Padi Tahan Perubahan Iklim Dikembangkan
Perubahan
iklim mengancam produksi pangan, terutama padi, yang kebutuhannya terus
meningkat. Padi tahan kekeringan dan banjir menjadi solusi.
PERUBAHAN iklim akan menyebabkan
fluktuasi curah hujan yang ekstrem. Kondisi cuaca ini berdampak negatif bagi
produksi padi yang memerlukan
ketersedian air yang optimal. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
menghadapi ancaman akibat perubahan
iklim ini adalah dengan mengembangkan varietas padai yang tahan kekeringan dan
banjir.
Varietas baru yang dapat beradaptasi lebih baik
terhadap perubahan iklim ini dihasilkan Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian melalui kerjasama riset dengan International Rice Research Institute
(IRRI) sejak tahun 1970-an.
Varietas unggul padi itu antara lain Inpara (Imbrida
Padi Rawa) 3 hingga Inpara 10, Inpari (Inbrida Padi Irigasi) 29 dan 30. Selain
itu, juga dihasilkan varietas padi Inpago (Inbrida Padi Gogo) yang disebut pada
Amphibi yang tahan kekeringan dan banjir.
Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kementerian
Pertanian Priatna Sasmita, Rabu (3/4/2019),
di Jakarta, mengatakan, varietas padai rawa tersebut tahan genangan air selama
2 minggu. Varietas baru yang dikembangkan itu juga tahan terhadap berbagai
penyakit dan hama.
Dengan meningkatkan daya tahan terhadap cekaman cuaca
ekstrem dan serangan penyakit, varietas baru padi itu memiliki produktivitas hingga
9 ton per tahun. Sekarang produksi padi nasional rata-rata 5,32 ton per tahun.
Hasil Sembiiring, Representatif IRRI untuk Indonesia,
menambahkan, hasil padi rata-rata telah meningkat dari 2,4 ton per ha pada
tahun 1972 menjadi sekitar 5,1 ton per ha hingga 2017. Padi yang dirilis di Indonesia
dari tahun 1980 hingga 2017 mencapai 257
varietas, 210 di antaranya memiliki progeny yang terkait dengan varietas yang
dikembangkan IRRI.
Dua di antaranya IR36 dan IR64, yaitu varietas yang
saat ini dominan ditanam di Indonesia. “Pemuliaan saat ini focus pada
pengembangan varietas padi yang dapat beradaptasi terhadap efek perubahan
iklim, yaitu, banjir, salinitas tanah, dan kekeringan,” kata Hasil Sembiring.
Tantangan
Direktur jenderal IRRI Matthew Morell saat meresmikan kantor
IRRI yang baru di Bogor, Jawa Barat, Senin (1/4), mengtakan, dalam beberapa
tahun terakhir, berbagai tantangan akan dihadapi Indonesia dalam meningkatakan
produksi padi. Tantangan tersebut bukan hanya yang terkait dengan perubahan
iklim dan menurunnya sumber daya air, melainkan juga perubahan pada penggunaan
lahan dan pertmbuhan populasi.
Morel memperkirakan Indoneisa akan membutuhkan 38%
lebih banyak beras dalam 25 tahun mendatang. Hal ini berarti bahwa hasil
rata-rata 5,1 ton padi per ha harus naik menjadi leibh dari 6 ton per ha untuk
mengisi kesenjangan atau solusi alternative perlu dikembangkan.
Lebih lanjut Priatna menjelaskan, untuk meningkatkan
produktivitas padi diseminasi, hasil riset harus sampai ke petani. Saat ini
pemerintah telah mencanangkan program Desa Mandiri Benih (padi).
Namun, menurut Priatna, itu tidak cukup, perlu
dikembangkan program Petani Mandiri Benih. Program ini memberdayakan petani
untuk dapat membudidayakan varietas
unggul untuk keperluan mereka sendiri. Diakui saat ini distribusi benih kepada
petani belum memadai dan meluas.
Padi memang merupakan komditas pertanian terpenting di
Indonesia, yang memiliki populasi terbesar keempat di dunia. Rata-rata orang Indonesia
mengonsumsi sekitar 114 kg beras per tahun. Sekitar 20,5% dari luas lahan di Indonesia seluas 39,7 juta
ha merupakan lahan pertanaman padi. Diperkirakan, 14,2 juta rumah tangga
pertanian di Indonesia secara langsung mendapatkan mata pencarian mereka dari
padi.
Comments