Air untuk Kemandirian Warga
Bagi warga
Desa Karamatwangi, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, di kaki
Gunung Papandayan, air bersih tidak mudah diperoleh. Namun, berkat ketekunan
Endik Sunarya (56), air yang susah diperoleh kini bisa mengalir lancar ke
rumah-rumah warga. Ketersediaan air membuat warga merasa lebih sejahtera.MMalam
kian gelap dan dingin, Sabtu (6/7/2019). Namun, Endik sulit memejamkan mata.
Hatinya tidak tenang. Kabar dari tetangganya, sesama warga Desa Karamatwangi,
mengusik pikirannya. Air bersih yang dikelola Badan Usaha Milik Desa
Karamatwangi tidak mengalir. ”Sepertinya ada saluran air yang rusak,” kata
Endik. Keesokan harinya, Endik tak ingin menyimpan tanya lebih lama. Tepat
pukul 07.00, bersama tiga kawannya, Tugirin (48), Judin (47), dan Wawah (45),
ia memulai langkahnya. Mereka bertolak menuju mata air Tegal Bungbrun di
kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Papandayan menggunakan sepeda motor. Tegal
Bungbrun adalah sumber air bagi Karamatwangi.Dari kawasan TWA, mereka lalu
berjalan kaki masuk ke dalam hutan, melintasi tebing untuk menuju Tegal
Bungbrun sejauh 2,5 kilometer (km). Lebih kurang 2,5 jam mereka berjalan kaki
sampai tujuan.”Ternyata ada tujuh titik paralon yang rusak atau terkoyak.
Sepertinya ada orang yang jahil merusak pipa-pipa yang ada,” kata Endik ketika
sampai di Tegal Bungbrun.Dengan sigap dan cekatan, mereka memperbaiki pipa-pipa
yang bocor. Pipa rusak diganti dan disambungulang. Hawa dingin tak mampu
mengalahkan semangat demi air bersih untuk warga.Tak terasa sore mulai datang. Sekitar
pukul 15.00, pekerjaan itu rampung juga. Kabar dari warga desa yang mengatakan
air sudah mengalir lagi mengakhiri tanggung jawab mereka hari itu. Rasa puas
itu, kata Endik, tak tergantikan.Bagi Endik, semuanya lebih dari saluran air
biasa. Pipa-pipa yang terpasang 11,5 kilometer itu adalah cinta. Dia merintis
aliran air itu sejak tahun 2015, berteman dengan darah dan air mata demi
menyirami desanya yang sebelumnya kesulitan air.
Telan keraguan
Ide
penyediaan air bersih di Desa Karamatwangi itu muncul bersamaan dengan momentum
pemilihan kepala desa empat tahun lalu (periode 2015-2021). Salah satu
permasalahan warga desa yang terletak di kaki Gunung Papandayan ini adalah
kesulitan air bersih, terutama dialami warga Dusun I di kawasan Paledang dan Ciranok.
Mata air
dari dusun ini jaraknya sekitar 2 kilometer. Akibatnya, warga yang membutuhkan
air bersih ataupun hendak mencuci pakaian harus berangkat bersama-sama
menggunakan mobil bak terbuka milik warga setempat. Belasan warga patungan
membelikan bahan bakar kendaraan. Semua dilakukan demi mendapatkan
masing-masing dua jeriken air karena kapasitas mobil yang terbatas.
Pihak desa
pun mengambil langkah. Sejumlah proyek infrastruktur, baik dukungan dari dana
APBN, APBD provinsi, maupun APBD Kabupaten Garut, diarahkan untuk membangun
perpipaan air bersih.
Endik
menjadi salah seorang di antara warga yang termotivasi. Dia bahkan berinisiatif
membuat survei tentang sumber air. Setelah mencari beberapa alternatif sumber
air, kawasan Tegal Bungbrun yang ia pilih. ”Ada yang lebih dekat, tetapi sudah
dimiliki secara pribadi dan digunakan untuk lahan pertanian,” katanya.
Tegal
Bungbrun adalah kawasan bervegetasi rimbun. Pohon besar seperti ki hujan atau
trembesi (Samanea saman), puspa (Schima wallichii), dan ki putri (Podocarpus
neriifolius) menjadi penjaganya. Membentuk kanopi yang rapat, sinar matahari
sulit menembusnya. Terpisah dengan jurang terjal dari permukiman masyarakat,
membuat keasrian kawasan itu tetap terjaga.
”Waktu
survei ternyata medannya berat. Saya sempat bingung menentukan jalur pipa
karena harus menyusuri tebing sekitar 200 meter. Untuk memasangnya, saya ikat
tubuh ini di pohon atau batu dan menuruni tebing itu,” ucapnya.
