Avontur |Foto Pekan Ini – Kebersamaan dalam Ritual Melepas Perahu
LANIWU (60-an
tahun) khusyuk memanjatkan doa. Di atas eprahu tangannya menengadah. Mulutnay
komat-kamit. Ucapan syukur kepada Allah, memuji kebearan Tuhan pencipta alam
semesta, dan syukur ats kebesaran nikmat dan berkah yang Allah berikan meluncur
lirih. Taka lupa pula doa untuk kelancaran, kesehatan, keselamatan, dan
keberkahan juga dipanjatkan.
Haryono Sino, pemilik perahu,
bersama anak dan istrinya ikut mengamini doa yang dipanjatkan Laniwu, juru doa
setempat. Di sekeliling mereka, puluhan orang berdiri sekitar perahu. Mereka
tuurt menengadahkan tangan mengamini doa yang dipanjatkan. Emreka mengelilingi
sebuah nampan yang bersisi aneka makanan, seperti pisang, kue cucur, pisang
goreng, dan nasi merah.
Di sekitara perahu, sejumlah ibu
tengah menyiapkan aneka makanan. Teh dan aneka makanan ini menjadi menu sarapan
warga yang sedang berkumpul.
Selesai doa, suasana menjadi riuh.
Sebagian warga berebut kacang dan permen yang disebar, sebagian berebut makanan
yang telah didoakan, sedangkan sebagian lain “menyerbu” ibu-ibu untuk meminta
the panas dan camilan.
Itulah sekilas gambaran ritual
melepas perahu di Desa Jaya Makmur, Kecamatan Binongko, Kabupaten Waikatobi,
Sulawesi Tenggara, akhir September lalu. Ritual ini biasa dilaksanakan sebagai
ucap syukur kepada Tuhan atas selesainya
pembuatan perahu. Perahu yang telah selesai kemudian ditarik bersama-sama ke
laut. Pembuatan perahu memakan waktu sekitar lima bulan.
Dalam ritual ini, tetangga pemilik
perahu dan warga sekitar berbondong-bondong
datang untuk ikut membantu menarik perahu ke laut. Pemilik perahu
menyiapkan makanan untuk warga yang datang membantu. Tradisi ini sudah
berlangsung lama,“Tradisi ini sudah turun-temurun. Kita melestarikan dan
menjaga tradisi ini karena maksudnya baik. Selain ucap syukur kepada Allah,
juga harapan agar eprahu ini bisa mendatangkan rezeki. Warga juga kumpul untuk
saling membantu,” ujar Laniwu.
[Sumber: Kompas, Minggu, 3 Desember
2017|Oleh:Heru Sri Kumoro]
Comments