Aplikasi Etalase Perajin
Kain tenun di Jambi
Selain
memproduksi kotak-kotak berbahan baku kertas karton berdesain eksklusif sesuai
pesanan, Helmayani juga mampu memproduksi kipas tradisional berbahan kain
batik. Kotak-kotak buatannya dijual kepada sesama perajin, da- lam hal ini
produsen kain batik khas Jambi. Dia juga membeli bahan kain batik untuk
digunakan sebagai bahan membuat kipas tradisional tersebut. ”Kalau untuk kotak
kertas atau kado, saya bisa buat maksimal sampai 700 boks per pesanan. Saya
suplai ke para perajin kain batik untuk mereka pakai sebagai kemasan. Untuk
produk kipas batik, produksi maksimal 200 kipas per bulan. Pasarnya masih
sebatas Jambi. Kepengin juga bisa menjangkau sampai ke luar kota,” ujarnya saat
ditemui pertengahan September lalu. Helmayani juga memasarkan produk-produk kerajinan
buatannya di salah satu gerai Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota
Jambi di Bandar Udara Sultan Thaha. Hal itu dikatakannya bisa menjadi salah
satu cara berpromosi kepada para calon pembeli asal luar kota, terutama yang
mampir ke gerai tersebut.
Promosi daring
Beberapa waktu
lalu, Helmayani mendapat tawaran menarik, kesempatan memajang dan mempromosikan
barang-barang kerajinan buatannya secara daring di aplikasi internet mobile
phone Kriya bentukan Dekranas pusat. Dia diminta mengisi data, memotret produk
kerajinannya sebagus mungkin, dan mengunggahnya. Walau terbilang baru dan belum
lengkap, aplikasi itu diyakini bisa menjadi semacam terobosan bagi para perajin
seperti dirinya. Provinsi Jambi memang menjadi percontohan proses pendataan
perajin dan produk-produk kerajinan untuk diunggah ke aplikasi Kriya. Prosesnya
terbilang tak mudah lantaran membutuhkan banyak waktu, tenaga, dan tentu saja
biaya untuk bisa menjangkau semua perajin. Selain itu, masih ada beberapa
kendala lain, semisal kesiapan, kesadaran, serta kesediaan setiap perajin untuk
mendaftarkan diri dan memberi data yang diperlukan. Banyak perajin tradisional
bahkan belum memiliki rekening bank, nomor pokok wajib pajak, serta akses ke
gawai dan internet yang pastinya menjadi syarat suatu usaha kerajinan bisa
didaftarkan dan ditampilkan di aplikasi itu. Harapannya, lewat aplikasi Kriya,
perajin bisa bertemu langsung dengan para calon pembeli di mana pun mereka
dapat mengakses Kriya. ”Kebanyakan perajin yang ada juga sudah berusia tak
muda. Pemahaman dan pengetahuan mereka tentang gawai dan akses internet juga
sangat terbatas, bahkan tak punya. Mereka terbiasa dengan metode penjualan
tradisional, berkeliling menawar-nawarkan produk kerajinan mereka ke pembeli
dan pelanggan secara tatap muka langsung,” ujar Ratu Munawaroh Zulkifli,
anggota Bidang Kreatif Dekranas. Namun, Munawaroh tetap optimistis aplikasi
tersebut bisa menjadi semacam etalase di dunia maya, yang akan semakin membantu
dan memudahkan para perajin menjangkau pasar dan pembeli mereka. Ketimbang
berkeliling seharian dan hanya mampu menjangkau sepuluh calon pembeli, lewat
aplikasi Kriya, produk kerajinan dapat dilihat ratusan atau bahkan ribuan calon
pembeli secara cepat dan gratis.
Aplikasi
Kriya
Aplikasi Kriya
yang bisa diunduh gratis secara daring itu berisi sejumlah fitur pilihan,
seperti halaman muka, klasifikasi jenis kriya atau produk kerajinan, dan
aplikasi peta yang dapat menunjukkan lokasi-lokasi toko kerajinan di sekitar
pengguna Kriya. Para produsen kerajinan yang terdaftar juga diklasifikasikan
lagi ke dalam delapan kategori sesuai klasifikasi Dewan Kerajinan Dunia. Setiap
klasifikasi diwakili dengan fitur-fitur yang dapat diklik dan dibuka secara
lebih rinci. Kedelapan fitur itu adalah jenis anyaman, batuan, serat alam,
tekstil, kayu, keramik, logam, dan material alam. Saat diklik, setiap fitur
klasifikasi akan memunculkan foto-foto dan penjelasan singkat setiap produk.
Jika foto sebuah produk diklik lagi, akan muncul keterangan lebih rinci tentang
produk tersebut beserta nama, alamat, dan nomor kontak toko atau perajinnya.
