersemangat.[Sumber:Kompas,Sabtu,22 Juli 2017|OLEH:AYU SULISTYOWATI]

Comments

Popular Posts