Bekerja di
sana juga harus cekatan. Tegal Bungbrun dipandang keramat. Oleh karena itu,
pekerjaan pemasangan pipa di kawasan sumber air itu tetap harus dilakukan
sampai dengan pukul 16.00.
”Selesai
tidak selesai, kalau waktu sudah pukul 16.00, kami meninggalkan lokasi.
Pekerjaan dilanjutkan keesokan harinya. Kami berangkat pukul 07.00 dari rumah.
Jangan sampai kesiangan berangkatnya. Kegiatan seperti ini dilakukan sampai
radius sekitar 1,5 kilometer dari Tegal Bungbrun,” kata Endik.
Akan
tetapi, bukan kondisi geografis dan mitos yang membuatnya mengelus dada. Pada
awal proyek, warga tak semuanya setuju. Banyak warga yang pesimistis. Warga
mengatakan, proyek serupa anggarannya sampai lebih dari Rp 1 miliar. Warga juga
menganggap latar belakang Endik sebagai mantan guru yang banting setir menjadi
penjual sayur juga minim pengalaman.
Pada akhirnya,
semua keraguan itu dia telan sendiri. Setelah yakin dengan debit air yang besar
dan tidak pernah kering bahkan di musim kemarau, pemasangan pipa pun dilakukan.
Pada Juli
2016, sebanyak 20 orang dikerahkan. Tiap orang diberi upah Rp 20.000 per 6 meter
pipa yang terpasang. Hasilnya, tiga bulan kemudian, saluran air rampung
menggunakan pipa 1,5 inci dan 2 inci. Delapan rumah warga menikmati hasilnya.
Air mengalir di rumah mereka. Pembangunan pipa saluran air itu menelan biaya
sedikitnya Rp 900 juta.
Naik kelas
Nikmat itu
mengundang minat warga lainnya. Satu per satu warga meminta hal yang sama.
Sampai saat ini terdapat 630 pelanggan. Pelanggan dikenai tarif relatif ringan,
yakni Rp 1.000 per meter kubik. Di tahun yang sama, saat warga sepakat mendirikan
Badan Usaha Milik Desa Karamatwangi, pengelolaan air bersih ini menjadi
andalan. Endik didaulat menjadi Kepala Unit Air Bersih Badan Usaha Milik Desa
Karamatwangi.
Kini,
rata-rata pendapatan yang bisa disumbangkan unit air bersih antara Rp 5 juta
dan Rp 10 juta per bulan. Pemasukan dari pengelolaan air dipakai pula untuk
kegiatan operasional, seperti penanaman pohon di hulu air, pemeliharaan, dan
perbaikan-perbaikan jika terjadi kerusakan.
Warga Dusun
I Karamatwangi, Taufik Aji (44), menyatakan gembira dengan adanya program air
bersih dari desa. ”Sebelumnya kami ikut jalur PDAM yang mengalir lewat
kecamatan. Namun, berhubung tarifnya lebih mahal, kami ikut program dari
BUMDes. Tarifnya lebih murah dan debitnya juga besar,” ujar Taufik.
Kepala Desa
Karamatwangi, Rana Kurnia (40), yang juga Penanggung Jawab Badan Usaha Milik
Desa Karamatwangi, menuturkan, ke depan pihaknya ingin naik kelas. Tak hanya
memanfaatkan air untuk warga desa, keberadaannya juga disebarluaskan. Dua hal
yang ingin diraih, menambah instalasi air bersih dan memulai bisnis air dalam
kemasan. Endik kembali dipercaya mewujudkan keinginan itu.
”Pak Endik
itu orangnya berani dan tegas. Dalam bekerja, penuh totalitas. Pekerjaan yang
dipegang pasti tuntas. Dalam program air bersih, misalnya, walau ada keberatan
dari warga, dia tetap konsisten,” kata Rana.
Gayung
bersambut, Endik siap kembali menerima tantangan itu. Ia kini tengah menjajaki
sumber air yang lebih dekat dari permukiman. Keberadaannya selain untuk
menambah debit air juga menjadi cadangan jika Tegal Bungbrun sedang diperbaiki.
Targetnya ada 2.300 pelanggan baru yang berasal dari desa lain di Kecamatan
Cisurupan.
”Ke depan
diharapkan unit air bersih ini terus berkembang, ada atau tidak ada saya,
supaya tetap jalan. BUMDes Karamatwangi juga makin maju, manfaatnya besar
dirasakan masyarakat, dan warga juga sejahtera,” ujar Endik.[Sumber: Kompas15
Jul 2019\Oleh: Samuel Oktora]
Comments