VCO, Penyelamat Kelapa yang Sekarat
Bertahun-tahun, kelapa seolah tak bernilai. Komoditas ini
sepertinya hanya bisa diolah menjadi kopra. Padahal, banyak produk bisa diolah
dari kelapa, salah satunya VCO.
TANPA keraguan, Juari mempromosikan bahwa
minyak kelapa murni (VCO) Nyiur Terpadu buatannya sangat bagus. Lelaki 40 tahun
itu bahkan berani menjamin produk VCO asal Kelurahan Sapat, Kecamatan Kuala
Indragiri (sebuah pulau kecil di sisi
timur Tembilahan, ibu kota Kabupaten Indragiri Hillir, 340 km dari Pekanbaru,
Riau) itu lebih baik dari berbagai produk yang beredar luas di pasar indonesia.
Ia menyebutkan sebuah produk VCO asal Bogor yang cukup terkenal.
Sampai sekarang kami masih menyimpan produk pertama VCO kami
yang diproduksi pada tanggal 9 bulan 9 tahun 2014. Sudah lebih empat tahun minyak itu kami
simpan, tetapi warnanya tidak berubah dan rasanya masih tetap segar,” akta
Juari saat bertemu di kelurahan sapat, akhir oktober.
Merasa bleum cukup informasi tentang jualannya, Juari
melanjutkan klaim keunggulan VCO-nya. “Pernah ada orang kena penyakit kencing
manis dan kakinya hampir diamputasi, setelah minum empat botol VCO kami,
kakinya tidak jadi diamputasi. Kalau kolesterol, setelah tiga hari mengomsumsi
VCO kami pasti akan turun. Kami sudah coba, ungkap Juari sembari menyebutkan
beberapa manfaat VCO.
Seperti klaim Juari, manfaat VCO memang sudah banyak
ditetliti. Beberapa jurnal kesehatan menyebutkan beberapa manfaat minyak yang
berasal dari buah kelapa (Cocos nucifera) atau bukan minyak yang berasal dari
kelapa sawit.
Juari adalah ketua unit usaha pembuat VCO dari Kelompok
Pengelola Hutan Desa Sapat yang mendapat pendampingan dari YMII.
Menurut sekretaris kelurahan Sapat, hampir seluruh warganya
merupakan petani kelapa dengan luas lahan total sekitar 3.000 ha.
YMI merupakan lembaga pendamping masyarakat untuk menjaga
dan mengambil manfaat dari hutan desa sapat seluas 4.000 ha yang diberikan
pemerintah lewat skema perhutanan sosial. Sembari menajga htuan ,warga dilatih
mencari penghasilan dari mengolah kelapa yang diproduksinya melimpah ditempat
itu.
VCO Nyiur Terpadu, menurut YMI, diawali dengan pelatihan
pembuatan VCO yang dilakukan LSM itu di Desa Concong Dalam, Kecamatan Concong
pada tahun 2013. Saat itu, Juari hanya peserta tambahan dalam pelatihan.
Setelah pelatihan, program pembuatan VCO di Concong Dalam
justru tidak berjalan. Juari yang ikut pelatihan sebagai peserta tambahan
justru memulai memproduksi VCO dari ilmu pelatihan itu di desanya, Langkah ini berhasil.
Selanjutnya YMI bermitra dengan UNTAR, Jakarta, kembali
melakukan pendampingan. Dibantu beberapa dosen dan mahasiswa yang datang ke
Sapat, Juari diberi pelatihan lagi untuk meningkatkan teknik pembuatan yang
berujung pada peningkatan mutu.
Mahasiswa Untar juga membantu Juari menghitung efisiensi dan
mencarikan kemasan produk untuk dijual. Pada 9 penyaringan. Awalnya, kelapa
sebanyak 50 butir diparut lalu diaduk dengan 7 l air. Setelah dibiarkan selama
dua jam, rendaman akan terpisah antara santan dan air. Air kemudian dibuang.
Proses dilanjutkan lagi dengan pengendapan santan sehingga
muncul tiga lapisan bahan berupa londo (ampas), VCO, dan air. VCO kemudian
dipisahkan. Adapun londo dapat dipakai sebagai makanan ternak.
Dalma pembuatan VCO, anggot Juari melakukan pekerjaan awal.
Namun, untuk proses akhir ,seluruhnya dilakukan oleh Juari sehingga mutu produk
yang dihasilkan seragam.
Dari 50 butir kelapa dapat
menghasilkan 5 kg VCO. VCO
kemudian dikemas dalam botol berukuran 250 gr yang dijual Rp 40.000 per
botol.
Dalam satu bulan, Juari dan kelompoknya sebenarnya mampu
memproduksi VCO dalam jumlah besar karean bahan baku kelapa sangat melimpah.
Namun, sampai sekarang, mereka hanya
memproduksi VCO 350 l per bulan.
Produk VCO Nyiur Terpadu baru mulai dikenal di pasar
Kabupaten dan kota se-Riau dan Medan, Sumut. Semua itu masih merupakan hasil
penjualan dari mulut ke mulut. Dinas Perdagangan dan Perindustrian Indragiri
Hilir masih belum dapat mendukung peningkatan angka penjulana.
“Kami mampu membuat VCO dalam jumlah besar. Namun, untuk
menjualnya kami angkat tangan, belum mampu. Soal mutu, produk kami dapat
diadu,” akta Juari.
Nilai tambah
VCO sebenarnya dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan
harga komoditas kelapa yagn anjlok di dalam negeri. Indragiri Hilir merupakan
daerah yang memiliki kebun kelapa terluas di indonesia, mencapai 456.000 ha.
Petani daerah itu sangat menderita sat harga anjlok seperti sekarang.
Harga kelapa di tingkat petani di Sapat saat ini Rp 700 per
butir. Untuk dapat menopang ekonomi keluarga, petani harus memiliki produksi
20.000 butir per panen per tiga bulan atau luas areal sekitar 10 ha. Dengan
produksi 20.000 butir x Rp 700, diperoleh penghasilan kotor Rp 14 juta.
Setelah dipotong biaya produksi setengah dari penghasilan
kotor, petani mendapat hasil Rp 7 juta per sekali panen atau Ro 2,33 juta per
bulan. Angka itu jelas masih sangat kecil.
Sebagai perbandingan VCO sebanyak 5 kg dihasilkan dari 50
butir kelapa. Harga bahan pokok kelapa 50 x Rp 700 per butir adalah Rp 35.000. Adapun hasil penjualan 5 kg VCO mencapai Rp
800.000.
Juari mengatakan, banyak produk yang dapat dihasilkan ari
satu butir kelapa. Apabila dilakukan pengolahan secara intensif, satu butir
kelapa sebenarnya dapat menghasilkan
produk bernilai Rp 100.000. angka itu diperoelh dari pengolahan sabut, batok,
air kelapa, dan buahnya.
Hitung-hitungan keuntungan itu tentu saja masih di atas
kertas. Namun, kreativitas warga dalam emnciptakan industri hilir adalah salah
satu jalan keluar persoalan harga kelapa yang tidak menentu. Di stiulah
dibutuhkan visi, wawasan, dan peran pemerintah untuk memberi jalan keluar bagi
petani.v[Sumber://Kompas.Jumat,30November2018|Oleh:SyahnanRangkuti/].
Comments