Swasembada Daging dengan Kambing Boer

Permintaan kambing sebagai hewan potong terus meningkat. Berdasarkan datan HPDKI, pasokan kambing per tahun rata-rata 10 juta ekor. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi daging kambing/domba pada 2017 mencapai 124.842 ton per tahun, sedangkan kebutuhan nasional dengan konsumsi masyarakat terhadap daging kambing/domba sekitar 13.672 ton per tahun.
Mseki jumlah tersebut sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemerintah akan meningkatkan target pasokan kambing. Tidak hanya untuk mewujudkan  percepatan swasembada daging melalui pembibitan dan pengembangbiakan, tetapi dalam jangka panjagn juga akan mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan Asia.
Pengembangan peternakan kambing terus dilakukan untuk tujuan ekspor, antara lain ke Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia. Pemerintah menargetkan ekspor kambing ke Singapura dan Malaysia 5.000 ekor per bulan. Saat ini, berdasarkan data Kementerian Pertanian, ekspornya baru mencapai 2.000 ekor per bulan.
Karena itu percepatan produksi untuk mendongkrak ekspor kambing potong ini dilakukan dengan mengembangkan peternakan varietas baru unggulan yang disebut kambing boerka. Dinamai boerka karena hewan ternak ini hasil persilangan antara pejantan boer asal Afrika Selatan dan induk kambing kacang yang merupakan kambing lokal di Indonesia.
Program pembibitan dan teknik pemeliharaannya dilakukan secara terpadu di lokasi penelitian Kambung Potong (LPKP), Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian Sei Putih, Deli Serdang, Sumatera Utara. Kepala LPKP Simon E Sinulingga mengatakan, persilangan kedua jenis kambing ini dilakukan untuk memperoleh turunan yang memiliki keunggulan dari tetuanya.
Kambing Boer yang diimpor dari Australia tingkat pertumbuhan dan bobot tubuhnya leibh besar. Sedangkan kambing kacang memiliki tingkat reproduksi yang tinggi dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang terbatas sumber pakannya.
"Dengan teknik kawin silang dapat diperoleh bibit kambing potong berkualitas bagus dan produktivitas tinggi," kata Simon.
Saat ini loka penelitian di Sei Putih telah menjadi sentra pembibitan kambing boerka. Lebih lanjut akan dibentuk kluster pengembangan kambing boerka. Pencepatan pembangunan kluster ini bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan pihak swasta melalui HPDKI.
"Sumatera dipilih sebagai pusat pembibitan dan kluster pengembangan kambing boerka karena lokasinya dekat dengan target ekspornya, yaitu Singapura dan Malaysia," kata kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) Badan Litbang Pertanian Atien Priyanti, beberapa waktu lalu.
Distribusi bibit
Berbeda dengan tetuanya, kambing kacang, kambing boerka berciri warna bulu coklat atau hitam pada bagian kepala sampai leher dan putih pada badan samppai kaki. Ketika lahir bobotnya 2,6-2,8 kg, sedangkan kambing kacang hanya berkisar 1,6-1,8 kg.
Pada umur 6-8 bulan, laju pertumbuhan kambing boerka lebih tinggi rata-rata 42% dibandingkan dengna kambing kacang. Laju pertumbuhan yang lebih tinggi memungkinkan kambing boerka mencapai bobot potong pada umur yang lebih muda.
Setelah berumur setahun, bobot kambing kacang hanya sekitar 22 kg, sedangkan kambing boerka bisa mencapai 35 kg. Bobot ini sesuai permintaan pasar ekspor. Karena itu, kambing boerka berpotensi dikembangkan sebagai komoditas ekspor.
Kelebihan lain kambing boerka adalah pada karkasnya. Adapun kandungan nutrisi dan sifat fisik relatif sama dengna kambing kacang. Karena itu, daging kambing boerka dapat diterima konsumen.
Populasi kambing boerka di LPKP saat ini sekitar 1,700 ekor. Bibitnya telah tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Tahun ini, LPKP telah menyebarkan 300 kambing boerka, antara lain ke sumbawa, NTB, dan Ponorogo, Jawa timur. Tahun depan kementerian menargetkan 500 kambing boerka dikirim ke Aceh, Bangka, Belitung, Bali, Papua dan Kalimantan Barat.
Dalam distribusi kambing boerka per wilyah tersebut sebanyak 100 ekor, komposisi antara kambing jantan dan betina adalah 1 banding 9. DAri hasil penelitian, jarak beranak kambing boerka 8 bulan, maka dalam satu thaun 1 induk bisa beranak sekitar 1,56 anak.
Pakan ternak
Pengembangbiakan kambing boerka menurut Simon, kuncinya juga pada pemberian jenis pakan yang baik dan pembangunan kandang. "Untuk mendapatkan berat badan yang maksimal, LPKP juga mengembangkan pakan ternak yang murah, ramah lingkungan, dan bernutrisi tinggi," kata peneliti nutrisi LPKP, simon ginting.
Ada 13 jenis material yang sebagian besar mudah didapat, menjadi pakan kambing bernutrisi tinggi, sehingga yang bisa cepat menaikkan berat badan kambing. Materialitu, antara lain, berupa limbah lumpur sawit, cacahan daun dan batang indigofer, cacahan pelepah sawit, bungkil inti sawit, molase hasil pengolahan tebu, bungkil kacang kedelai, tepung jagung yang sudah diambil etanolnya, tapioka, dan berbagai unsur mineral, seperti garam, kalsium, dan fosfor.
Lumpur sawit adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pemerasan buah sawit untuk menghasilkan minyak sawit mentah (CPO). Untuk daerah yang tidak ada perkebunan kelapa sawit, bisa menggunakan limbah tananam perkebunan lain, misalnya dari tanaman jagung atau tanaman tebu.
Limbah lumpur sawit, pelepah sawit, dan indigofera yang dicacah sangat halus dengan mesin pencacah berfungsi memberikan pasokan serat pada kambing. Bungkil inti sawit, molase, bungkil kacang kedelai, dan tepung jagung utnuk memberikan energi. Molase juga berfungsi untuk mengikat seluruh material.
"Harganya sangat murah, total hanya Rp 1,400 per kg karena banyak materi didapatkan secara gratis," kata Simon Ginting.
Indigofera bisa ditanam di pekarangan rumah, pelepah sawit juga diambil gratis di perkebunan. Bandingkan dengan kosentrat pakan ternak pabrikan yang haragany mencapai Rp 10.000 per kg.
Pakan itu diberikan dua kali sehari pagi dan sore. Untuk kambing dewasa dengan berat badan 30 kg, misalnya, membutuhkan konsumsi pakan itu 800-900 gr per hari.
Berdasarkan penelitian, pemberian pakan ini bisa menaikkan berat badan kambing 100 gr per hari. Komposisi cmapuran materi paka nbisa juga diubah sesuai dengan kebiutuhan pertambahan kambing. Kambing yang menyusui tentu berbeda kebutuhan pakanya dibandingkan dengan kambing yang tumbuh biasa.
Alat pencacah tanaman bisa dibeli seharga Rp 53 juta per unit. Jika diusahakan peternak secara berkelompok tentu lebih murah.[Sumber : Kompas, Senin, 19 November 2018 |Oleh : Yuni Ikawati dan Aufrida Wismi Warastri]

Comments

Popular Posts