Garis Pantai yang Hilang di Cemarajaya


Silaunya matahari berpendar keperakan mengenai pasir hitam. Jalan aspal sudah tergerus, menyisakan gumuk-gumuk pasir. Hanya kendaraan roda dua yang bisa menembus jalan antarkampung. Itu pun pengendara harus pandai zig-zag untuk mengendarai kendaraannya. Belum lagi kalau pasang air laut, jalanan hilang dan harus berputar melewati pematang tambak.
Sejak tahun 2002, sepanjang garis pantai di Desa Cemara jaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ini sudah mengalami abrasi dan subsidensi atau amblesan tanah. Pantai Pisangan dan pantai wisata Alam Baru adalah titik terparah.
Siang itu, awal bulan April, Pak Cayim melaju perlahan dengna sepeda motor bututnya yang pernah karatan ole hair laut. Berhenti di seubah gubuk bamboo yang sebagian besar tak beratap, bergegas ia megneluarkan udan untuk dijemur. Tak berapa lama, jarring serok juga dikeluarkan dari bubuk untuk mencari udang di bibir pantai. Begitulah keseharian Pak Cayim. “Gubuk ini bekas rumah saya, kini hanya saya pakai untuk produksi terasi dan istirahat siang,” katanya. Terasi itu dijual Rp 1o.000 per kg.
Kisah Pak Sarman hampir sama. Berjarak 500 m dari rumah Pak Cayim. Pak Sarman rutinitasnya selama 30 tahun ini dengan menjaring ikan dan udang. Meski sudah banyak yang pindah, ia tetap setia tinggal di pinggir pantai bergeser 300-an meter dari rumahnya yang hilang tergerus abrasi pantai. “Tahun 1986 hutan mangrove masih lebat di sana,” katanya sambil menunjuk 500-an meter ke arah laut.
Sabuk hijau itu kini hilang dan digantikan ombak dan air keruh. Penggerusan itu kini masih berlangsung dengan laju abrasi mencapai 12 m per tahun. Padahal, total panajgn pantai yagn terancam di desa itu mencapai 8 km (Kompas, 8 Juli 2002). Sedikitnya 85 ha wilayah di desa itu tergerus air laut dalam 24 tahun terakhir, (Kompas, 6 Oktober 2010).
Akankah desa ini tenggelam, menghilang dair peta? Waktu yang akan menjawabnya. [Sumber : Kompas, Minggu 7 April 2019 | Oleh : Agus Susanto]

Comments

Popular Posts