“Ngebon” Seru Yuk!
Keterbatasan lahan di
perkotaan bukan halangan untuk berkebun di rumah. Ada banyak cara untuk membuat
kebun ala perkotaan (”urban farming”), bahkan dengan sistem organik. Dari kebun
ini, dapat dipanen sayur-sayuran, buah, hingga tanaman herba.
SINAR matahari terasa hangat mengecup kulit ketika 20-an
orang berkumpul di lapangan Jalan Boling di sebuah perumahan di Arcamanik,
Bandung, Jabar. Mereka serius mendengarkan penjelasan Raden Galih Raditya yang
pagi itu berbagi pengetahuan dan pengalaman menanam sayuran.
Lewat Komunitas 1000 Kebun
yang digagas Galih dan kawan-kawannya, hampir setiap hari Minggu digelar Ngeruk
alias Ngebon Seru Yuk! Kegiatan ini
mengajarkan cara menanam, mulai dari menyiapkan media tanam, mmenyemai, membuat
pupuk, hingga menanam aneka tanaman, seperti selada, tanaman herba, stroberi,
dan sayuran panen muda (microgreen).
Komunitas ini sangat
cair. Siapa saja diperbolehkan bergabung. Infromasi mengenai rencana kegiatan
biasanya diumumkan melalui media sosial, yakni Instagram Komunitas 1000 Kebun.
Salah seorang yang pagi itu bergabung adalah Eva. Sambil menggendong anaknya
yang tertidur didekapan, Eva yang diantar suaminya serius menyimak materi
tentang salad pot.
Ini kedatangannya yang
kedua untuk ikut Ngeruk. Seminggu sebelumnya, Eva hadir saat Ngeruk mengajarkan
peserta menanam tanaman herba. “Saya sudah coba tanam berbagai tanaman herba,
tetapi yang hidup hanya yang rosemary. Makanya masih penasaran, pengin coba
lagi,” ujar Eva.
Mendengar curhat Eva
dan peserta lain, Galih kemudian menimpali. “Kalau berkebun gagal sekali,
jangan menyerah, ya, Bu,” katanya menyemangati.
Para peserta yang
mayoritas perempuan pun kemudian menyerbunay dengan berbagai pertanyaan.
Beberapa peserta tampak baru sekali itu datang, sebagian lainnya sudah beberapa
kali hadir dan kadang-kadang turut membantu berbagi penjelasan.
Pada materi kali iut,
Galih mengawali materi menanam sayuran dengan menyiapkan media tanam, yakni
sabut kelapa, arang sekam, dan pupuk kompos. Kompisisi ini dianggap ideal utnuk
memberi nutrusi, pori, dan mengikat air. Bahan-bahan tersebut juga murah dan mudah
diperoleh. Dengan komposisi 1:1:1, Galih kemudian menerangkan cara mengukur
kelembaban media tanam setela hsemau komponen dicampur. Kelembaban ini penting
utnuk mendorong pertumbuhan benih dan menyiapkan nutrisi.
Peserta kemudian
dijelaskan secar rinci cara memilih benih, menyemai benih, mengatur kondisi
agar benih tumbuh, serta menjaganya hingga siap menjadi bibit dan siap
dipindahkan ke wasah yang lebih besar. Peserta juga dijelaskan alasan di balik
setiap perlakuan terhadap media tanam dan tanaman. Bahan-bahan yang digunakan dipilihkan yang
sederhana. Misalnya, untuk menyemai benih, bisa digunakan gelas bekas air
mineral atau wadah bekas makanan dan minuman lainnya yang food grade atau aman pangan. Demikian pula dengan tata cara dan
tahapan menanam. Hanya ketelatenan dan kesabaran yang diutuhkan.
“Jangan lupa kalau organic,
tanahnya tidak bersih, harus dikasih daun-daunan kering diatasnya untuk makanan
mikroba,” kata Galih.
