Rezeki di Istana Jamur

Dengan ”uang kondangan” dari pesta perkawinannya, Nasrudin (27) membangun usaha budidaya jamur merang. Ia lantas mengajak warga dari sejumlah desa untuk menjadikan Kabupaten Cirebon sebagai pusat produksi jamur merang.
Melewati jalan desa yang membelah Desa Palimanan Barat, Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, kita akan melihat jajaran kumbung tumbuh di perbatasan sawah dan permukiman warga. Dari jauh, kumbung-kumbung itu seperti rumah-rumah mungil dengan warna meriah dan mencolok mata. Setelah didekati, kumbung-kumbung itu lebih mirip bedeng berkerangka bambu dan berdinding terpal plastik. Ukurannya sekitar 4 meter x 7 meter dengan tinggi sekitar 4 meter. Di dalam kumbung yang ditutup rapat itu, udara terasa sangat lembab. Namun, kelembaban yang tinggi itu justru diperlukan untuk menumbuhkan jamur merang.
Sore itu, pada akhir Agustus 2018, beberapa kumbung (rumah jamur) telah dipanen. Di rak-rak media tanam jamur yang tersusun rapi dan tinggi hanya tersisa beberapa butiran jamur yang masih tumbuh. ”Ini masih akan gede beberapa hari lagi dan bisa dipanen,” ujar Nasrudin, salah satu pelopor petani jamur di desa itu.
Nasrudin mengatakan, di Kecamatan Gempol saat ini ada 60-an kumbung jamur merang yang dikelola 27 warga. Latar belakang mereka beragam, mulai dari petani penggarap sawah, peternak, sopir, hingga pensiunan karyawan yang ingin menambah penghasilan keluarga dengan budidaya jamur. ”Kalau kami punya empat kumbung jamur saja, keuntungan panen sudah lebih banyak daripada hasil tiga kali panen padi dari sawah 1 hektar,” ujarnya.
Namun, Nasrudin tidak mau mendorong petani meninggalkan sawahnya dan beralih ke kumbung. Ia hanya ingin mengajak warga, termasuk petani, memanfaatkan pekarangan dan waktu luang di luar kegiatan mengerjakan sawah ataupun kegiatan lainnya.
Ia yakin budidaya jamur menjadi jalan yang bagus untuk menambah penghasilan keluarga ataupun keluar dari jerat kemiskinan. Pasalnya, harga jual jamur merang cukup tinggi, yakni Rp 26.000-Rp 28.000 per kilogram di tingkat petani.
Menurut hitung-hitungan Nasrudin, setiap kumbung jamur bisa memberikan pendapatan bersih kepada petani Rp 1,5 juta per bulan. Rata-rata petani memiliki tiga kumbung jamur. Jadi, tambahan pendapatan mereka bisa mencapai Rp 4,5 juta per bulan. ”Pendapatan segitu termasuk besar karena UMR Kabupetan Cirebon saja cuma Rp 1,87 juta per bulan,” ujarnya.
Uang kondangan
Kumbung-kumbung jamur baru tumbuh tiga tahun terakhir di Gempol. Sebelumnya, Nasrudin bahkan sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang budidaya jamur merang. ”Dulu saya masih bekerja sebagai karyawan honorer di perusahaan air minum di Bandung. Tetapi, karier saya begitu-begitu saja. Jadi, saya putuskan pulang kampung ke Cirebon,” ujarnya.
Sebagaimana anak muda Gempol yang usianya sudah mencapai 25 tahun saat itu, Nasrudin merasa sudah sepantasnya untuk berumah tangga. Ia pun menikahi Sari Gustina, yang masih terhitung warga sekampung, dengan pesta sederhana. Dari pesta pernikahan, Nasrudin dan Sari mendapat uang amplop yang jumlahnya sekitar Rp 13 juta dari para tamu undangan. ”Uang kondangan” itulah yang kelak akan mengubah kisah Nasrudin dan keluarga selanjutnya.
Setelah menikah, Nasrudin berpikir keras untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Ia mencoba melihat-lihat peluang usaha. Suatu ketika, ia bertemu seorang teman yang mengajaknya untuk ikut pelatihan budidaya jamur merang yang digelar CSR perusahaan produsen semen. Nasrudin tertarik dengan ajakan tersebut. Ia mengikuti pelatihan hingga tuntas.
