BUKAN PETANI BIASA


Bejo Supriyanto (42) bukan petani bawang putih biasa. Bertahun-tahun ia menangkarkan bawang putih lokal verietas Tawangmangu Baru untuk benih. Tak hanya bertani, ia aktif berbagi ilmu bertani bawang putih kepada para petani di berbagai daerah. Kini ia mengembangkan varietas baru, Tawangmangu Super.
“SAYA kenal bawang putih sejak kecil karena mbah buyut, simbah, dan bapak saya semuanya petani bawang putih,” ujar Bejo di Dusun Pancot, Desa Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, Jateng, Selasa (12/3/2019).
Rumah Bejo di Dusun Pancot yang bergaya Jawa cukup luas dengna dinding tembok dan jendela-jendela kaca gelap di bagian depan. Ruagn tamunya yang berukuran 7 x 6 m dijadikan tempat berbagai kegiatan kelompok taruna tani “Tani Maju”.
Papan informasi kelompok Tani Meju dan foto-foto kegiatan panen bawang putih menghiasi dinding ruang tamunya. Di ruang tamu ini kegiatan-kegiatan kelompok tani diadakan, misalnya sosialisasi mengenai teknologi budidaya bawang putih dengan nara sumber dari kalangan perguruan tinggi. Teras depan rumah Bejo yang berukuran sekitar 2 x 12 m dipenuhi hasil panen bawang putih yang disiapkan untuk benih.
Bawang-bawang putih itu diikat pada bagian daunnya yang tampak telah mongering. Masing-masing ikatan bawang putih beratnya sekitar 10 kg. Sebagian diletakkan di lantai, sebagian besar digantung pada batang-batang bamboo yang diikatkan di langit-langit teras.
Langit-langit teras itu pun terlihat dipenuhi bawang putih yang digantung dengan ketinggian hampir menyentuh kepala. Sebagian bawang putih juga digantung di langit-langit ruang tamu. Bejo juga menyimpan bawang putihnya di ruang penyimpanan persis di samping ruang tamu. “Beginilah rumah saya, isinya bawang putih semua,” ujar Bejo. Ikatan bawang putih  yang bergelantungan itu seperti karya seni instalasi yang menawan.
Bejo menuturkan, awalnya para petani di Tawangmangu menanam varietas local, bawang Jawa. Pada 1980-an para petani mau beralih menanam varietas anyar. Tawangmangu Baru. “Waktu  itu yang pertama menanam adalah Mbah Wiryo Sumarso (alamarhum), sesepuh di Dusun Pancot. Tawangmangu Bari ini umbinya jauh lebih besar dibandingkan bawang Jawa,” katanya.
Varietas Tawangmangu Baru bisa menghasilkan 12-16 siung per umbi dengna ukurang panjang 2,5-3,5 cm dan lebar 1,5-2,5 cm serta beraroma kuat. Tawangmangu Baru bisa menghasilkan panen hingga 15-18 ton cabut basah per ha.
Bejo mengatakan telah mencoba menanam sejumlah varietas bawang putih impor ataupun local.
Namun sejauh ini, Tawangmangu Baru-lah yang hasilnya paling memuaskan dan cocok ditanam di Tawangmangu. “Saya pernah menanam 19 varietas bawang putih impor, antara lain dari China dan India. Benih impor itu bisa tumbuh, tetapi tidak bisa menghasilkan umbi, tidak cocok di sini,” katanya.
Hingga kini Bejo terus menekuni Tawangmangu Baru. Varietas ini ditangkarnya untuk mendapatkan benih.
Benih-benih yang dihsilkannya banyak disimpan petani di berbagai daerah. Bejo mengirimkan benih-benih yang terlah tersertifikasi hingga ke luar jawa, di antaranya Bengkulu, Jambi, Karo (Sumut) dan Aceh.
Mentor
Kemampugan Bejo menghasilkan benih-benih unggul Tawangmangu Baru membuatnya kerap diminta pemerintah pusat dan daerah untuk menularkan ilmu kepada para petani bawang putih di daerah lain tentang cara membudidayakan bawang putih Tawangmangu Baru. Ia kini menjadi mentor bagi petani-petani lain. Tidak hanya di wilayah Jawa Tengah di mana ada budidaya bawang putih, seperti di Temanggung dan Magelang, tetapi Bejo juga membagi pengetahuannya hingga ke luar Jawa, di antaranya Pagaralam, Sumsel.
“Saya di Pagaralam bersama Prof Sobir (Guru Besar IPB). Beliau memberi materi sebagai pakar dari perguruan tinggi. Saya mengajari cara macul, memberi pupuk, aplikasi air, jarak tanam, pemakaian mulas (material penutup tanaman untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit),” tuturnya.
Pada 2017 Bejo membentuk kelompok tani bawang putih taruna tani Tani Maju yang saat ini beranggotakan 30 orang. Kelompok tani ini dibentuk untuk memberdayakan petani bawang putih di Pancot. Melalui kelompok ini, angota kelompok bisa saling tukar pengalaman, berbagi informasi, dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam budidaya bawang putih.
Rumah Bejo di Pancot tidak hanya menjadi “kantor” kelompok tani Tani Maju, tetapi sekaligus menjadi rujukan para mahasiswa dan dosen Fakultas Pertanian UniSebelasMaret, Solo, Jawa Tengah, dan perguruan tinggi lainnya untuk melakukan penelitian bawang putih. Kehadiran mereka tidak membuat Bejo terganggu. Justru Bejo mengaku banyak menimba pengetahuan  dari mereka tentang bawang putih.
Tawangmangu Super
Tak puas dengan Tawangmangu Baru pada 2017 Bejo melakukan uji coba menanam varietas Tawangmangu Super. Varietas ini dikembangkan dari Tawangmangu Baru dengan proses penggandaan kromosom oleh Prof Sobir. Upaya melahirkan varietas baru itu diinisiasi BI Solo yang melakukan pendampingan klustr bwang putih di Kalisoro, beberapa tahun terakhir.
Menurut Bejo penanamn Tawangmangu Super untuk menyederhanakan penyebutan Tawangmangu Baru kromosom ganda di kalangan petani. “Sebenarnya Tawangmangu Baru yang ditanam petani di sini sudah memuaskan hasilnya, siungnya besar-besar, tetapi masih kalah ukurannya dari kating. Tawangmangu Super diharapkan lebih besar dari Tawangmangu Baru sehingga bisa menyaingi bawang putih kating,” ujar Bejo.
Untuk mengembangkan varietas baru ini, benih bawang putih Tawangmangu Baru miliki Bejo dikirimkan kepada Prof Sobir untuk dilakukan penggandaan kromosom. Bejo lantas menanam benih Tawangmangu Baru kromosom ganda itu di lahannya seluas 100 m² di Pancot. Uji coba tanam  telah dilakukanny dua kali, yiatu pada musim tanam 2017 dan 2018.