Tidak lupa ia meminta
peserta untuk menikmati setiap proses berkebun yang dijalani. Di saat sepi,
tanaman aa baiknya diajak ngobrol kareana tanaman juga dipercaya sebagai
makhluk hidup. “Jangan lupa bilagn dulu dengan orang urmah supya tidak dianggap
gila,” katanya berkelakar.
Seorang peserta
lainnya, Rosma, juga sudah beberapa kali ikut acara serupa. Warga Antapani ini
melihat informasi di Instagram Komunitas 1000 Kebun tentang tema menanam “salad
pot” ini. Sebelumnya, ia mencoba menanam rosemary, basil, oregano, dan mint.
Namun, hanya oregano yang tumbuh dan hidup hingga saat itu.
“Kebetulan di rumah
ada sepertak kecil halaman, tetapi selama ini hanya ditumbuhi rumput. Saya
ingin Tanami dengan sayuran dan herba. Belum semuanya berhasil, tetapi pengin
coba terus sampai bisa. Makanya datang lagi nih,” katanya.
Bercocok tanam
Komunitas 1000 Kebun
digagas sejak empat tahun lalu oleh tujuh orang, termasuk Galih, yang tertarik
dan gemar bercocok tanam. Mereka datang dari berbagai latar belakang. Kegiatan
utama Komunitas ini adalah mengajarkan orang bertaman organic. Hampir setiap
minggu digelar kegiatan. Kadang-kadang juga melebar ke gaya hidup dan makan
sehat, seperti cara membuat salad, membuat tempe organic, teraium, dan meronce
limbah plastic.
“Kami memilih organic karena
lebih baik untuk lingkungan. Untuk bertanam organic, di awal memang usahany
tinggi, tetapi selanjutnay pemeliharaannya mudah karean alam yang bekerja,”
kata Galih, lulusan fakultas hukum yang kemudian memilih menjadi petani.
Tertarik bercocok
tanam sejak SMP, Galih kemudian menjawab tantangan kakeknya untuk bertani. Saat
kuliah tahun pertama, ia mencoba bertani dengan memanfaatkan lahan sang kakek.
Bersama beberapa temannya, sejak lima tahu nlalu mereka konsisten bertani organic
sayur-sayuran.
“Kami melihat, petani
kita itu ketergantungan pupuk dan pestisida. Ini tidak baik secara ekonomi
selain membahayakan lingkungan. Itu sebabnya, kami tertantang untuk bertani organic
dan menyebarkannya kepada orang banyak karena bertani organic itu tidak susah,
kok. Dari sini, kepedulian kami meluas pada gaya hidup sehat dan kelestarian
lingkungan,” katanya.
Dengan mengajarkan
bertani organic yangmudah dan bisa dipraktikan di lahan sempit, komunita ini
berkeinginan tuurt meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pangan sehat.
Selain pertemuan
langsung untuk belajar berkebun, aktivitas komunitas juga ramai lewat tiga grup
Whatsapp, di grup ini terbagung praktisi, ahli, pehobi, hingga petani. Tidak
hanya dari Bandung, bahkan dari kota lain di luar Pulau Jawa. Mereka saling
berbagai pengetahuan dan pengalaman. Tidah hanya itu, grup-grup ini akhirnay
menjadi jembatan bagi petani dan konsumen.
Berangkat dari sini,
komunitas kemudian mendirikan Warugn Sehat 1000 Kebun yang bertempat tidak jauh
dari lapangan tadi di Jalan Boling No.26. Didirkan mulai akhir 2017, hingga
kini sudah ada 300-an produk yang ditawarkan dari 40 produsen dari kalangan
petani dan UMKM. “Grup akhirnya jadi seperti marketplace. Dari sini kami membangun
Warung Sehat 1000 Kebun”, katanya.
Selain Ngeruk yang
hanya menetapkan donasi sukarela, komunitas ini kadang-kadang juga
menyelenggarakan lokakarya dan seminar berbayar untuk menghidupi kegiatan
komunita dan meningkatkan kapasitas petani.
[sumber: kompas, minggu, 6 Oktober 2018|Oleh; Sri Rejeki] DARI puncak tanjakan,
Comments