Setelah itu, di bawah bimbingan mentornya, ia mulai menerapkan hasil pelatihan. Ia gunakan uang kondangan Rp 13 juta itu untuk membangun satu kumbung budidaya jamur merang di sebelah rumah tempat tinggalnya. ”Istri saya mendukung meski uang kondangannya ludes buat modal,” ujar Nasrudin diikuti tawa.
Dalam satu bulan, ketekunan Nasrudin membudidayakan jamur segera terlihat. Saat musim panen tiba, ia berhasil memanen 3 kuintal. Padahal, ketika itu untuk mencapai angka impas modal, hanya perlu memanen 80 kilogram. ”Kata pelatih saya, itu hasil panen yang luar biasa, apalagi bagi pemula,” kata Nasrudin.
Panen perdana itu memberikan penghasilan Rp 7,5 juta. Setelah dipotong pengeluaran bahan baku dan tenaga kerja, Nasrudin mendapat hasil bersih Rp 5 juta. ”Kalau hasilnya begini terus, dalam tiga bulan, duit kondangan kami bisa balik,” ujarnya sambil tertawa.
Desa Jamur
Nasrudin pun semakin giat membudidayakan jamur merang. Ia mengajak teman-teman dan warga sekitar rumahnya untuk membuat kelompok petani jamur dan membangun kumbung bersama. Awalnya, hanya ada satu orang yang bersedia. Setelah enam bulan, jumlah anggota bertambah menjadi 13 orang dan setelah dua tahun menjadi 27 orang.
Kecamatan Gempol, Cirebon, memang cocok untuk budidaya jamur. Hamparan sawah di kawasan itu masih luas sehingga para petani jamur mudah mendapatkan jerami setiap musim panen. Di luar musim panen, mereka menggunakan limbah kapas dari pabrik tekstil sebagai media tanam. Selain itu, kelembaban udara yang tinggi di kawasan Gempol membuat jamur tumbuh subur.
Nasrudin sampai sekarang masih terus mengajak warga lainnya untuk menanam jamur. Ia rajin keluar masuk desa di Gempol dan kecamatan lain untuk mengajarkan budidaya jamur dengan sistem berantai. Dari hasil pelatihan itu, kini berdiri 60 kumbung jamur di Gempol. ”Target saya, kami punya 300 kumbung dalam beberapa tahun ke depan. Jadi, masih 260 kumbung yang mesti dibangun,” ujarnya.
Untuk menarik minat warga sekitar membudidayakan jamur merang, Nasrudin menawarkan sistem plasma. Ia melatih warga, meminjamkan modal berupa bibit dan media tanam, membantu mendirikan kumbung, dan mendampingi mereka sampai panen.
”Kalau sudah panen, hasilnya tinggal dibawa ke rumah saya. Nanti kami jual sama-sama. Uang penjualan tinggal dikurangi pengeluaran modal. Kalau gagal, saya yang nanggung risikonya,” ucapnya.
Menurut dia, pasar jamur merang masih sangat luas. Upaya untuk memenuhi permintaan pasar di Cirebon dan sekitarnya saja masih susah. ”Setiap kami panen, siangnya sudah langsung diangkut pedagang ke pasar-pasar di Cirebon. Mereka sampai rebutan,” kata Nasrudin.
Nasrudin ingin suatu ketika Gempol menjadi sentra produksi jamur seperti Karawang agar bisa merambah pasar yang lebih luas, terutama Bandung dan Jakarta. Karena itu, ia tak lelah mendampingi warga desa yang ingin membudidayakan jamur. Setiap bulan, ia menggelar pengajian yang diikuti petani jamur. Acara pengajian seperti itu juga digunakan untuk membicarakan berbagai persoalan budidaya hingga pemasaran jamur merang.

”Ke depan, kami ingin membuat koperasi. Saya ingin berhasil bersama-sama warga sekampung. Kalau itu tercapai, nanti kami bisa berangkat haji sama-sama dengan satu pesawat. Itu mimpi besar saya,” kata Nasrudin sambil tersenyum.[Sumber : Kompas, Kamis, 25 October 2018 | Oleh : Budi Suwarna]

Comments

Popular Posts