Hasil panen tanam 2017 hanya menghasilkan 66 kg dabut basah dari bibit, sebanyak 10 kg. hasil tersebut jelas tidak memuaskan. Secara fisi, umbi bwang putih memiliki suing tak beraturan. Ada yang kecil dan ada yang besar. Bejo lantas menghubungi Prof Sobir yang memberikan penjelasan hasil tersebut wajar pada panenan pertama.
Bejo melakukan uji coba tanam kedua. Umbi-umbi terbaik dari panenan pertama dijadikan benih, benih itu ditanamnya 8 Juni 2018 dan panen pada Oktober 2018. “Panen kedua didapat 156 kg dari 10 kg bibit , sudah jauh meningkat,” ujarnya.
Melihat peningkatan hasil itu, Bejo optimistis Tawangmangu Super bakal memberikan hasil di atas Tawangmangu Baru. Ia berharap varietas baru ini bisa menghasilkan panen 20 ton cabut basah per ha dengan ukuran suing melebih bawang putih kating.
Menurut Sobir, metode penggandaan kromosom bertujuan membperbesar  diameter bawang putih. Agar mencapai produksi optimal, dibutuhkan minimal tiga hingga empat kali tanman sejak tanaman generasi pertama. Selain bisa lebih besar, umur tanaman hingga panen lebih pendek, yaitu 90-100 hari. Itu lebih singkat ketimbang Tawangmangu Baru, 120-130 hari.
Bejo telah berencana menanam lagi Tawangmangu Super pada Mei 2019. Ia berharap bawang putih  jenis baru ini memiliki cita ras dan aroma khas bawang putih local, tetapi dengan ukuran suing yang besar seperti bawang putih impor.
[Sumber : Kompas, Kamis, 21 Maret 2019 | Oleh : Erwin Edhi Prasetya]

Comments

Popular Posts