EVOLUSI Sebuah Rumah

Sebuah rumah idealnya tak lagi sekadar menjadi tempat tinggal dan menetap bagi orang-orang yang ada di bawah atapnya. Seperti halnya sebuah keluarga, rumah yang ideal juga ikut tumbuh serta berevolusi mengikuti dinamika dan perubahan yang terjadi pun dialami orang-orang yang tinggal di dalamnya.
Hal seperti itulah yang terjadi di rumah kediaman pasangan Syamsurizal Munaf (52) dan Danaparamita Soegondo (52), pendiri sekaligus pemilik usaha pengolahan kayu solid berbahan serat bamboo (stand woven bamboo), kelompok perusahaan Indonesia Hijau Group atau lebih dikenal dengan merek Babulogy.
“Kami sejak awal ingin membangu nsebuah rumah dan bukan sekadar sebuah tempat tinggal. A home, not just a house. Sebuah rumah di mana seluruh anggota keluarga bia mengekspresikan dirinya masing-masing di rumah ini,” ujar Syamsurizal.
Awalnya sekitar 15 tahun lalu, rumah seperti itu yang coba dibangun utnuk kemudian sepenuhnya didedikasikan bagi kedua putra mereka, Karim Muaf (23) dan Karissa Munaf (18). Saat itu keduanya masih kecil. Danaparamita, akrab dipanggil Mita, ingin rumahnya juga bias menjadi arena bermain yang nyaman dan bebas bagi kedua anaknya, termasuk saat teman-teman mereka datang bermain ke rumah.
Untuk bisa menjadi area bermain bersama yang luas, Mita dan suami sengaja menyediakan tamna dan kebun di sekeliling rumah ,lengkap dengan rumput hijau serta pepohonan besar, yang dipertahankan sejak saat pertama rumah seluas 750 m² itu dibangun di area tanah bekas kebun seluas 2.000 m². Ada setidaknya 10 bateng pohon palem besar dan beberapa pohon tanaman buah, seperti rambutan dan mangga, sengaja dibiarkan tak ditebang saat rumah mereka mulai dibangun pada 2003.
Area ruang keluarga di pusat ruma hdi lantai satu pun dirancang sama luasnya sehingga anak-anak bisa memanfaatkannya untuk beraktivitas, mulai dari sekadar duduk-duduk atau tidur-tiduran sambil menonton tv atau pun film. Area itu juga bisa disulap menjadi tempat berlatih menyanyi, bermain music, atau memberi bersama teman-temannya, seperti yagn juga menjadi hobi si bungsu.
Mita dan suaminya juga sepakat menjadikan lantai dua rumah mereka sebagai area khusus untuk tempat beljar dan bermain bagi Karim dan karissa. Area lantai dua seluas sekitar 250m² itu juga berfungsi sebagai tempat bekerja suami-istri tersebut.
“Sewaktu anak-anak masih kecil, di lantai atas itu saya dan Bapak bekerja sambil menemani anak-anak belajar dan bermain. Area lantai atas kami bebaskan untuk berantakan. Dengan begitu, area lantai bawah bisa tetap dijaga kerapiannya karean saya waktu itu juga masih mengerjakan beres-beres rumah sendiri. Taka ada pembantu,” kata Mita.
Saat ini, dua anak pasangan Syamsurizal dan Mita sedang sama-sama berkuliah di luar negeri di dua negara berbeda. Sang sulung, Karim, melanjutkan studi di Vancouver, Kanada, mendalami teknik pemrosesan produk-produk kayu. Sementara si bungsu, Karissa, mengambil jurusan desain grafis di kota New York, AS.
Area belajar, bermain, dan bekerja itu pun sudah berubah dan disulap menjadi kantor para karyawan Bambulogy. Namun, pada sudut tertentu, semisal beberapa lemari pajang, tetap terlihat beberapa macam koleksi bneka Barbie, mobil-mobilan, mainan robot, dan boneka dinosaurus. Mainan-mainan itu terpajang dan tersimpan dengan rapi walau tampak sedikit berdebu.
Rumah berevolusi
Setelah anak-anak dewasa dan semakin jarang di rumah, fungsi rumah pun ikut berevolusi. Jika dahulu ruang keluarga adalah area yagn terbilang paling luas di dalma rumah kediaman keluarga syamsurizal-kerap berfungsi sebagai tempat bermain, berkativitsa, dan bersosialisasi, baik antarsesama anggota keluarga inti mauun dengna rekan-rekan mereka-sekarang justru leibh berfungsi sebagai galeri.
