Mengabdi Untuk Hutan Sebangau

Mengabdi Untuk Hutan Sebangau

Selama 15 tahun terakhir, Hendri (35) menjaga hutan gambut di Sebangau, Palankaraya. Kalteng. Pendidikan formalnya hanya sekolah kejuruan bidang bangunan. Namun, ia tidak mau menjadi tukang bangunan dan pengawas proyek jembatan. Ia lebih memilih untuk menjaga hutan.
Ketekunan Hendri belajar selukbeluk hutan gambut beserta isinyadimulai dari membuat laporan dan mendampingi para peneliti dari beberapa negara. Kni, semua pengunjung dan peneliti bisa bertanya kepada Hendri tentang pembibitan, hidrologi gamubt, biodiversitas, hingaga perilaku primate.
“Kami orang Dayak menghormati hutan. Hutan itu hidup kami. Jadi, saya lebih memilih kerja di hutan daripada pekerjaan lain agar saya bisa merawat dan mengenal hutan saya,” kata Hendri di Kereng Bangkirai, Palangkaraya, Minggu (1/7/2018).
Awalnya Hendri bekerja sebagai pengawas beberapa proyek jembatan di Palangkaraya. Adalah Suwido Hester Limin (alm) yang mengajaknya untuk bekerja di hutan bersamanya.
Suwido adalah dosen UPR, pemerhati lingkungan, tokoh Dayak, dan penggagas Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG) di Sebangau, Palangkaraya. Sosok  ini meng memotiviasi Hendri untuk beralih pekerjaan dan mengabdikan dirinya untuk hutan gambut yang asri.
“Saya ingat betul perkataan Pak Suwido Limin, kalau sebagai orang asli di sini, kita harus malu jika hutan kita rusak. Itu jadi peganggan saya,” kata Hendri.
Kebakaran Hutan
Tahun 2003, ia mulai aktif bekerja di LAHG yang dikelola Center for International Cooperation in suistainable Management of Tropical Peatland (CIMTROP)-UPR. Tugas awalnya hanya memantau dan memadamkan kebakaran.
LAHG merupakan kawsan konservasi utnuk penelitian atau sering disebut hutan pendidikan. Luasnya mencapai 50.000 ha leibh. Saat itu, Hendri bekerja secara sukarela, yagn kadang idgaji kadang tidak.
Kebakaran paling parah dirasakannya pada 2006 dan 2015. Ia pernah memadamkan api di dalma hutan yang jaraknya sekitar 3 km dari bibir hutan. Karena number air tidak ada, ia dan semiblan tmannya terpakas menggali tanah menggunakan tangan dan parang untuk mendapatkan air.
Di kedalaman 2,5m , ia baru mendapatkan air untuk memadamkan api. Penggalian itu dilakukan sejak pukul 15.00 hingga pukul 23.00.
Ingatan it uterus membekas di kepalanya karean saat itu setelah api membesar, ia beisa menggerakkan hampir semua pemdua di Kereng Bangkirai untuk membantu memadamkan api dan berhasil.
“Semuanya tidur di hutan, sampai padam. Hari itu kampung sepi, Itanya tersisa anak-anak dan ibu-ibu,” kata Hendri.
Tidak hanya mengawasi kebakaran, lebih berat lagi adalah tugas menjdi pemantau dan pencegan pembalakan liar. ia menghitung dan mencatat kayu yang keluar dari hutan itu, lalu melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Sayang, katanya, pelaku pembalakan liar kadang dtindak kadang tidak.
Melawan pembalak
Kawasan LAHG dulunya dalah kawasan hak pengusahaan htuan (HPH). Di sana terdapat satu perusahaan kayu yang mengelola kawasan itu sekitar 31 tahun lalu. Setelah perusahaan hengkang, hutan menjadi gundul dan menjadi sasaran maraknya pembalakan liar.
