PETANI Milenial dari Batu
Rakhmad
Hardiyanto (35) menanggalkan ilmunya di bidang permesinan. Sejak 2012 Ia
banting setir ke dunia petanian, menekuni agribisnis dengan jenis komoditas
jambu kristal. Dia menerapkan tata cara pertanian modern, dengan harapan
bisa mencetak petani-petani milenial.
Kesibukan
lelaki yang akrab disapa Hardi itu
hanya terhenti oleh ibadah shalat Jumat (1/2/2019). Sebelum dan sesudahnya, di
sela-sela order yang datang, ia sibuk menemui tamu. Sementara itu, sejumlah
mahasiswa IPB masih menunggu di kebun miliknya yang disebut Kebun Display.
Mereka baru tiba dan akan mengikuti PKL di tempat itu.
Di kebun seluas sekitar 1.000 m² yang penuh oleh
tanaman jambu Kristal itulah Hardi biasa menghabiskan waktunya setiap hari.
Rumah bertingkat di tengah kebun menjadi kediaman sekaligus tempat produksi. Di
tempat itu pula karyawannya sibuk mengemas buah jambu segar yang baru saja
dipanen untuk selanjutnya dikirim ke pasar.
Sejak tahun lalu, Hardi telah menyasar pasar ritel di
Malang dan beberapa kota lainnya. Ia juga melayani konsumen yang ingin
mendapatkan buah jambu Kristal secara daring. Hardi bersama 17 petani mitra
menghasilkan sekitar 200 kg jambu setiap harinya.
“Saya tidak mematok produksi harian yang tinggi karena
kami lebih berbicara soal kualitas. Cukup 2 kwintal per hari,” ujarnya. Saat ini
ada sekitar 6.800 pohon jambu Kristal milik Hardi dan petani mitra. Menariknya,
pohon-pohon tersebut sudah bersetifikat berikut turunannya.
Sejak 2014 Hardi juga membuka kebunnya untuk wisata
petik jambu. Cara ini dilakukan sekaligus merespons potensi Batu sebagai tempat
tujuan wisata di Jawa Timur. Penduduk Batu berjumlah 220.000 jiwa, tetapi 5,2
juta wisatawan berkunjung ke daerah itu selama tahun 2018.
“Wisata petik jambu lebih sebagai kegiatan turunan
agrobisnis saya.” Katanya. Di bawah bendera UD Bumi Aji Sejahtera, Hardi tidak
hanya berkonsentrasi pada jambu Kristal, tetapi juga sayuran dan jeruk lemon.
Peluang besar
Keterlibatan Hardi dalam dunia
pertanian berawal saat dirinya menikah tahun 2012. Sang mertua merupakan petani
yang memiliki 60 pohon jambu Kristal yang dulu disebut dengan istilah jambu
apel. Sebelumnya, sang mertua masih merawat dan menjual jambu berumur empat
tahun itu secara tradisional.
Mengetahui rasa jambu enak, Hardi
sering membawa jambu itu ke tempat kerjannya di salah satu badan usaha milik
Pemerintah kota Batu. Karena diminati, dia mulai menjual ke teman kerja dan
teman kuliah. Dari situlah, ayah dua anak ini melihat ada peluang besar
terhadap jambu Kristal.
“Di Jakarta harganya Rp 38.000 per
kg, sedangkan di sini banyak, dan rasanya lebih enak. Ketika petani
menjual seharga Rp 5.000 per kg, maka
saat itu saya sudah berani menjual dengan Rp 12.500 per kg,” ujarnya.
Setelah penjualan mulai berjalan,
Hardi memberanikan diri meminta izin untuk mengelola kebun itu dan sang mertua
pun memberikannya. Tak lama, Hardi memilih mundur dari pekerjaannya dan lebih focus
menata kebun. Dia mulai mempelajari semua hal, termasuk pemasaran produk.
Untuk pemaaran jambu Kristal, Hardi
menggunakan cara penjualan secara daring untuk menerobos pasar hingga luar
daerah. Saat itu, perngiriman barang ke konsumen masih menggunakan kurir
konvensional.