Dari informasi itu, para calon pembeli atau peminat dapat menghubungi langsung
pihak produsen per telepon, yang nomornya memang dicantumkan dan dapat di- baca
di layar telepon genggam. Selain fitur keterangan perajin dan produk, para
pengakses juga bisa berinteraksi lewat pesan teks (chat) melalui aplikasi yang
diluncurkan resmi pada 17 Mei tahun lalu bersamaan dengan Hari Jadi Ke-36
Dekranas. Namun, jawaban atau interaksi masih belum langsung muncul lantaran
tergantung apakah perajin atau toko yang bersangkutan selalu online dan
memantau ”lapak” mereka di aplikasi Kriya. ”Memang kami (Dekranas) masih belum
membicarakan kapan pastinya aplikasi Kriya ini akan menuju ke arah e-commerce.
Namun, hal itu menjadi target utama ke depan. Untuk sementara, kami juga
bekerja sama dengan beberapa perusahaan start up e-commerce dalam negeri,
seperti Blanja.com. Pihak e-commerce yang kami gandeng juga wajib mencantumkan
logo Dekranas,” ujar Munawaroh. Hal itu juga dibenarkan Digital Public Relation
Staff Blanja.com Ayu Lakhsmi Daeng Ugi. Menurut dia, walau sampai sekarang
belum ada kesepakatan resmi kerja sama antara pihaknya dan Dekranas, di masa
mendatang bukan tidak mungkin kerja sama akan dilakukan, termasuk dengan
Dekranasda di semua daerah. Kalaupun sekarang ada kerja sama, itu baru sebatas
bantuan melatih sukarelawan pendata pengusaha kerajinan.
Pendataan rumit
Perkara pendataan para perajin dan jenis
kerajinan yang mereka produksi bukan persoalan mudah. Hingga hari ini, baru
data Provinsi Jambi saja yang cukup baik dibandingkan dengan banyak provinsi
dan daerah lain. Dari total sekitar 3.000 usaha kerajinan sesuai data Dinas
Koperasi, Industri, dan Perdagangan (Dinkopindag) Provinsi Jambi, baru sekitar
200 unit usaha yang terkompilasi dan terverifikasi sebagai perajin asli.
Pendataan pun susah payah akibat keterbatasan sarana, prasarana, dan sumber
daya manusia, khususnya untuk mendata dan mendatangi satu per satu perajin.
Keberadaan perajin yang tersebar sampai ke pelosok-pelosok wilayah yang sulit
terjangkau juga menjadi persoalan utama, selain keterbatasan atau ketidaktahuan
para perajin, yang kebanyakan sudah berusia tua, untuk mengakses internet.
Untuk mengatasi minimnya sumber daya manusia pendata, pihak Dekranasda Provinsi
Jambi bekerja sama dengan sejumlah pelajar SMK yang dilatih untuk berkeliling,
mencari, dan mendata keberadaan para perajin, setidaknya di sekitar wilayah
tempat tinggal atau sekolah mereka masing-masing. Mereka bekerja tanpa dibayar
alias sukarela. Pada tahap awal ada 20 pelajar SMK yang dilatih dan dikerahkan
untuk membantu mendata para perajin. Mereka juga dilatih untuk memotret produk
dengan baik untuk kemudian diunggah di aplikasi Kriya. Tak hanya itu, mereka
juga membantu para perajin mengisi formulir pendataan dan pendaftaran yang akan
ditampilkan. Selain melatih perajin, para pelajar juga mencari dan melatih
rekan-rekan SMK lain sebagai downline untuk membantu mereka di daerah
masing-masing. Lebih lanjut dalam rapat evaluasi yang digelar di rumah dinas
Gubernur Jambi, pertengahan September lalu, sejumlah pelajar SMK dan pembimbing
mereka juga memaparkan kendala yang dihadapi di lapangan. Banyak kejadian lucu
muncul, semisal tak semua perajin yang didata pihak Dinkopindag Provinsi Jambi
pada kenyataannya benar-benar perajin. ”Ada yang ternyata pedagang ayam potong
atau kerupuk. Ada juga kejadian, anak-anak malah dimarahi salah satu anggota
keluarga perajin. Mereka dituduh mau menipu dan membobol tabungan, padahal
mereka hanya menanyakan data nomor rekening si perajin untuk didaftarkan, bukan
minta nomor PIN ATM. Menghadapi seperti itu, kami nasihati supaya anak-anak
sabar saja dan terus menjelaskan,” tutur Yoce Kartika Sari, koordinator para
relawan.[Sumber:Kompas Minggu, 22 October 2017 | OLEH: WISNU DEWABRATA]
Comments