Total terdapat 18 kanal yang digunakan untuk mendistribusikan kayu keluar dari hutan. Kanal-kanal itu juga menjdi penyebab utama keringnya  lahan gambut. Ciri khas hutan gmabut adala htanhnya yang penuh dengan air, maka jika dibuat kanal air dengan mudah keluar membentuk aliran seperti got bgesar. Lahan gambut yagn kering tadi akan sangat mudah terbakar, bahkan hanya dengna percikan api rokok.
“Saat itu, karena kami hanya tiga orang, kami tidak mungkin melwan mereka, apalagi berkelahi. Jadi, kami lakukan pendekatan, kami cari tahu siapa bosnya, baru kami temui langsung orangnya,” kata Hendri.
Tindakan reprensif yang Hendri lakukan untuk mencegah pembalakan hanay dengan memotong kayu yang ada di hilir-hilir kanal. Kayu dipotong sehingga tidak bisa dijual dan kehilangan nilainya. Dengan begitu, pembalak akan jengah. SEbagian besar pembalak, tambah Hendri, bukan berasal dari kampungnya, melainkan dari luar daerah, bahkan luar pulau.
Kegigihan dan minat belajar yagn tinggi membuat Hendri kemudian direkrut Borneo Nature Foundation (BNF). Mulai dari staf biasa di bagian pembibitan, hingga menjadi senior coordinator semau bidang hingga saat ini.
Dalam kunjungan ke LAHG, Kompas diberi kesempatan untuk melihat kondisi hutan. Saat itu, Communication Development Manager BNF Suzanne Turnock mengatakn , semua pertanyaan tentang apa pun didalam hutan itu bisa ditanyakan kepada Hendri. Meski awalnya ragu, semua pertanayan bisa dijawab oleh Hendri.
“Hendri bisa menjelaskan, bahkan sampai ke jenis-jenis capung,” ujar Suzannne saat itu.
Di LAHG tuganya menemani para peneliti dan memberikan penjelasan tentang kondisi hutan. Ia sangat mengenal hutan itu karena dirinya menjadi salah satu yang membuka pertama jalan-jalan di hutan itu. Dengan beigut, peneliti yang datang sagat mudah untuk keluar masuk  hutan tanpa khawatir tersesat.
Sepanajgn perjalanan di dalam hutan, mata Hendri awas. Beberapa kali ia berdiri dan memberikan penjelasan tentang tanaman ataupun bhewan yang dijumpai di dalam.
di LAHG terdapat 220 jenis pohon, 201 spesies  burung, 40 spesies reptile, 65 spesies ikna, dan 67 spesies mamalia, termasuk orang utan, bekantan, dan mamalai lain. Ia bisam enghafal semua nama lokal dari flora dan fauna yang hidup di LAHG, sebagian ia hafal nama latinnya.
Baru berjalan 20 menit ke dalam hutan dari kamp LAHG, Hendri menunjuk sebuah tanaman dan berkata. “Itu kantong semar, yang ini nama latinnya Nepenthes rafflesiona,”
Tak jauh dari kantong semar, ada sebuah tanaman yang unik. Baik daun maupun batangnya berwarna hijau. Masyarakat Dayak menyebutnya kayu sutra. Tanaman itu unik karena, meski diremuk dan digosok dengan tangan, daunnya tak robek.
Namun, jika sengaja dirobek, daunnya menunjukkan serat-serat halus yangmembelah bibir daun. “Ini tanaman obat, perempuan Dayak menggunakannya kalalu mengalami keputihan,” kata pria asli Dayak itu.
Selain sutra, Hendri juga menunjukkan seubah akar yang menjalar dari batang pohon besar. Orang awam akan melihat akar itu seperti gulma. Hendri menjelaskan bahwa akar itu bisa direbus dan diminum air rebusannya untuk menjadi obat kuat bagi pria.
Bagi Hendri, hutan memberikan kehidupan. Hal itu yang membuat Hendri sedih jika hutan dibakar atau terbakar. “Hati ini plong rasanya kalau lihat hutan itu hijau, rindang, dan asri karena memang seharusnya seperti itu,” kata Hendri.


--**(*-*)**--

Comments

Popular Posts