Usah Hardi makin menggeliat setelah salah
satu majlah pertanan memuat usahanya. Masih di tahun 2012 dia mendirikan UD
Bumi Aji Sejahtera. Keberadaan badan hokum dinilai penting untuk usaha tani
berkelanjutan meski sebagian orang menganggap sepele. Produknya pun mulai menembus
swalayan di Malang.
“Pendekatan yang saya lakukan bukan
sekadar pertanian, melainkan agorbisnis
enterprenur di bidang pertanian. Artinya bagaimana aspek profesionalitas
kita kedepankan, bagaimana manejerial kita bangun. Tiak sekadar bertani biasa,”
katanya.
Tahun 2013, pohon induk jambu aple
milik Hardi mendapatkan sertifikat dari Unit Pelaksana Teknis Pengawasan dan
Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur. Sejak saat itu
pula sebutan jambu apel yang tadinya melekat resmi diganti dengan jambu Kristal.
Sertifikasi juga diberika nkepada benih turunannya (cangkok) yang dibagikan
kepada petani mitra.
Menurut dia, sertifikasi berguna
untuk menjaga keaslian genetika. Berbicara kualitas buah tidak bisa dipisahkan
dari genetika. “Pola penanganan yang lain, seperti perawatan dan pemeliharaan
hingga prosedur standar operasi (SOP), memang bisa diubah tetapi genetika tidak
bisa,” katanya.
Menurut lulusan Teknik Mesin
Unibraw, Malang, angkatan 2003 ini, salah satu visinya adalah pemberdayaan
masyarakat. Meski dari sisi luas lahan sulit bertambah. Hardi ingin bisa
mengajak petani mendapatkan kehidupan lebih sejahtera
“Bagaimana petani mitra bisa enak. Jambu
mereka bisa berbuah dalam umur 1,5 tahun. Petani yang semula berpikir akan
panen 1-2 kali setahun, praktiknya bisa panen satu kali seminggu. Artinya,
jangan menunggu terlalu lama agar asap apur petan itetap bisa mengepul. Ktia juga
harus berpikir bagaimana harga buah tidak anjlok saat panen raya. Itu semua ada
SOP dan bisa diatur,” katanya.
Meski di pasaran saat ini harga
jambu Kristal bervariasi, ada yang menjual dengan harga elbih murah. Hardi tetap
bersikukuh menjual jambu dengan harga Rp 15.000 per kg. alasannya, ada
narasi-narasi di balik setiap buah jambu yang ditanam, tata cara dalam bertani,
hingga nasib dan keringat petani itu sendiri.
Dalam hal manajemen, Hardi membagi
usahnay dalam off farm dan on farm. Ia membagi 17 karya wan dalam bidang
masing-masing, mulai dari pemasaran digital, control kualitas, hingga bagian
distribusi. Mereka yang masih suka bertani dan bersentuhan langsung dengan
lapangan juga diberi kesempatan.
“Kenapa hasil bumi petani sulit muk
ke ritel modern karena mereka tidak punya manajemen. Jadi bukan sekadar
mempertimbangkan kualitas. Proses-proses seperti itu yang saya lakukan. Esensi pertanian
modern tidak hanya mencangkul di lahan, tetapi juga mencangkul digital. Petani milenial
sasaran dan apa yang dilakukannya jelas,” katanya.
Cara bertani seperti inilah yang
membedakan pertanian modern dengan pertanian tradisional. Hardi menyebut
sebagai petani milenial karena dirinya tidak ingin mengadopsi pola pertanian
konvensional, tetapi juga menggabungkan dengan pola dan cara baru sejak dari lahan
sampai pasca panen.
Karena itu, Hardi ingin ke depan
bisa mencetak petani-petani milineal. Setiap bulan ada belasan siswa SMK dan
mahasiswa yang mengikuti PKL di kebunnya, termasuk mereka yang berasal dari
luar negeri.
“Meski hanya cita-cita kecil, kami
ingin merealisasi itu. Petani milenial hanya istilah saja, tetapi yagn perlu
dipahami ari pertanian modern adalah bagaimana membentuk tata kelola semua
proses menjadi bernilai dan menarik,” kata Hardi.
Comments