Berjejaring Menuju Pertanian Organik


Gaya hidup sehat mengubah pola bertani di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah. Dalam dua tahun terakhir, sebagian petani meninggalkan cara konvensional dan beralih ke pertanian organik. Mereka juga berjejaring dengan berbagai pihak demi kedaulatan pangan.
Terletak di sebelah utara aliran Sungai Serayu. Desa Wlahar Wetan (Kecamatan Kalibagor) dianugerahi hamparan sawah seluas 195.60 ha. Meski berada di tepi aliran sungai, kawasan ini justru mengandalkan curahan hujan untuk dapat mengairi sawah dan tegalan di sekitarnya. Hal itu, karena permukaan air sungai sekitar 5 m di bawah permukiman sawah.
Adalah Dodiet Prasetyo, sang kapala desa yang berupaya menebarkan semangat hidup serta bercocok tanam sehat melalui pertanian organic. Melihat potensi desanya yang belum optimal serta ancaman kerusakan tanah dan sawah akibat penggunaan obat-obatan kimiawi, berikut pemakaian bibit padi dari sejumlah bantuan pemerintah yang tidak cocok dengan tanah, juga bibit yang kurang berkualitas. Dodiet mengajak para petani mengatasi persoalan tersebut bersama-sama.
Dana desa yang digulirkan pemerintah puat tidak serta merta dibelanjakan untuk pembangunan fisik semata, tetapi juga dimanfaatkan untuk menggelar pelatihan khusus pertanian organic. Pada 2016, dari total dana desa Rp 600 juta, sebanyak Rp 80 juta dianggarkan utnuk menggelar pelataihan pertanian organic selama tiga bulan untuk 70 petani.
“Pelatihan yang dibuat tidak hanya sosialisasi hal-hal pertanian. Petani diajak langsung mengamat ihama apa saja yagn ada di sawah dan apa jenis predatornya, juga melihat masalah serta mencari solusinya,” tutur Dodiet, Senin (7/1/2019).
Pelatihan tersebut mengundang sejumlah narasumber dan peraktisi pertanian organic, baik dari Jawa, sumatera, maupun Kalimantan. Bahkan, para peserta pelatihan  diajak studi bandingke sentra-sentra pertanian. Seperti Indramayu, dan Majalengka di Jabar serta Ngawi di Jatim. Selain utnuk pelatihan dana desa rp 35 juta dari total Rp 800 juta pada 2017 juga digunakan untuk membeli peralatan pembersih beras dan alat pres untuk mengemas beras-beras organic para petani.
Desa dengan jumlah penduduk sebanyak 3.935 jiwa dengan 986 keluarga ini, sekitar 80% warganya merupakan petani. Luas desa ini 384,29 ha, dan 195,69 ha di antararanya merupakan areal persawahan tadah hujan. Dari jumlah itu, dalam dua tahun terakhir, ada sekitar 15 ha persawahan yagn digarap menggunakna teknik pertanian organic.
“BIbit local yang dikembangkan para petani organic di sini adalah mentik susu. Per ha bisa menghasilkan 8-9 ton gabah kering panen. Namun, saat ini, dengna kondisi tanah yang dalam poses  pemulihan dari pupuk kimia, hasilnya sekitar 4 ton per ha,” tutur Dodiet.

Comments

Popular Posts