Sejumlah produk furniture dan aksesori interior terbuat dari bahan kayu olahan serat bamboo prouk Bamublogy dipajang di area ini. Ada kursi goyang berdesain unik karya seoroang mahasiswa fakultas desain dari universita negeri ternama, lantai dan partisi ruangan dari kayu, meja, kursi, lemari, cermin berukuran raksasa hingga contoh panel dinding dan pintu-pintu berukiran, semua terbuat dari kayu solid berbahan serat bamboo.
“Tadinya semua material yang dipajang di sini berasal dari dua kali ikut pameran. Kami pikir daripada sewa ruko lagi menambah biaya, lebih baik semua item barang yang sudah dipamerkan kami tata saja laig di ruang keluarga ini. Sudah lama juga saya ingin punya galeri. Jadi, kalau ada orang datang ke sini, mereka juga bisa langsugn lihat sendiri,” ujar Mita.
Keputusan untuk menjadikan ruang keluarga sebagai galeri pajang juga tak lepas dari perkembangan kondisi keluarga. Saat anak-anak semakin beranjak dewasa dan kerap sibuk di luar rumah, apalagi kemudian mereka berkuliah di luar negeri, fugnsi ruagn keluarga untuk berkumpul juga semakin jarang dipergunakan.
“Dahulu, saat anak-anak masih sekolah dari TK sampai SMA, semua teman-temannya, dikumpulkan di sini. Selain itu, saat kami berusia 30-40 tahunan, antarkeluarga kerabat atau teman juga masih rajin berkeliling saling bertamu. Semakin ke sini aktivitas seperti itu semakin jarang,” tambah Syamsurizal.
Saat ini, mereka kerap merasa rumah besar justru semakin memperkuat kesan sepi dan kosong. Mau tak mau harusi dicari cara agar ruang yang sedemikian besar tak menjadi mubazir tak termanfaatkan. Rumah harus ikut berubah fungsi dan berevolusi.
“Kami berencana menjadikan rumah ini sebagau ruang public. Tempat orang bertemu, brain storming, dan bertukar ide. Saling berdiskusi untuk menciptakan karya-karya desain dan produk baru, terutama yang terbuat dari bahan kayu buatan Bambulogy. Beberapa rekan desainer atau arsitek sudah kerap datang berdiskusi atau sekalian mengajak kliennya mengobrol di sini,” ujar Syamsurizal.
Selain menjadi kantor, galeri, dan ruang public tempat bertukar ide serta gagasan, rumah kediaman itu nantinya juga akan difungsikan sebagai tempat pelatihan khusus, terutama untuk mengajarkan cara menerjemahkn sebuah desain menjadi komoditas, baik berbentuk produk interior maupun benda seni (art work). Pelatihan nantinya difokuskan ke anak muda.
Kediaman Syamsurizal juga menurut rencanaakan dibuka seluas-luasnya bagi beragam kalangan utnuk datang dan berbagi ilmu atau pengetahuan. syamsurizal bahkan sudah menyiapkan semacam nick-name untuk keperluan itu, PA 49.
Area selasar, yang menyatu juga dengan kolam renang dan taman belakang rumah pun berubah. Di area yang menurut Mita kerap dipakai rekan-rekannya berkumpul untuk berlatih senam yoga itu dilengkapi dua perangkat kursi dan meja tamu. Salah satunya berdesain ala furniture zaman dulu. Mita secara khusus memesan ubin lantai itu di pabrik tegel khusus bercorak ubin-ubin vintage produksi Yogyakarta.
Lantas di mana nantinya Syamsurizal dan Mita akan tinggal ketika rumah mereka berevolusi jadi ruang public?
Keduanya mengaku sudah menyiapkan satu rumah paviliun kecil tak jauh dari rumah utama sebagfai rumah tinggal masa tua mereka. Rumah kecil itu masih berada dalam area lahan yang sama dengan rumah utama. Sebelumnya rumah kecil tadi didiami kedua mendiang orang tua Syamsulrizal, yagn sebelumnya tinggal di lokasi lain di Jakarta.
Ada pula dua bangunan rumah lagi tempat ibunda Mita serta adiknya mendirikan rumah. Tradisi untuk tinggal berdekatan antar keluarga ini seperti itu menurut Mita sudah biasa dilakukan sejak zaman orangtuanya dahulu.

Akan tetapi, mereka tidak terlalu berharap tradisi serupa dilakukan kedua anak mereka lantaran zaman sekarang sudah berubh. Seperti juga manusia anggota keluarga di dalamnya, rumah ikut bertumbuh dan berevolusi. [ Sumber: Kompas, Minggu, 11 Maret 2018|Oleh Wisnu Dewabrata]

Comments

Popular Posts