KEMATIAN Senyap Kebun Duku Rakyat


Serangan penyakit dan kematian tanaman duku (Lansium domesticum) merebak di hilir Sungai Batanghari, Kabupaten Muaro Jambi, pada 2018. Bencana itu kian menghantui petani karena serangannya terus meluas nyaris tanpa penanganan.
Adi Ismanto (37) hampir putus asa. Ia tak tahu lagi harus berbuat apa dan mengadu kemana . Kematian misterius tanaman duku telah dilaporkan keprangkat dessa dan penyluh pertanian. Namun leibh dari setahun segalanya belum jelas. Padahal, masyarakat berharap dapat mengetahui penyebab munculnya penyakit dan cara mengatasinya.
“Apakah mungkin harus menunggu tanaman duku punah baru ada yang peduli memikirkannya?,” kata Adi, Jumat (26/10/2918).
Secara turun temurun, tanaman warisan itu dianggap sebagai berkah melimpah keluarga petani di Desa Jambi Tulo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi. Tidak repot merawatnya, tetapi panennya selalu mendatangkan sukaria.
Tanaman menghasilkan panen melimpah, bisa 1-2 ton per batang. Dengan harga jual rata-rata di atas Rp 10.000 per kg, tak sedikit potensi ekonomi yang dinikmati petani.
Di masa lalu, pemilik kebun duku dan durian sudah pasti berkecukupan hidupnya. Petani dapat menyekolahkan anak hingga lulus kuliah dari sebatang pohon. Musim panen biasanya diikuti semaraknya pembelian kendaraan bermotor atau peralatan elektronik.
Pada saat budidaya sawit dan karet berkembang sepuluh tahun terakhir, kebun duku dan duiran tak tergantikan.
Kekhawatiran menyeruak ketika serangan penyakit itu merebak. Awalnya, kematian menyergap tanaman duku di wilayah hulu. Belakangan, baru disadari bahwa serangannya terus meluas hingga ke wilayah hilir.
Di Desa Jambi Kecil, serangan misterius itu mematikan 2000 pohon duku. Penyakit terus merambat ke desa tetangga, Jambi Tulo. Di situ, 500 pohon mati.
Petani mengamati ada dua jenis serangan. Pertama, kematian tak sampai sepekan. Tanman cepat mengeropos hingga akar.

Temuan kedua, kematiannya lebih lambat. Awalnya ditandai dengan keluarnya cairan seperti lendir dari celah-celah batang. Selanjutnya kulit mengelupas dan daun menguning at hingga rontok. Tanaman sempat bertahan 1-2 bulan sampai akhirnya mati.
Batang-batang duku yang tersisa di kebun kini menunjukkan tanda-tanda terserang. “Setengah batangya sudah mengeropos. Tinggal setengah batang lagi tersisa,” ujarnya.
Tanaman asli
Peneliti budidaya dan teknologi perkebunan dari Universitas Jambi, Dede Martino, mengatakan, duku merupakan tanaman asli indonesia yang awalnya tidak dikenal di luar daerah tropik Asia. Karena rasa daging buahnya lembut dan manis, duku mudah diterima selera kebanyakan orang.
Hal itu membuat duku populer di negara-negara tetangga. Bahkan, hingga Australia  dan Arab Saudi. Di manila, Kanton, Penang, ataupun Singapura, buah duku termasuk kategori buah terbaik yang menjadi mata dagangan buah penting.
Kematian tanaman duku di wilayah tengah hingga hilir sungai di Jambi, kata Dede, disebabkan serangan jamur fusarium dan phytophthora. Serangan itu mengakibatkan busuk pada pangkal batang dan menyumbat pembuluh . “Tanaman yang sudah tersumbat pembuluhnya akan langsugn cepat mati,” katanya.
Hampir 20 tahun silam, Dede meneliti karakteristik tanaman duku. Tujuh tahun meneliti, ia dapati tanaman duku memiliki keistimewaan dalam beradaptasi dari berbagai anomali alam. Saat kemarau panjang, misalnya, tanaman itu akan mengalihkan penyimpanan pati makanan ke jaringan kortek pada batang, cabang, dan ranting.
Saat daun rontok, stok makanan tetap tersedia. Tanaman dapat tetap bertahan hidup setidaknya hingga dua bulan.
Saat itu, ia juga menemukan fenomena merebaknya kematian. Serangannya muncul perlahan, tetapi lama kelamaan semakin mengganas seiiring perubahan iklim. Musim tak lagi sesuai jadwal. Jamur juga sudah muncul dalam kondisi tanaman yang mulai rentan akibat semakin tak menentunya musim.
Serangan yang menghancurkan sistem pertahanan pada tanaman duku menguat dalam lima tahun terakhir. Dede mendapati puluhan ribu tanaman mati dalam waktu singkat. “Sekarang ini, sudah lebih dari setengah populasinya mati setelah terinfeksi,” katanya.
Sebelum tahun 2010, produksi dukuh Jambi yang terdata di Dinas Pertanian lebih dari 10.000 ton setahun. Luas tanamannya sekitar 6.000 ha.
Namun, jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar lagi. Saat ini tak sampai 2000 ha kebun duku yang tersisa.
Kondisi ini diperparah praktik kanibalisasi dan pagar bendungan yang marak dibangun korporasi sawit untuk menjaga kebun dari ancaman banjir. Pembangunan itu ternyata berdampak merusak kebun duku rakyat.
Pembendungan mengakibatkan aliran air yang semestinya diserap tanaman di kebun-kebun  rakyat tidak bisa lagi. “Akibatnya tananam stres dan rentan terserang penyakit,” lanjutnya.
Untuk mengatasinya, kata Dede, memang tidak mudah. Namun, petani dapat mencegah penularan serangan jamur. Caranya dengan membangun benteng perlindungan di sekeliling kebun rakyat.
Hal serupa dikatakan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jambi Mausul. Ia memerinthakan para penyuluh lapangan untuk menggalakan penaburan bubur kapur bordo pada tanaman guan menagkal serangan jamur.
Untuk mengantisipasi kepunahan tanaman, pihaknya meremajakan 7000 pohon duku di Kabupaten Merangin dan 3500 pohon di Kabupaten Batanghari. Dananya bersumber dari APBN. Sayangnya, bibit yang didatangkan bukan khas lokal, melainkan bibit dari provinsi tetangga.
Direktur Mitra Aksi, lembaga yang mendorong pertanian berkelanjutan, Hambali, mengatakan, serangan Fusarium dan Phytophtora tak hanya terjadi pada duku, tetapi juga dialami pisang. Belakangan banyak tanaman pisang ditemukan membusuk dengan cepat. Sementara tanaman kakao dan kopi diserang jamur akar putih.
Ia mengingatkan pemerintah agar segera mengambil langkah langkah antisipatif dan menyeluruh untuk menyelamatkan spesies tanaman pangan lokal. Tanpa langkah cepat, Jambi akan kehilangan identitas pangan lokalnya.
Jangan sampai segalanya menjadi terlambat. [Sumber://Kompas.Kamis 6 Desember 2018|Oleh:Irma Tambunan/] .

Comments

Popular Posts