Harapan Makmur dari Bisnis Jamur


@Burhanuddin, ketua kelompok budidaya jamur tiram di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, memanen jamur, Rabu (10/4/2019). Budidaya jamur tiram menjadi sumber pendapatan baru bagi anggota kelompok. Usaha kecil menengah ini semakin berkembang setelah didukung tambahan modal dari PT Pertamina (Persero) MOR l Terminal Bahan Bakar Minyak Krueng Raya, Aceh Besar.

Budidaya jamur tiram milik kelompok usaha di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, digerakkan Burhanuddin (39). Tahun 2015, dengan modal cekak, dia memulai usaha itu.
”Waktu itu saya semangat karena saya lihat bisnis jamur menjanjikan. Namun, karena modal sedikit dan pengetahuan terbatas, usaha tidak berjalan mulus.” kata lelaki yang akrab disapa Burhan itu, Rabu (10/4/2019), di lokasi budidaya jamur Desa Lamreh.
Kata Burhan, tidak sedikit bibit jamur gagal panen. Baglog (media tanam terbuat dari serbuk kayu yang dibungkus plastik) yang telah diisi bibit sebagian terpaksa dibuang. Penyebabnya, peralatan yang dipakai kurang berkualitas dan cara pengolahan tidak sesuai standar. Akan tetapi, Burhan tidak menyerah, dia menjadikan kegagalan sebagai pelajaran.
Dia mencari informasi lebih banyak tentang cara budidaya yang baik. Gayung bersambut, pada 2017, budidaya jamur tiram milik Burhan dipantau oleh PT Pertamina (Persero) MOR l Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Krueng Raya, Aceh Besar.
Lokasi usaha Burhan berjarak 2 kilometer dari kantor Pertamina Krueng Raya.  Karena usaha Burhan dinilai memiliki prospek dan dikelola dengan serius, Pertamina memberikan tambahan modal Rp 150 juta. Suntikan dana itu membuat Burhan kian bergairah. Ia juga sepakat usaha itu dijadikan milik kelompok.
Beban Burhan semakin ringan setelah usaha itu menjadi milik kelompok. Anggota kelompok 13 orang. Mereka adalah warga dengan ekonomi rendah di desa itu. Burhan ditunjuk sebagai ketua.
Pertamina tidak hanya membantu secara finansial, tetapi juga memberi pendampingan penuh selama setahun.  Untuk mendampingi usaha itu, Pertamina menggandeng Rumah Zakat Provinsi Aceh. Anggota kelompok diberi penyuluhan tentang cara budidaya jamur serta pemasaran.
Modal dari Pertamina dipakai untuk membangun rumah jamur yang lebih luas. Rumah jamur lama dijadikan dapur untuk merebus baglog.  Sebagian dana digunakan untuk membeli perlengkapan, seperti bibit, serbuk kayu, dan plastik. Saat ini, jumlah baglog sebanyak 4.000 buah, sebagian jamur mulai dipanen.
Hari itu, Burhan memetik jamur yang mekar di ujung baglog. Setelah dipetik, jamur putih bersih itu diletakkan dalam keranjang. ”Ini sudah ada yang pesan, nanti siang diambil. Biasanya pagi-pagi sudah ada yang pesan,” kata Burhan dengan senyum mengembang.
Jamur tiram dijual Rp 40.000 per kilogram (kg). Dalam sebulan, kelompok itu panen 50-70 kg. Jika dihitung dengan uang, dalam sebulan pendapatan mereka Rp 2 juta-Rp 2,8 juta.
Menurut Burhan, panen belum maksimal sebab belum semua baglog diisi bibit jamur. ”Tetapi, setiap minggu ada saja yang bisa dipanen,” ujarnya.
Jika panen maksimal, 15 baglog menghasilkan 1 kg. Dengan  jumlah 4.000 baglog, diperkirakan sekali panen dapat menghasilkan 226 kg jamur. Setelah pembibitan, perlu waktu 2,5 bulan untuk menunggu panen. Satu baglog bisa 4-5 kali panen.
Karena usaha budidaya jamur itu kini menjadi milik kelompok, pendapatan dari penjualan menjadi hak bersama. Anggota kelompok sepakat pendapatan tidak dibagi dulu, tetapi digunakan untuk pengembangan usaha, seperti membeli bibit, menambah baglog, dan membeli peralatan lain.
Namun, bagi anggota diberikan upah kerja Rp 50.000 per hari. Upah kerja hanya diberikan bagi yang datang. Jadi, tidak diwajibkan semua harus hadir karena mereka harus berbagi waktu dengan pekerjaan lain. ”Paling tidak anggota memiliki penghasilan harian sembari membesarkan usaha itu bersama-sama,” ucap Burhan.
Tambahan penghasilan
Wardiah (50), salah seorang anggota kelompok, menyatakan bahagia dilibatkan dalam usaha itu. Suami Wardiah meninggal 20 tahun silam. Sebagai orangtua tunggal, dia harus bekerja keras membiayai kehidupan sehari-hari.
Selain penghasilan sebagai tukang cuci pakaian, kini Wardiah memiliki sumber penghasilan baru dari bekerja di rumah jamur. Meski tidak besar, tambahan penghasilan membuat dia lebih mudah memenuhi kebutuhan sehari-hari.
”Sebulan dari bekerja di rumah jamur dapat Rp 300.000. Dari cuci pakaian Rp 240.000,” katanya. Dia berharap usaha budidaya jamur tiram berkembang agar penghasilannya bertambah.
Burhan mengatakan, saat ini mereka sedang mencoba olahan pascapanen, seperti mengolah jamur menjadi kerupuk dan bumbu masak. Kerupuk jamur, diberi nama Kerupuk Jamur Tiram Lamuri, sudah diproduksi, tetapi belum dilepas ke pasar.
Menurut dia, penjualan dalam bentuk kerupuk mentah, kerupuk siap saji, bumbu masak lebih menguntungkan dibandingkan menjual jamur mentah. ”Saat ini masih uji coba, tetapi hasilnya cukup baik,” ujarnya.
Operation Head PT Pertamina (Persero) MOR l TBBM Krueng Raya Suarno mengatakan, budidaya jamur tiram kelompok Burhan dikelola dengan serius sehingga sangat layak dibantu. Menurut dia, dana sosial perusahaan diprioritaskan untuk pengembangan usaha kecil menengah agar pendapatan warga membaik.
”Saya lihat usaha jamur tiram ini berkembang, produksi semakin meningkat. Kami juga akan membantu pemasaran,” ujar Suarno. Selain pengembangan usaha kecil menengah, Pertamina (Persero) MOR l TBBM Krueng Raya juga melakukan sejumlah kegiatan sosial, seperti menyalurkan beasiswa untuk siswa sekolah dasar dan penanaman bakau. [Sumber: Kompas, Senin, 15 April 2019|Oleh: ZULKARNAINI]

Comments

Popular Posts