Suasana Piknik yang Merata
Anggota delegasi Kongres Ke-7 United
Cities and Local Governments Asia-Pacific 2018 berperahu di Sungai Kalimas
menikmati pemandangan Kota Surabaya, Jumat (14/9/2018).
Cobalah datang ke Surabaya. Dulu,
hanya kebun binatang yang menjadi daya tarik. Kini, semua tempat wisata menjadi
andalan. Terlebih masyarakatnya sudah merasakan manfaat positif perubahan kota
tersebut.
Curabhaya menurut Prasasti Trowulan
bertarikh 1358 berawal dari persinggahan menuju Kerajaan Majapahit.
Selanjutnya, ketika bernama Surabaya, ia menjadi inspirasi nusantara dengan
darah juang luar biasa mempertahankan kemerdekaan menurut palagan 10 November
1945.
Dilumpuhkan oleh teror bom saat
insiden 13-14 Mei 2018, tetapi segera bangkit dan pantang takut. Jatuh bangun
seiring silih berganti rezim itulah semangat Arek Suroboyo membangun kota dan
peradabannya.
Sekitar pertengahan tahun ini,
Surabaya memperoleh penghargaan Yokatta Wonderful Indonesia Tourism Awards
2018. Anugerah yang diterima oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Jumat
(20/7/2018) malam, itu spesifik dalam kepariwisataan sekaligus mengejutkan.
Surabaya terbaik dari seluruh
kabupaten/kota dalam komitmen, performa, inovasi, kreasi, dan kepemimpinan
membangun kepariwisataan. ”Perjuangan membangun Surabaya belum selesai,” ujar
Risma ketika itu.
Perempuan pertama yang menjabat Wali
Kota Surabaya itu kembali atau hampir selalu menggunakan adagium perjuangan.
Baginya, kepada warga, membangun peradaban Surabaya adalah kerja atau
perjuangan tanpa akhir seiring keabadian waktu. Mata dunia terbuka bahwa di
nusantara juga terdapat banyak mutiara yang salah satunya sedang berkilap,
yakni Surabaya.
Tidak terduga atau mungkin sulit
dipahami bahwa wisata kota di Surabaya mampu mencuri ketenaran destinasi wisata
semacam Toba, Yogyakarta, Bromo, Bali, Ijen, hingga Komodo. Obyek wisata
relatif banyak tetapi sulit ditandingkan dengan keindahan dan keunikan lanskap
di berbagai tempat nusantara. Meski demikian, di Surabaya masih ada obyek-obyek
yang seolah menyajikan narasi kehidupan bukan sekadar memanjakan mata dengan
kepesonaan.
Data sulit ingkar. Pada 2008,
Surabaya dikunjungi oleh 7,1 juta wisatawan nusantara dan 137.300 wisatawan
mancanegara. Tahun lalu, Surabaya menjadi tujuan wisata 22,7 juta pelancong
dalam negeri dan 1,6 juta pelancong luar negeri. Selama sembilan tahun
terakhir, rata-rata per tahun kenaikan kunjungan turis domestik 1,7 juta orang,
sementara turis asing 159.100 orang.
Tentang petandang lokal bisa
diartikan Surabaya dikunjungi warga dari 37 kabupaten/kota lain di Jatim atau
luar Jatim hingga luar Jawa. Angka 22,7 juta orang turis domestik itu tidak
kecil karena lebih dari separuh populasi Jatim sudah mencapai 40 juta jiwa.
Adapun jumlah penduduk Kota Surabaya mencapai 3,2 juta jiwa.
Jumlah obyek wisata cukup banyak
berupa tugu atau monumen, bangunan tua (peribadatan, hunian, kantor, museum,
penjara), bentang alam (pantai, hutan, kebun, taman, telaga), seni budaya,
kampung, dan tempat hiburan. Para petandang tidak perlu cemas. Pada 2012
tercatat ada 152 penginapan dengan 7.000 kamar dan 10.000 tempat tidur.
Ketua Asita Jatim Arifudinsyah
mengatakan, Surabaya berperan penting dalam kepariwisataan regional (provinsi).
Meski tidak memiliki lanskap aduhai seperti Bromo atau Ijen, bahkan Banyuwangi,
Surabaya tetap menarik karena sudah
mapan dengan berbagai sarana yang ada. Sebagai jantung atau ibu kota, Surabaya
tidak bisa dimungkiri didukung prasarana jempolan dalam transportasi lintas
negara, yakni Bandar Udara Juanda dan Pelabuhan Tanjung Perak.
Langsung terpikat
Kepala Dinas Pariwisata Kota
Surabaya Antiek Sugiharti menyebutkan, semua obyek wisata di Surabaya menjadi
andalan meski dulu yang begitu lekat di hati banyak orang ke Surabaya ialah
Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Sekarang, menurut Antiek, betapa
banyak spot atau tempat yang memikat turis, baik dalam maupun luar negeri.
Intinya mata dan hati langsung terpikat begitu memasuki wilayah Kota Surabaya
dari bundaran Waru hingga Pantai Kenjeran. Sepanjang perjalanan, tanaman seakan
bersorak gembira menyambut setiap orang yang lalu lalang di kota ini.
Tujuan pun tak sekadar napak tilas
ke kawasan kota tua di sekitar Jembatan Merah, wisata religi Sunan Ampel, House
of Sampoerna, dan Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria Jalan Kepanjen.
Kawasan wisata menyedot banyak wisatawan domestik dan global.
Pelancong asal Melayu dan Timur
Tengah tertarik datang ke kawasan religi Sunan Ampel. Turis Eropa senang
melihat bangunan tua peninggalan masa kolonial di sekitar Jembatan Merah yang
disebut kawasan Eropa.
Segala keunggulan tersebut untunglah
dipelihara warga dan aparaturnya. Meski yang ditempuh mungkin dianggap biasa, dampaknya
luar biasa.
Membangun taman (kini ada 430
taman), mempercantik median jalan dengan bunga dan peneduh, memperbaiki
jaringan trotoar, dan mengubah aspek pelayanan publik menjadi prima, termasuk
dalam kepariwisataan. Hasilnya, warga Surabaya boleh jadi merasa nyaman berada
di kotanya dan tentu akan ngotot mempertahankannya.
Di kota ini tak hanya warga yang
dimanjakan dengan berbagai fasilitas, tetapi juga turis dari berbagai belahan
dunia. Pusat kuliner khas Surabaya pun kian banyak bermunculan.
Pemkot Surabaya pun tak hanya
mendorong warga mengembangkan usaha, tetapi produknya dipasarkan melalui
delapan pusat oleh-oleh yang disebut Surabaya Square.
Jika warga sudah merasa nyaman,
tentu rasa serupa bisa ditawarkan, bahkan mungkin sedang atau sudah dialami
sendiri oleh petandang yang datang. Wujudnya, kunjungan ke Surabaya meningkat,
manfaat ekonomi dinikmati, interaksi antara orang Surabaya dan orang lain kian
berwarna.
Surabaya masa kini pun kian tertanam
dalam benak dan sanubari. Jadi, jangan sampai tak kunjung ke Surabaya. Karena
begitu tiba, hati pun langsung terpikat dan sulit pindah ke kota lain.
[Sumber: Kompas, Senin 5 November
2018|oleh: AGNES SWETTA PANDIA & AMBROSIUS HARTO]
Comments